Śrī Jaya Prabhu: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Rizkydns (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Rizkydns (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Baris 1:
'''Sri Jayawarsa''' adalahmerupakan seorang raja yang memerintahmemiliki kerajaan (kekuasaan) otonom yang terletak di sekitar tahunwilayah Madiun dan Ponorogo, 1104Jawa sakaTimur. Nama gelar abhisekanya ialah '''Sri Maharaja Jayawarsa Digjaya Sastraprabhu'''.
 
Tidak diketahui dengan pasti kapan [[Sri Jayawarsa]] naik takhta. Peninggalan sejarahnya yang ditemukan adalah [[Prasasti Sirah Keting]] di Desa Sirah Keting, Ponorogo tahun 1126 Saka, yang berisi pengesahan Desa Marjaya sebagai tanah perdikan atau ''sima swatantra;'' [[Prasasti Mruwak]] tahun 1108 Saka di Desa Mruwak Dagangan, [[Kabupaten Madiun]] berisi penetapan Desa Mruwak sebagai desa ''sima'' dan [[Prasasti Pamotoh]] di Desa Sirah Kencong, [[Kecamatan Wlingi]], [[Kabupaten Blitar]] tahun saka 1120 (1198 M) dan [[Prasasti Sirah Keting]] di Desa Sirah Keting, [[Ponorogo]] tahun 1126 Saka, yang berisi pengesahan Desa Marjaya sebagai tanah perdikan atau [[sima]] swatantra.
 
Dalam [[Prasasti Sirah Keting]] lebih berani dalam menyebut gelar rajanya, yaitu dengan nama '''Sri Jayawarsa Digjaya Sasastraprabhu''', [[Sri jayawarsa]] juga menyebutkan dirinya sebagai cucu anak dari Sang Apanji Wijayamertawarddhana yang kemudian bergelar abhiseka sebagai '''Sri Isana [[Dharmawangsa Teguh]] Anantawikramottunggadewa'''. Jika melihat gelarnya yang mengandung unsur Iśāna [[Dharmawangsa Teguh]] adalah keturunan dari [[Mpu Sindok]]. Keterangan terkait [[Dharmawangsa Teguh]] mulai muncul dalam dasawarsa terakhir dari abad ke-10 Masehi dengan pusat kerajaan ada di sebelah utara [[Maospati]], [[Kabupaten Madiun]], [[Jawa timur]] (sekarang). Beberapa prasasti juga menyebutkan bahwa Raja [[Airlangga]] menyebut dirinya masih anggota keluarga dari Raja [[Dharmawangsa Teguh]].
 
Dalam [[Prasasti Sirah Keting]] juga disebutkan adanya '''dampa blaḥ karajyan''' yang diartikan ‘pembagian tahta kerajaan’. Dengan demikian bila '''Śri Jayawarsa Digwijaya Śastraprabhu''' memperoleh tahta dari buyutnya, kerajaannya terpisah dari [[Kerajaan Kadiri]], itu berarti buyut '''Śri Jayawarsa Digwijaya Śastraprabhu'''
[[Prasasti Sirah Keting]] memuat tanggal di keluarkan [[Sri Jayawarsa]] pada 8 November 1204 M di Ponorogo, pada tahun 1205 M Raja [[Kertajaya]] yang berkuasa di [[Panjalu]] mengularkan prasasti Lawadan. Dari sini mengesankan bahwa [[Sri Jayawarsa]] merupakan raja yang bebas dan bukan merupakan daerah vasal dari [[Panjalu]]. Dilihat dari identifikasi tempat, diketahui bahwa wilayah kekuasaan [[Śrī Jaya Prabhu]] berada di sekitar Madiun dan Ponorogo (berdasarkan [[Prasasti Mruwak]] dan Sirah Kĕting), yaitu terletak di sebelah barat Gunung Wilis. Dari keterangan [[Prasasti Sirah Keting]] yang menyebut [[Sri Jayawarsa]] adalah anak keturunan dari [[Dharmawangsa Teguh]] sangat mungkin [[Sri Jayawarsa]] adalah keluarga [[Dharmawangsa Teguh]] yang lolos dari peristiwa [[mahapralaya]] yang mendirikan daerah sendiri dan melepaskan diri dari dinasti [[Airlangga]].
adalah anak (cucu) satu-satunya dari
[[Dharmawangsa Teguh]] dan itulah
sebabnya kekuasaan '''[[Sri Jayawarsa]] Digwijaya Śastraprabhu''' terpisah dari [[Kadiri]]. Kekuasaan Śrī Jaya Prabhu atau '''[[Sri Jayawarṣa]] Digwijaya Śastraprabhu''' ini semasa dengan Śrī [[Kameswara]]
Triwikramāwatāra Aniwaryyawiryya
Parākrama Digjayotungga Dewa yang
merupakan raja dari [[Kerajaan Kadiri]], terlepas dari kekuasaan [[Kadiri]] dan memiliki kerajaan (kekuasaan) otonom, yaitu terletak di wilayah sekitar Madiun dan Ponorogo, Jawa Timur (sekarang) meskipun kekuasaannya tidak sebesar [[Kerajaan Kadiri]].
 
Nama [[Sri Jayawarsa]] juga di tulis dalam [[Kakawin Kresnayana]] dan [[Kakawin Sumanasantaaka]]. [[Mpu Triguna]] dalam epilog Kresnayana menjelaskan hubungannya dengan [[Sri Jayawarsa]] di umpamakan sebagai [[Mpu Kanwa]] dan [[Airlangga]]. Sedangkan [[Mpu Monaguna]] mempersembahkan [[Kakawin Sumanasantaka]] sebagai air suci berwujud puisi di bawah kaki raja.
 
Dari berita naskah tersebut tampaknya mengatakan bahwa daerah bagian barat [[Gunung Wilis]] merupakan daerah yang lepas dari eks [[kerajaan Kahuripan]]. Dan [[Sri Jayawarsa]] Sastaprabhu adalah kerajaan yang patut untuk di telusuri keberadaannya. Mengingat [[Prasasti Lawadan]] adalah prasasti terakhir raja [[Kertajaya]], setelah itu [[Panjalu]]/[[Kadiri]] runtuh dan kemudian muncul [[Singhasari]] dengan [[Ken Arok]] sebagai kerajaan berikutnya.