Supangkat mengemukakan bahwa drumblek di Kota Salatiga terpengaruh oleh drumben [[Belanda]]. Pada saatKetika status Kota Salatiga masih menjadi ''gemeente'' (kotapraja),{{efn|Salatiga ditetapkan menjadi sebuah ''gemeente'' yang dikenal dengan nama ''de Gemeente Salatiga'' (Kotapraja Salatiga) dan dipimpin seorang ''burgermeester'' oleh Pemerintah Hindia Belanda tanggal 25 Juni 1917, melalui ''Staatsblad'' No. 266 tahun 1917 yang dikeluarkan oleh Gubernur Jenderal Hindia-Belanda Johan Paul van Limburg Stirum ({{harvnb|Prakosa|2017|pp=19}}). Sumber daya administrasi pemerintahan ''gemeente'' diperoleh dari pajak tanah, pajak tontonan, pajak reklame, izin mendirikan tempat tinggal, dan izin kegiatan usaha ekonomi ({{harvnb|Rohman|2020|pp=116}}).}} tiap tahun masyarakat Eropa (khususnya Belanda) yang tinggal di wilayah Kota Salatiga selalu mengadakan festival. Biasanya, pawai tersebut dimulai di Lapangan Tamansari sebelum mengelilingi kota. Setelah Pemerintah Hindia Belanda hengkang dari Kota Salatiga, alih-alih punah ''drumben'' ''ala'' ''londo'' menjadi tren di Kota Salatiga, hanya saja wujudnya yang berbeda. Drumblek merupakan bentuk “imitasi” dari drumben, hanya saja alatnya yang “lebih merakyat”.<ref name=":2" />{{sfnp|Supangkat|2007|p=20–22|ps=}}
Drumblek menjadi salah satu inovasi tataran hiburan rakyat, terkhusus bagi masyarakat Kota Salatiga hingga saat ini. Jenis musik ini memang tidak dikategorikan dalam alat musik yang umum karena berasal dari barang-barang bekas.{{sfnp|Rohman|2019|p=17|ps=}} Namun, melalui inovasi, kreasi, dan kreativitas, barang-barang tersebut dijadikan alat musik yang unik layaknya alat musik konvensional. Selain itu, kesenian drumblek lebih difokuskan sebagai musik untuk ruang terbuka, baik tanah lapang ataupun musik yang dimainkan dengan cara berjalan seperti drumben.{{sfnp|Wiratama|2018|p=219|ps=}}