Kadipaten Pakualaman: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
SVG
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan
Antonw29 (bicara | kontrib)
k Perbaikan penambahan tanda baca agar kalimat lebih mudah dipahami. Melengkapi kata yang masih disingkat. Perbaikan ejaan dan partikel.
Baris 43:
'''Kadipaten Pakualaman''' atau Negeri Pakualaman atau Praja Pakualaman didirikan pada tanggal [[17 Maret]] [[1813]], ketika Pangeran Notokusumo, putra dari [[Hamengku Buwono I|Sultan Hamengku Buwono I]] dengan [[Selir Srenggorowati]] dinobatkan oleh [[Gubernur-Jenderal]] [[Sir Thomas Raffles]] (Gubernur Jendral [[Britania Raya]] yang memerintah saat itu) sebagai Kangjeng Gusti Pangeran Adipati<ref>Disingkat KGPA</ref><ref>Penggunaan gelar Kangjeng Gusti Adipati Arya (KGPAA) baru digunakan oleh Paku Alam V</ref> [[Paku Alam I]]. Status kerajaan ini mirip dengan status [[Praja Mangkunagaran]] di [[kota Surakarta|Surakarta]].
 
Berawal dari pertikaian [[Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat|Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat]] di bawah Sri Sultan [[Hamengkubuwana II|Hamengku Buwono II]] (HB II) melawan pemerintahan [[Gubernur jenderal|Gubernur Jenderal]] [[Belanda]] (di bawah pengaruh Prancis semasa Raja Lodewijk Napoleon dari [[Prancis]]) [[Herman Willem Daendels]]. Daendels mengirim pasukannya menyerang [[Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat|Kraton Yogyakarta]] pada Desember [[1810]] untuk memadamkan [[pemberontakan Raden Ronggo]] (KAA Ronggo Prawirodirdjo III, bupati [[Kabupaten Madiun|Madiun]] dan penasihat politik HB II) yg akhirnya berakibat penurunan paksa HB II dari tahta. Tampuk kekuasaan dialihkan kepada GRM Soerojo yg diangkat sebagai wali raja (''regent'') dengan gelar Sultan [[Hamengkubuwana III|Hamengku Buwono III]]. Saudara tiri HB II, [[Paku Alam I|Pangeran Notokusumo]] dan putranya [[Notodiningrat]], ygyang mendukung pemberontakan ini pun ditangkap Belanda di [[Kota Semarang|Semarang]] dan dibawa ke [[Batavia]].
 
Pada [[1811]], kekuasaan kolonial [[Belanda-Prancis]] di Pulau [[Jawa]] direbut oleh [[Britania Raya|Inggris]] dengan [[Kapitulasi Tuntang]] [[11 Agustus]] [[1811]], dan Inggris mengutus [[Thomas Stamford Raffles|Sir Thomas Stamford Raffles]] untuk memimpin koloni ini dengan jabatan ''Wakil Gubernur Jenderal''. Raffles berusaha mendapat dukungan dari para penguasa lokal, salah satunya Sultan HB II (yg dikenal sebagai Sultan Sepuh). Ia mengutus ''Captain'' Robinson ke [[Kota Yogyakarta|Yogyakarta]] untuk mengembalikan HB II ke tahtanya dan dan menurunkan RM Suryo (HB III) kembali menjadi putra mahkota dengan gelar Kanjeng Pangeran Adipati Anom pada 10 Desember 1811.
 
Sampai di sini ada 2 versi mengenai peran Pangeran Notokusumo dalam ''ontran-ontran'' di Kasultanan Yogyakarta menurut sejarahwan KPH Sudarisman Poerwokoesoemo, mantan Wali kotawalikota ke-2 Yogyakarta dan salah seorang pendiri UGM.
 
'''Versi I:'''
 
BPH Notokusumo menemui HB II untuk menyampaikan proposal dari pemerintah kolonial Inggris untuk menyerahkan tahtatakhta kepada Adipati Anom dan meminta maaf kepada Inggris atas insiden pembunuhan Danureja II yang dilakukan menurut perintahnya dengan kompensasi Inggris memberi amnesti kepada Sultan. Sultan juga meminta agar sikapnya jangan dipublikasikan. Sultan menyambut sendiri kedatangan Raffles ke Yogyakarta dan mengadakan jamuan kenegaraan.
 
Konflik dan intrik berdarah ternyata tidak berhenti. Kondisi yang berbalik seratus delapan puluh derajat ini menyebabkan Adipati Anom menjadi ketakutan. Kali ini konflik turut menyeret [[Kasunanan Surakarta]] dan [[Praja Mangkunegaran|Kadipaten Mangkunagaran]]. Setelah ibundanya ditahan oleh Sultan Sepuh karena dianggap ikut memengaruhi Adipati Anom, Adipati Anom bekerja sama dengan Kapten Tan Jin Sing menemui John Crawford, residen Inggris untuk Yogyakarta. Dari hasil pertemuannya Crawford dalam suratnya kepada Raffles mengusulkan Adipati Anom diangkat lagi menjadi sultan. Dalam surat itu pula Notokusumo diusulkan menjadi ''Pangeran Merdika''. Akhirnya diusulkan Raffles datang ke Yogyakarta dengan membawa pasukan untuk berperang.
Baris 59:
Segera setelah penyerahan kekuasaan dari Belanda-Prancis kepada Inggris, Hamengkubuwana II kembali mengambil alih tahta dari putranya. Kepada pemerintah Inggris Sultan mengusulkan beberapa tuntutan, di antaranya, pembayaran kembali uang ganti rugi daerah pesisiran yang diambil Belanda, Penyerahan makam-makam leluhur, dan diserahkannya Pangeran Natakusuma dan putranya Natadiningrat.
 
Oleh Raffles, HB II dibiarkan dalam kedudukannya dan bahkan diperkuat kedudukannya. Tuntutan Sultan untuk membebaskan kedua kerabatnya dipenuhi. SebaliknyaNamun HB II diminta untuk membubarkan Angkatan Bersenjata Kasultanan. Akibat campur tangan Inggris terlalu jauh dalam urusan istana, HB II segera mengadakan perundingan dengan Sunan [[Pakubuwana IV|Pakubuwono IV]] untuk melepaskan diri dari Inggris. HB II secara terang-terangan menentang Inggris dengan menolak pembubaran pasukannya dan justru memperkuat pertahanan di istana serta menambah jumlah milisi bersenjata. Natakusuma dan Kapten Tan Djiem Sing-lah yang memberi tahu kepada Inggris segala rencana Sultan.
 
Dan akibatnya pada [[18 Juni]] [[1812]], pasukan Inggris bersenjata lengkap dipimpin Admiral Gillespie mengepung Kraton Yogyakarta, dibantu oleh [[Legiun Mangkunegaran]] di bawah komando Pangeran Prangwedana. Gillespie segera mengirim ultimatum kepada HB II untuk segera menyerahkan tahta pada Adipati Anom dan menjadikan BPH Natakusuma menjadi ''pangeran mardika''. Sultan HB II dengan tegas enggan memenuhi ultimatum. Sebuah versi lain mengemukakan mulai [[18 Juni]] [[1812]] istana mulai dihujani meriam. Setelah mengepung tiga hari dan mengadakan serangan kilat pada hari terakhir, istana dapat ditaklukkan pada [[20 Juni]] [[1812]]. Versi lain berpendapat mulai 20 Juni 1812 keraton mulai diserang dan pada [[28 Juni]] 1812 istana sepenuhnya dapat dikuasai Inggris. Pada tanggal itu pula Sultan HB II untuk kedua kalinya diberhentikan dan sekali lagi HB III dinobatkan sebagai Sultan Yogyakarta.
Baris 69:
# Angkatan bersenjata Kasultanan Ngayogyakarta diperkecil menjadi hanya beberapa kesatuan tentara keamanan keraton saja.
# Sebagian daerah kekuasaan keraton diserahkan kepada Pangeran Notokusumo, saudara tiri HB II yang berjasa mendukung Inggris, dan diangkat menjadi Pangeran Adipati Paku Alam I.
Berdasarkan point (3) di ataslah, kemudian Pangeran Notokusumo dinobatkan menjadi Gusti Pangeran Adipati [[Paku Alam I]] pada [[29 Juni]] [[1813]], menyusul ''Political Contract'' [[17 Maret]] [[1813]] antara Residen Inggris John Crawford dan Pangeran Notokusumo, ygyang isinya antara lain:
# BPH Notokusumo diangkat sebagai Pangeran Mardika di bawah Kerajaan Inggris dengan gelar Pangeran Adipati Paku Alam I
# Kepadanya diberikan tanah dan tunjangan, tentara kavaleri, hak memungut pajak, dan hak tahtatakhta yang turun temurun.
# Tanah yang diberikan meliputi sebuah kemantren di dalam kota Yogyakarta (sekarang menjadi wilayah kecamatan [[Pakualaman, Yogyakarta|Pakualaman]]) dan daerah Karang Kemuning (selanjutnya disebut Kabupaten [[Adikarto]]) yang terletak di bagian selatan [[Kabupaten Kulon Progo]] sekarang.
Selain memerintah kadipatennya sendiri, Paku Alam I juga merangkap sebagai wali Sultan [[Hamengkubuwana IV|Hamengku Buwono IV]] yg naik tahta di usia 10 tahun pada tahun [[1814]] sepeninggal ayahnya HB III yg memerintah secara singkat selepas ontran-ontran di Kraton Yogyakarta. Paku Alam I berbagi tugas dengan GKR Ageng dan GKR Kencana, nenek dan bunda Sultan, serta Patih Danurejo IV. PA I mengundurkan diri sebagai wali Sultan pada tahun [[1820]]. Ketika [[Hamengku Buwono V]] dinobatkan pada usia 3 tahun menggantikan ayahnya Hamengku Buwono IV yg wafat di usia 19 tahun pada tahun [[1823]], Paku Alam I sudah tidak lagi diikutkan pada perwalian raja tersebut.
 
Pada [[7 Maret]] [[1822]] secara resmi oleh pemerintah kolonial [[Hindia Belanda]] Paku Alam I diberi gelar '''Pangeran Adipati'''. Selanjutnya gelar ini hanya digunakan untuk para penguasa Kadipaten yang telah berusia lebih dari 40 tahun. Dalam [[Perang Jawa]] ([[Perang Diponegoro|Pemberontakan Diponegoro]]), [[1825]]-[[1830]]) Paku Alam bersifat pasif.
 
Setelah memerintah selama sekitar 16 tahun Paku Alam I wafat pada tahun [[1829]] dan dimakamkan di [[Kotagede, Yogyakarta|Kotagede]], Yogyakarta. Pendiri Kadipaten Pakualaman ini meninggalkan 11 putra-putri, dan digantikan tahtanyatakhtanya oleh putranya, RT Notodiningrat (Pangeran Suryaningrat), dengan gelar Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Suryaningrat pada [[18 Desember]] [[1829]]. Baru setelah menandatangani ''Politiek Contract'' [[1831]]-[[1832]]-[[1833]] dengan pemerintah kolonial Hindia Belanda, dia dikukuhkan menjadi Kanjeng Gusti Pangeran Adipati (KGPA) [[Paku Alam II]].
 
Paku Alaman juga dilengkapi dengan sebuah legiun tetapi tidak pernah menjadi legiun tempur yang besar karena selanjutnya hanya berfungsi sebagai seremonial dan pengawal pejabat Kadipaten.
Baris 86:
Status Pakualaman berganti-ganti seiring dengan perjalanan waktu. Pada 1813-1816 merupakan negara dependen di bawah Pemerintah Kerajaan Inggris India Timur (East Indian). Selanjutnya tahun 1816-1942 merupakan negara dependen Kerajaan Nederland, dengan status '''Zelfbestuurende Landschappen''' Hindia Belanda. Dari 1942 sampai 1945 merupakan bagian dari Kekaisaran Jepang dengan status '''Kooti''' di bawah pengawasan Penguasa Militer Tentara XVI Angkatan Darat.
 
Mulai tahun 1945, Negerinegeri kecil ini bergabung dan menjadi daerah Indonesia. Kemudian dengan Kasultanan Yogyakarta membentuk pemerintahan bersama sampai tahun 1950 saat secara resmi keduanya dijadikan sebuah daerah istimewa, bukan lagi sebagai sebuah negara.
 
== Perekonomian ==
Seperti banyak kerajaan di pulauPulau Jawa pada umumnya, kegiatan perekonomian Negeri Pakualaman di dominasididominasi dengan pertanian dan sedikit perdagangan. Pernah tercatat negeri ini mempunyai beberapa pabrik gula di Kabupaten Adikarto.
 
== Budaya ==