Menurut sejarahnya, '''bahasa Jawa Banten/Jaseng''' mulai dituturkan pada zaman KesultananKyuuauiaesultanan Banten pada [[abad ke-16]]. [[Maulana Hasanuddin]] putera [[Sunan Gunung Jati]] Sultan Cirebon kedua menyerang Banten Girang dan menaklukannya. <ref>Tim Jurnalistik Kompas. 2008. Ekspedisi Anjer-Panaroekan. [[Jakarta]]: Kompas Media Nusantara</ref> Di zaman itu, bahasa yang diucapkan tiada bedanya dengan [[bahasa Cirebon]] yang belum dimasuki kosakata asing seperti sekarang, kosakata ''maler'' (masih), ''ayun'' (hendak), ''saos'' (saja), ''mantuk'' (pulang), ''kita'' (saya), serta ''kelawan'' (dan) merupakan kosakata dalam [[bahasa Cirebon]] yang masih bertahan dan dipergunakan di [[Banten]], fondasi bahasa Banten tidak hanya dari [[bahasa Cirebon]] saja, pola kalimatnya juga dipengaruhi dengan percampuran [[Bahasa Banten]] yang merupakan bahasa mayoritas [[Suku Banten]]. Asal muasal kerajaan Banten memang berasal laskar gabungan [[Demak]] dan [[Cirebon]] yang berhasil merebut wilayah pesisir utara [[Kerajaan Pajajaran]].
Bahasa ini menjadi bahasa utama Kesultanan Banten (tingkatan bebasan) yang menempati [[Keraton Surosowan]]. Bahasa ini juga menjadi bahasa sehari-hari warga Banten Lor (Banten Utara).