Kepaksian Sekala Brak: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Sejarah singkat: memperbaiki artikel
k Memperbaiki ringkasan
Baris 67:
[[Berkas:Prasasti Hujung Langit.jpg|jmpl|280|kiri|[[Prasasti Hujung Langit]] terpahat nama raja Punku Aji Yuwarajya Sri Haridewa]]
[[Prasasti Hujung Langit]] tahun 997 kembali menyebutkan adanya serangan Jawa terhadap Sumatra. Rangkaian serangan dari Jawa ini pada akhirnya gagal karena Jawa tidak berhasil membangun pijakan di Sumatra, Prasasti Hujung Langit ditemukan di tengkuk [[Gunung Pesagi]] bunuk tenuakh terpahat nama raja di daerah [[Lampung]] Jaman Kepaksian Sekala Brak Kuno sebelum kedatangan dari pada Al-Mujahid pada abad 12 Masehi Prasasti ini ditemukan Sekitar tahun ke-401 pada Milenium ke-2, tahun ke-1 pada '''Abad''' ke-15, dan tahun ke- 2 pada dekade 1400-an, Prof. Dr. Louis-Charles Damais dalam buku epigrafi dan [[Sejarah Nusantara]] yang diterbitkan oleh pusat Penelitian Arkeolog Nasional, Jakarta, 1995, halaman 26 – 45, diketahui bahwa nama Raja yang tercantum pada Prasasti Hujung langit adalah Punku Aji Yuwarajya Sri Haridewa, meninggalkan Prasasti. Kepaksian sekala brak Kuno adalah unit masyarakat[[Animisme| Suku Tumi]] pada abad ke-3 yang bercorak Hindu dan menganut animisme. para putra-putra Al-Mujahid datang dan mengislamkan Kepaksian Sekala Brak Kuno sehingga kerajaan ini lalu disebut sebagai [[Kepaksian Sekala Brak]], sebuah kerajaan yang berlandaskan nilai-nilai agama [[Islam]], Pada jaman pra-sejarah kepaksian tersebut semata-mata melanjutkan kebesaran-kebesaran warisan budaya, tradisi, adat istiadat serta tata cara berkehidupan sosial oleh masyarakat disana yang merupakan warisan leluhur secara turun-temurun dari generasi ke generasi.
'''Prasasti Hujung Langit''' Prasasti ini terkait dengan Kerajaan Sekala Brak kuno Raja Punku Sri Haridewa yang masih dikuasai oleh di sebut Buay Tumi. Prof. Dr. Louis-Charles Damais dalam buku “Epigrafi dan Sejarah Nusantara” yang diterbitkan oleh pusat Penelitian Arkeolog Nasional, Jakarta, 1995, halaman 26 – 45, diketahui bahwa nama Raja yang tercantum pada Prasasti Hujung langit pada baris Ke-7 dari 16 baris adalah Baginda Punku Sri Haridewa.
 
Kerajaan Sekala Brak kuno yang masih dikuasai oleh suku Tumi terdapat dalam Prasasti Hujung Langit tulisan tersebut ada 16 bari dan diatas tulisan tersebut terdapat gambar menyerupai Gagang Sarung Semar Raja yang terletak di Bunuk Tenuar Liwa, Lampung Barat dan sampai saat ini keberadaan Prasasti Hujung Langit tetap terjaga dan terawat dengan baik. Batu Prasasti Hujung Langit tersebut diperkirakan sudah ada sebelum abad ke-10 M.
Dengan demikian.
 
Pengembangan Suku-suku Indonesia berasal dari Assam yg terletak di India selatan, sebelah Utara Burma. Suku Melayu kuno atau Proto Malayan Tribes dari India Selatan itu dalam pengungsiannya, bergerak menyeberangi laut Andamen untuk kemudian berpencar dalam beberapa kelompok. Demikian teori yang dikemukakan oleh J. R. Logan pada abad Ke-19 M yang melakukan penelitian sejak tahun 1848 hingga 1900.
 
Kelompok kesatu, bergerak ketimur melalui Jawa dan Kalimantan dan ada yang terus keutara di Philipina, yang kemudian melahirkan Suku bangsa Igorot dan lain lain. Kelompok kedua mencapai ujung utara Sumatra menyusuri pantai barat dan mendarat di Singkel, Barus dan Sibolga, kemudian melahirkan cikal bakalnya Suku Suku Batak Karo, Batak Toba, Dairi dan Alas.
Kelompok ketiga meneruskan pelayarannya menelusuri Pantai Barat Sumatra terus keselatan yang akhirnya melalui daerah pesisir menuju kedaerah pegunungan, kembali sebagai People bukit barisan.
 
Namun demikian, pengalaman nenek moyang mereka yang bergerak mengarunggi samudra luas dalam melakukan pengungsian besar besaran membentuk karakter "dwi muka" sebagai manusia gunung dan tau akan arti laut. Karna itu mereka kemudian menyebar dari Tengkuk bukit sulang bukit barisan melalui sungai-sungai.
 
Kajian itu memiliki benang merah berdasar tulisan William Marsden melalui sejarah Sumatra, Menjelaskan, “apabila Suku Lampung ditanya tentang darimana mereka berasal, maka mereka menjawab dari dataran tinggi dan menunjuk kearah gunung yang tertinggi” (Marsden 2008).
 
Bukit sulang Bukit Barisan adalah Pusat kebesaran pada jaman Suku Tumi. Saat ini, secara geografis wilayah Suku Tumi mencakup wilayah beberapa provinsi di Sumatra. Seorang ahli sejarah Lawrence Palmer Briggs dalam jurnalisnya di abad Ke-19 M, tahun 1950, menyebutkan bahwa, ibukota awal Sriwijaya terletak di daerah pegunungan agak jauh dari Palembang. Tempat itu dipayungi oleh dua gunung dan dilatari sebuah danau. Itulah sebabnya Sailendra dan keluarganya disebut “Family of the King of the Mountains” (Sailendravarmsa). Berdasarkan penelusuran hasil penelitian Binsar D.L. Tobing : 2004, dijelaskan
bahwa Prasasti Hujuŋg Langit diantaranya menyebutkan satu daerah bernama Hujuŋg Langit yang seluruh hutan dan seluruh tanahnya diperuntukkan bagi bangunan suci yang dalam hal ini adalah wihara. Nama Hujuŋg Langit itu sendiri tidak tercantum dalam peta maupun sumber-sumber lain, namun sekitar 13 km (jika ditarik garis lurus dari prasasti Hujung Langit) disebelah Timur Laut ada nama tempat yang bernama Ujung (Damais, 1995:28). Jadi kemungkinan yang dimaksud sebagai Hujung Langit adalah daerah yang bernama Ujung adalah pekon Hujung.
 
Haji Yuwa Rajya Punku Sri Haridewa merupakan salah satu tokoh yang disebutkan dalam Prasasti Hujung Langit. Jika dilihat dari gelar yang melekat pada namanya, tersebutlah Punku, mempunyai arti tuanku, dimungkinkan sebagai gelar yang menganggap bahwa Punku Sri Haridewa merupakan orang yang turut melindungi serta memilihara bangunan suci. Pun atau Pu adalah merupakan gelar kehormatan bagi kebangsawanan seseorang sebagaimana banyak keluarga di Kerajaan San-fo-ts'i yang bergelar “Pu”.
 
Begitu juga gelar Pu yang bersanding dalam kata [[Dapunta Hyang]] Sri Jayanaga maka gelar dapunta harus diperuntukkan bagi orang yang amat tinggi kedudukannya. Kehormatan yang amat tinggi itu ditunjukkan dengan bubuhan da-, -ta, dan sebutan “Hyang”. Demikian keterangan makna gelar Pu dalam buku Sriwijaya yang ditulis oleh Prof. Dr. Slamet Muljana . Dapunta Hyang Sri Jayanaga adalah maharaja Sriwijaya pertama yang dianggap sebagai pendiri Kedatuan Sriwijaya. Dapunta Hyang Sri Jayanaga tersebut disebut dalam prasasti-prasasti Siddhayatra<ref>https://www.kompas.com/skola/read/2020/05/28/143000069/bukti-keberadaan-kerajaan-sriwijaya?page=all</ref>.
 
Selanjutnya gelar Haji (Aji) adalah arti yang umum untuk “raja”, dipakai untuk menyebut seseorang dalam hubungannya dengan wilayah kekuasaannya (Ayatrohaedi, 1979: hal 79). Arti kata yang sama juga diberikan oleh Zoetmulder (1995: hal 327) yang menyebutkan bahwa Haji dapat diartikan sebagai raja, keluarga Raja, Pangeran, Seri Baginda, Yang Mulia.
 
Dan terdapat juga sebutan Yuwa Rajya (Yuwa Raja) untuk baginda Sri Haridewa, sebutan itu pernah tercantum dalam prasasti yang berasal dari Sumatra, yaitu prasasti Telaga Batu yang diperkirakan berasal dari Abad Ke-7 M tahun 686 Masehi. Dalam prasasti ini disebutkan tiga kategori pangeran, yaitu :yuwaraja (Putera Mahkota), pratiyuwaraja (Putera Mahkota ke dua), dan Rajakumara (Putera Mahkota lainnya ) (de Casparis, 1956: hal 17; 1976: hal 69; Kulke, 1991 : hal 9). Biasanya raja muda ini sebelum menjadi raja yang berkuasa penuh diberi kedudukan sebagai raja disuatu daerah atau wilayah ( Soemadio (ed), 1993: hal 410).
 
Selain nama Baginda Sri Haridewa yang tertulis dalam Prasasti Hujung Langit, terdapat juga para pejabat yang mengiringinya dalam penetapan sima tersebut, seperti Hulun (seseorang Yang Melayani Raja/ Hulun Haji), pejabat tinggi yang hadir diantaranya Samgat Juru Pajak (Pejabat Pajak), Pamgat Juru Ruhanan (Pengawas Para Pejabat), Pramukha Kabayan (Pemuka yang berkaitan dengan bangunan suci), Juru Redap (Pejabat Bagian Informasi), Juru Pajabat (Petugas Menyambut Raja), juru samya (orang yang berkuasa pada derajat yang lebih rendah (desa), wakil pejabat atau kepala, Juru Natalan (Bagian Penulisan / Juru Tulis), Juru Mabwaŋ (Pejabat Menangangi tenaga Kerja), dan pejabat tingkat banwa yang hadir diantaranya adalaha Rama.
 
Dan saat ini, walau prasasti itu usianya telah berabad - abad lamanya, namun sebutan sebutan yang ada didalam prasasti tersebut masih tetap dipertahankan oleh masyarakat setempat, seperti sebutan Pun masih dipertahankan oleh masyarakat di sekitar Prasasti Hujung Langit sebagai panggilan kehormatan bagi anak laki laki tertua dari keturunan Sultan dalam wilayah Kerajaan yang kini mengejawantah menjadi Kerajaan Adat. Selain itu juga Jabatan Juru seperti dalam prasasti masih dipertahankan pula oleh masyarakat Adat Hususnya Kepaksian untuk orang-orang yang memiliki tugas khusus dalam adat, yang kini disebut Jukuan Lamban, Gelar/Adok dari tingkat tertinggi adalah Kepala Jukkuan Gelar Raja istri Batin, Perangkat Adat Gelar Batin Istri Khadin, Perangkat Adat Gelar Raden istri Minak, Perangkat Adat Gelar Minak istri Kimas, Perangkat Adat Gelar Kimas Istri Mas dan lainnya. Pada era saat ini Kepaksian sebutannya menjadi [[Kerajaan Adat Paksi Pak Sekala Brak]], [[Istana Gedung Dalom]] adalah Istana Sekala Brak yang berada di [[Pekon Balak, Batu Brak, Lampung Barat]] [[Provinsi Lampung]]. Lamban gedung kenali, gedung pakuon sukau, lamban dalom kembahang.
 
==Kepaksian Sekala Brak Masa prasejarah==
 
[[Berkas:Temuan Kolonial Belanda.jpg|jmpl|280|Gambar [[Batu Brak]] tahun 1931]]
Di wilayah Kepaksian Sekala Brak saat ini diperkirakan telah dihuni oleh suku tumi sejak sebelum masehi. Hal ini didukung oleh temuan berupa peralatan dari batu berusia sejak sebelum masehi situs batu berada di sekala brak.
 
Pada zaman Neolotikum, suku tumi yang mendiami Kepaksian Sekala Brak Kuno diperkirakan telah mengenal pertanian, cara menyimpan dan mendistribusikan hasil panen.
 
Memasuki akhir Neolitikum, lembah Sungai sekala brak mulai berkembang menjadi pusat Adat dan kebudayaan. Sedangkan bukti dari Zaman masuknya Islam di Lampung dapat ditemui di sekala brak diantaranya warisan adat dan budaya, kebiasaan yang dijalankan oleh masyarakat, tradisi, adat istiadat, yang diwariskan secara turun temurun dari generasi ke generasi. Saat ini Kepaksian Sekala Brak telah menjadi bagian dari pada Majelis Adat Kerajaan Nusantara (MAKN) DK 9+ (Dewan Kerajaan)<ref>https://www.indovoices.com/umum/rapat-terbatas-makn-majelis-adat-kerajaan-nusantara/</ref>.
 
===Sistem Pemerintahan Adat===