| s3 = Samudera Pasai
| year_start = 670
| year_end = 13771177
| date_start =
| date_end =
| symbol_type =
| image_map = Srivijayan Expansion.gif
| image_map_caption = Peta perkembangan Kadatuan Sriwijaya, bermula di [[Kesultanan Palembang]] pada abad ke-7 tahun 670, kemudian menyebar ke sebagian besar wilayah [[Sumatra]] tidak termasuk Lampung, kemudian melakukan ekspansi hingga wilayah [[Jawa]], [[Kepulauan Riau]], [[Bangka Belitung]], [[Singapura]], [[Semenanjung Malaya]] (juga bernama lain Semenanjung Kra), [[Thailand]], [[Kamboja]], [[Vietnam Selatan]], [[Kalimantan]], hingga berakhir sebagai Kerajaan Malayu Dharmasraya di [[Jambi]] pada abad ke-14.
| capital = * [[Taman Purbakala Kerajaan Sriwijaya|Palembang]]<ref name="Cœdès"/>{{rp|25,}}<ref name="Britannica-Srivijaya-Palembang">{{Cite web|url=https://www.britannica.com/place/Indonesia|title=Indonesia - The Malay kingdom of Srivijaya-Palembang|website=Encyclopedia Britannica|language=en|access-date=2019-05-23}}</ref><ref>{{Cite news|url=https://www.thejakartapost.com/adv/2017/11/25/historical-fragments-of-sriwijaya-in-palembang.html|title=Historical fragments of Sriwijaya in Palembang|last=Partogi|first=Sebastian|date=November 25, 2017|work=The Jakarta Post|access-date=23 May 2019}}</ref> <br/>
* [[Dataran Kewu]]
* [[Distrik Chaiya|Chaiya]]
* [[Kompleks Candi Muaro Jambi|Jambi]]
| common_languages = [[Melayu Kuno]], [[Sanskerta]]
| government_type = Monarki
{{Sejarah Indonesia|Kerajaan Hindu-Buddha}}
{{Sejarah Malaysia}}
'''Sriwijaya''' (atau juga disebut '''Śrīvijaya'''; {{lang-jv|ꦯꦿꦷꦮꦶꦗꦪ|Sriwijåyå}}; {{Lang-su|ᮞᮢᮤᮝᮤᮏᮚ|Sriwijaya}}; {{lang-th|ศรีวิชัย, Siwichai}}) adalah Merupakan sebuah negara yang bersistem monarki kedatuan. Artinya dipimpin oleh seorang Datu. Datu adalah sebutan yang umum digunakan di dunia Melayu<ref>https://bobo.grid.id/read/08678896/kedatuan-sriwijaya-kerajaan-maritim-yang-besar</ref>. berdiri di pulau [[Sumatra]] dan banyak memberi pengaruh di Asia Tenggara (khususnya cakupan [[Nusantara]]) dengan daerah kekuasaan membentang sebagian dari [[Sumatra]], [[Kepulauan Riau]], [[Bangka Belitung]], [[Singapura]], [[Semenanjung Malaya]] (juga bernama lain: Semenanjung Kra), [[Thailand]], [[Kamboja]], [[Vietnam Selatan]], [[Kalimantan]], [[Jawa Barat]] dan [[Jawa Tengah]].<ref>{{cite journal
|last=Cœdès|first=George|authorlink=George Cœdès|title=Les inscriptions malaises de Çrivijaya|journal =Bulletin de l'Ecole français d'Extrême-Orient (BEFEO) |year=1930|volume=30|issue=1-2|pages=29-80|url=https://www.persee.fr/doc/befeo_0336-1519_1930_num_30_1_3169}}</ref><ref name="end">{{cite book|last=Munoz|first=Paul Michel|title=Early Kingdoms of the Indonesian Archipelago and the Malay Peninsula|publisher=Editions Didier Millet|year=2006|location=Singapore|url=|doi=|id= ISBN 981-4155-67-5}}</ref> Dalam [[bahasa Sanskerta]], ''sri'' berarti "bercahaya" atau "gemilang", dan ''wijaya'' berarti "kemenangan" atau "kejayaan",<ref name="end" /> maka nama Sriwijaya bermakna "kemenangan yang gilang-gemilang". Lokasi ibukota Sriwijaya dekat dengan [[Kota Palembang]], tepatnya di pinggir [[Sungai Musi]]. Sriwijaya terdiri dari sejumlah [[pelabuhan]] yang saling berhubungan di sekitar [[Selat Malaka]].<ref>{{Cite book|last=Reid|first=Anthony|date=2014|title=Sumatera Tempo Doeloe|location=Depok|publisher=Komunitas Bambu|id=ISBN 979-3731-94-x|}}</ref>
Bukti awal mengenai keberadaan kerajaan ini berasal dari abad ke-7; tahun 670 Masehi seorang pendeta Tiongkok dari [[Dinasti Tang]], [[I Tsing]], menulis bahwa ia mengunjungi Sriwijaya tahun 671 dan tinggal selama 6 bulan.<ref>Gabriel Ferrand, (1922), ''L’Empire Sumatranais de Crivijaya'', Imprimerie Nationale, Paris, “Textes Chinois”</ref><ref name="Takakusu">Junjiro Takakusu, (1896), ''A record of the Buddhist Religion as Practised in India and the Malay Archipelago AD 671-695, by I-tsing'', Oxford, London.</ref> Selanjutnya prasasti yang paling tua mengenai Sriwijaya juga berada pada abad ke-7 tahun 670 Masehi, yaitu [[prasasti Kedukan Bukit]] di [[Kota Palembang|Palembang]], bertarikh 682.<ref>{{cite book|last=Casparis|first=J.G.|authorlink=Johannes Gijsbertus de Casparis|title=Indonesian palaeography: a history of writing in Indonesia from the beginnings to C. A, Part 1500|year=1975|publisher=E. J. Brill|id=ISBN 90-04-04172-9 }}</ref>
Kemunduran pengaruh Sriwijaya terhadap daerah bawahannya mulai menyusut dikarenakan beberapa peperangan<ref name="end" /> di antaranya tahun 1025Kalender Julian, tahun ke-1177 dalam sebutan Masehi (CE) dan Anno Domini (AD), tahun ke-177 pada Milenium ke-2, tahun ke-77 pada Abad ke-12, dan tahun ke- 8 pada dekade 1170-an. serangan [[Rajendra Chola I]] dari [[Koromandel]], selanjutnya tahun 1183 kekuasaan Sriwijaya di bawah kendali kerajaan [[Dharmasraya]].<ref name="Muljana">{{cite book|last=Muljana|first=Slamet|authorlink=Slamet Muljana|title= Sriwijaya|editor= F.W. Stapel|publisher=PT. LKiS Pelangi Aksara|year=2006|location=|pages=|id=ISBN 978-979-8451-62-1 }}</ref>
Setelah keruntuhannya, kerajaan ini terlupakan dan keberadaannya baru diketahui kembali lewat publikasi tahun 1918 dari sejarawan [[Prancis]] [[George Cœdès]] dari ''École française d'Extrême-Orient''.<ref name="Cœdès">{{cite journal
|last=Cœdès|first=George|authorlink=George Cœdès|title=Le Royaume de Çriwijaya|journal =Bulletin de l'Ecole français d'Extrême-Orient (BEFEO)|year=1918|volume=18||issue=6||pages=1-36|url=https://www.persee.fr/doc/befeo_0336-1519_1918_num_18_1_5894}}</ref>
== Catatan sejarah ==
Belum banyak bukti fisik mengenai Sriwijaya yang dapat ditemukan.<ref name="TAYLOR"/> Tidak terdapat catatan lebih lanjut mengenai Sriwijaya dalam sejarah Indonesia; masa lalunya yang terlupakan dibentuk kembali oleh sarjana asing. Tidak ada orang Indonesia modern yang mendengar mengenai Sriwijaya sampai tahun 1920-an, ketika sarjana Prancis [[George Cœdès]] mempublikasikan penemuannya dalam surat kabar berbahasa [[bahasa Belanda|Belanda]] dan [[bahasa Indonesia|Indonesia]].<ref name="TAYLOR">{{cite book|last=Taylor|first=Jean Gelman|title=Indonesia: Peoples and Histories|publisher=Yale University Press|year=2003|location= New Haven and London|url=|doi=|pages=|id= ISBN 0-300-10518-5}}</ref> Coedès menyatakan bahwa referensi Tiongkok terhadap "San-fo-ts'i", sebelumnya dibaca "Sribhoja", dan beberapa prasasti dalam [[bahasa Melayu|Melayu Kuno]] merujuk pada kekaisaran yang sama.<ref>{{cite book|last=Krom|first=N.J.|chapter= Het Hindoe-tijdperk|title= Geschiedenis van Nederlandsch Indië|editor= F.W. Stapel|publisher=N.V. U.M. Joost van den Vondel|year=1938|location= Amsterdam|url=|doi=|pages= vol. I p. 149|id= }}</ref>
[[Berkas:Talang Tuo Inscription.jpg|jmpl|kiri|[[Prasasti Talang Tuwo]], ditemukan di [[Bukit Seguntang]] bercerita tentang dibangunnya taman Śrīksetra.]]
Historiografi Sriwijaya diperoleh dan disusun dari dua macam sumber utama; catatan sejarah Tiongkok dan sejumlah prasasti batu Asia Tenggara yang telah ditemukan dan diterjemahkan. Catatan perjalanan biksu peziarah [[I Ching]] sangat penting, terutama dalam menjelaskan kondisi Sriwijaya ketika ia mengunjungi kerajaan itu selama 6 bulan pada tahun 671. Sekumpulan prasasti ''siddhayatra'' abad ke-7 tahun 670 Masehi yang ditemukan di Palembang dan Pulau Bangka juga merupakan sumber sejarah primer yang penting. Di samping itu, kabar-kabar regional yang beberapa mungkin mendekati kisah legenda, seperti [[Kerajaan Sabak|]] Kisah mengenai Maharaja Javaka dan Raja Khmer]] jugaKhmerjuga memberikan sekilas keterangan. Selain itu, beberapa catatan musafir India dan Arab juga menjelaskan secara samar-samar mengenai kekayaan raja Zabag yang menakjubkan.{{citation needed}}
Selain berita-berita diatas tersebut, telah ditemukan oleh Balai Arkeologi [[Palembang]] sebuah perahu kuno yang diperkirakan ada sejak masa awal atau proto Kerajaan Sriwijaya di Desa Sungai Pasir, Kecamatan Cengal, [[Kabupaten Ogan Komering Ilir]], [[Sumatra Selatan]].<ref name="detik">{{cite news|title=Perahu Kuno Kerajaan Sriwijaya Ditemukan di Sumatra Selatan|first=Taufik|last=Wijaya|url=http://news.detik.com/read/2012/03/24/173813/1875495/10/perahu-kuno-kerajaan-sriwijaya-ditemukan-di-sumatera-selatan|newspaper=Detik|date=24 March 2012|accessdate=20 April 2012}}</ref> Sayang, kepala perahu kuno itu sudah hilang dan sebagian papan perahu itu digunakan justru buat [[jembatan]]. Tercatat ada 17 keping perahu yang terdiri dari bagian lunas, 14 [[papan]] [[perahu]] yang terdiri dari bagian badan dan bagian [[buritan]] untuk menempatkan kemudi.<ref name="detik"/> Perahu ini dibuat dengan teknik pasak kayu dan papan ikat yang menggunakan tali ijuk. Cara ini sendiri dikenal dengan sebutan teknik tradisi Asia Tenggara. Selain bangkai perahu, ditemukan juga sejumlah artefak-artefak lain yang berhubungan dengan temuan perahu, seperti tembikar, keramik, dan alat kayu.<ref name="detik"/>
Kedatuan Sriwijaya menjadi simbol kebesaran Sumatra awal, dan kerajaan terbesar [[Nusantara]]. Pada abad ke-20, kedua kerajaan tersebut menjadi referensi oleh kaum nasionalis untuk menunjukkan bahwa [[Indonesia]] merupakan satu kesatuan negara sebelum [[Hindia Belanda|kolonialisme Belanda]].<ref name="TAYLOR"/>
Kedatuan Sriwijaya disebut dengan berbagai macam nama. OrangSuku Tionghoa menyebutnya ''Shih-li-fo-shih'' atau ''San-fo-ts'i'' atau ''San Fo Qi''. Dalam bahasa Sanskerta dan bahasa Pali, kerajaan Sriwijaya disebut ''Yavadesh'' dan ''Javadeh''. Bangsa Arab menyebutnya ''Zabaj''{{sfn|Sucipto|2009|p=30}} dan Khmer menyebutnya ''Malayu''. Banyaknya nama merupakan alasan lain mengapa Sriwijaya sangat sulit ditemukan.<ref name="end" /> Sementara dari peta [[Claudius Ptolemaeus|Ptolemaeus]] ditemukan keterangan tentang adanya 3 pulau ''Sabadeibei'' yang kemungkinan berkaitan dengan Kedatuan Sriwijaya.<ref name="Muljana"/>
== Pusat Sriwijaya ==
Menurut [[Prasasti Kedukan Bukit]], yang bertarikh 605 Saka (atau 683 M)Masehi, Kadatuan Sriwijaya pertama kali didirikan di sekitar Kesultanan Palembang, di tepian [[Sungai Musi]]. Prasasti ini menyebutkan bahwa [[Dapunta Hyang]] Sri JayanasaJayanaga berasal dari Minanga Tamwan. Lokasi yang tepat dari Minanga Tamwan masih diperdebatkan. Teori Palembang sebagai tempat di mana Sriwijaya pertama kali bermula diajukan oleh Coedes dan didukung oleh Pierre-Yves Manguin. Selain Palembang, tempat lain seperti [[Muaro Jambi]] (Sungai Batanghari, Jambi) dan [[Muara Takus]] (pertemuan Sungai Kampar Kanan dan Kiri, Riau) juga diduga sebagai ibu kota Kedatuan Sriwijaya.
[[Berkas:Srivijaya Archaeological Park Palembang Indonesia.svg|jmpl|kiri|[[Taman Purbakala KerajaanKedatuan Sriwijaya]] (warna hijau) terletak di sebelah barat daya pusat kota [[Palembang]]. Situs ini membentuk poros yang menghubungkan [[Bukit Seguntang]] dan tepian [[Sungai Musi]].]]
Berdasarkan observasi sekitar tahun 1993, Pierre-Yves Manguin menyimpulkan bahwa pusat Kedatuan Sriwijaya berada di [[Sungai Musi]] antara [[Bukit Seguntang]] dan Sabokingking (terletak di provinsi [[Sumatra Selatan]] sekarang), tepatnya di sekitar situs Karanganyar yang kini dijadikan [[Taman Purbakala Kerajaan Sriwijaya]].<ref name="end"/> Pendapat ini didasarkan dari foto udara tahun 1984 yang menunjukkan bahwa situs Karanganyar menampilkan bentuk bangunan air, yaitu jaringan kanal, parit, kolam serta pulau buatan yang disusun rapi yang dipastikan situs ini adalah buatan manusia. Bangunan air ini terdiri atas kolam dan dua pulau berbentuk bujur sangkar dan empat persegi panjang, serta jaringan kanal dengan luas areal meliputi 20 hektare. Di kawasan ini ditemukan banyak peninggalan purbakala yang menunjukkan bahwa kawasan ini pernah menjadi pusat permukiman dan pusat aktivitas manusia.<ref name="Dinas Pendidikan Provinsi Sumatra Selatan">Ahmad Rapanie, Cahyo Sulistianingsih, Ribuan Nata, "Kerajaan Sriwijaya, Beberapa Situs dan Temuannya", Museum Negeri Sumatra Selatan, Dinas Pendidikan Provinsi Sumatra Selatan.</ref>
Namun sebelumnya [[Soekmono]] berpendapat bahwa pusat Kedatuan Sriwijaya terletak pada kawasan sehiliran [[Batang Hari]], antara Muara Sabak sampai ke Muara Tembesi (di provinsi [[Jambi]] sekarang),<ref name="Muljana"/> dengan catatan [[Kerajaan Melayu|Malayu]] tidak berada di kawasan tersebut. Jika Malayu berada pada kawasan tersebut, ia cendrung kepada pendapat Moens,<ref name="Soekmono2">{{cite book|last=Soekmono|first=R.|authorlink=Soekmono|title=Pengantar sejarah kebudayaan Indonesia 2|year=2002|publisher=Kanisius|id=ISBN 979-413-290-X }}</ref> yang sebelumnya juga telah berpendapat bahwa letak dari pusat kerajaanKedatuan Sriwijaya berada pada kawasan [[Candi Muara Takus]] (provinsi [[Riau]] sekarang), dengan asumsi petunjuk arah perjalanan dalam catatan [[I Tsing]],<ref name="Poesponegoro">Marwati Djoened Poesponegoro, Nugroho Notosusanto, (1992), ''Sejarah nasional Indonesia: Jaman kuno'', PT Balai Pustaka, ISBN 979-407-408-X</ref> serta hal ini dapat juga dikaitkan dengan berita tentang pembangunan candi yang dipersembahkan oleh rajaKedatuan Sriwijaya (''Se li chu la wu ni fu ma tian hwa'' atau Sri Cudamaniwarmadewa) tahun 1003 kepada kaisar Tiongkok yang dinamakan ''cheng tien wan shou'' (Candi Bungsu, salah satu bagian dari candi yang terletak di Muara Takus).<ref name="ReferenceA">''Forgotten Kingdoms in Sumatra'', Brill Archive</ref> [[Poerbatjaraka]] mendukung pendapat Moens. Ia berpendapat bahwa ''Minanga Tamwan'' disamakan dengan daerah pertemuan [[Sungai Kampar]] Kanan dan Kampar Kiri, Riau, tempat di mana Candi Muara Takus kini berdiri. Menurutnya, kata ''tamwan'' berasal dari kata "temu", lalu ditafsirkannya "daerah tempat sungai bertemu".<ref>{{Cite book|url=https://books.google.co.id/books?id=Qo80AAAAIAAJ&q=minanga+tamwan+pertemuan+sungai+kampar+kiri+dan+kanan+Poerbatjaraka&dq=minanga+tamwan+pertemuan+sungai+kampar+kiri+dan+kanan+Poerbatjaraka&hl=id&sa=X&ved=0ahUKEwjBm9Hu2vLXAhVGQ48KHQywC2sQ6AEIJjAA|title=Sejarah nasional Indonesia: Jaman kuno|date=1975|publisher=Departemen Pendidikan dan Kebudayaan|language=id}}</ref> Namun yang pasti pada masa penaklukan oleh [[Rajendra Chola I]], berdasarkan [[prasasti Tanjore]], Kedatuan Sriwijaya telah beribu kota di ''Kadaram'' ([[Kedah]] sekarang).<ref name="Muljana"/>
Akan tetapi, pada tahun 2013, penelitian arkeologi yang digelar oleh [[Universitas Indonesia]] menemukan beberapa situs keagamaan dan tempat tinggal di [[Kompleks Candi Muaro Jambi|Muaro Jambi]]. Hal ini menunjukkan bahwa pusat awal Kedatuan Sriwijaya tidak mungkin terletak di [[Kabupaten Muaro Jambi]], [[Jambi]] pada tepian sungai [[Batang Hari]], dan bukanlah di Sungai Musi seperti anggapan sebelumnya.<ref>{{cite web |url=http://koran-jakarta.com/index.php/detail/view01/124087/hl |title=Peneliti UI Temukan Bukti Kerajaan Sriwijaya di Jambi |language=Indonesian |date=15 July 2013 |access-date=2016-08-20 |archive-date=2017-01-22 |archive-url=https://web.archive.org/web/20170122083923/http://www.koran-jakarta.com/index.php/detail/view01/124087/hl |dead-url=yes }}</ref> Situs arkeologi mencakup delapan candi yang sudah digali, di kawasan seluas sekitar 12 kilometer persegi, membentang 7,5 kilometer di sepanjang Sungai Batang Hari, serta 80 ''menapo'' atau gundukan reruntuhan candi yang belum dipugar.<ref>{{cite web|url=http://lovejambi.com/wisata-unik-di-candi-muaro-jambi.html|title=Muaro Jambi Temple: The Legacy of Ancient Jambi|date=25 September 2011|access-date=2016-08-20|archive-date=2013-06-30|archive-url=https://web.archive.org/web/20130630104221/http://lovejambi.com/wisata-unik-di-candi-muaro-jambi.html|dead-url=yes}}</ref><ref name=Temple>{{cite web|url=http://www.thejakartapost.com/news/2014/11/25/muarajambi-temple-jambi-s-monumental-mystery.html |title=Muarajambi Temple: Jambi’s monumental mystery |author=Syofiardi Bachyul Jb |date=November 25, 2014}}</ref> Situs Muaro Jambi bercorak Buddha Mahayana-Wajrayana. Hal ini menunjukkan bahwa situs tersebut adalah pusat pembelajaran Buddhis, yang dikaitkan dengan tokoh cendekiawan Buddhis terkenal [[Dharmarakshita (Sumatra)|Suvarṇadvipi Dharmakirti]] dari abad ke-10. Catatan sejarah dari Tiongkok juga menyebutkan bahwa Kedatuan Sriwijaya menampung ribuan biksu.{{citation needed}}
Teori lain mengajukan pendapat bahwa [[Dapunta Hyang]] berasal dari pantai timur [[Semenanjung MalayaMalaka]], bahwa [[Chaiya]] di [[Surat Thani]], [[Thailand Selatan]] adalah pusat kerajaan Sriwijaya.<ref>{{cite web |url=http://www7.plala.or.jp/seareview/newpage6Sri2011Chaiya.html |title=Śrīvijaya―towards ChaiyaーThe History of Srivijaya |author=Takashi Suzuki |date=25 December 2012 |work = |publisher= |accessdate =6 March 2013 }}</ref> Ada pula pendapat yang menyatakan bahwa nama kota Chaiya berasal dari kata "Cahaya" dalam bahasa Melayu. Ada pula yang percaya bahwa nama ''Chaiya'' berasal dari Sri Wi'''jaya''', dan kota ini adalah pusat Kedatuan Sriwijaya. Teori ini kebanyakan didukung oleh sejarahwan Thailand,<ref>{{cite journal |url=http://www.siamese-heritage.org/jsspdf/1971/JSS_062_1m_ChandChirayuRajani_ReviewArticleBackgroundToSriVijaya.pdf |title= Background To The Sri Vijaya Story-Part |author=Chand Chirayu Rajani |journal=Journal of the Siam Society |volume=62 |year=1974 |pages=174–211 }}</ref> meskipun secara umum teori ini dianggap kurang kuat.
== Sejarah ==
|