Maksimus Pengaku Iman: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Baris 44:
Saat Maksimus tinggal di Kartago, timbul kontroversi tentang bagaimana memahami interaksi antara kodrat insani dan kodrat ilahi di dalam [[Inkarnasi (Kekristenan)|pribadi]] [[Yesus]]. Debat kristologis ini merupakan buntut dari selisih paham yang timbul seusai penyelenggaraan [[Konsili Nikea I]] tahun 325, dan kian meruncing seusai penyelenggaraan [[Konsili Kalsedon]] tahun 451. [[Monotelitisme]] (paham kehendak tunggal) digagas sebagai jalan tengah guna merukunkan golongan pengusung [[Diofisitisme]] dengan golongan pengusung [[Miafisitisme]] yang yakin bahwa Diofisitisme secara konseptual tidak dapat dibedakan dari [[Nestorianisme]]. Pengusung Monotelitisme menganut ajaran Konsili Kalsedon tentang [[persatuan hipostatik|kemanunggalan hipostatis]], yakni ajaran bahwa kodrat ilahi dan kodrat insani manunggal di dalam pribadi Kristus. Meskipun demikian, pengusung Monotelitisme melangkah lebih jauh lagi dengan mengajarkan bahwa Kristus hanya memiliki kehendak ilahi, dan tidak memiliki kehendak insani.
Monotelitisme dipromulgasi [[Sergius I dari Konstantinopel|Batrik Konstantinopel Sergius I]] bersama [[Pirus dari Konstantinopel|Pirus]], sahabat sekaligus pengganti Maksimus selaku abas biara Krisopolis.<ref>{{CathEncy|wstitle=St. Maximus of Constantinople}}: "Tindakan pertama Santo Maksimus yang kita ketahui dalam perkara ini adalah mengirim sepucuk surat kepada Pirus, yang ketika itu adalah seorang abas di Krisopolis ..."</ref> Sesudah Batrik Sergius mangkat pada tahun 638, Pirus menjadi Batrik Konstantinopel menggantikannya, tetapi dipecat tidak lama kemudian lantaran alasan politik. Semasa menjalani hukuman pengasingannya dari Konstantinopel, Pirus dan Maksimus menggelar debat terbuka mengenai Monotelistisme. Di dalam acara debat yang disaksikan uskup-uskup Afrika Utara itu, Maksimus mempertahankan pendiriannya bahwa Yesus memiliki kehendak ilahi maupun kehendak insani. Pirus
Maksimus mungkin tetap tinggal di Roma, karena ia hadir saat [[Paus Martinus I]] yang baru saja terpilih menggelar [[Konsili Lateran tahun 649]] di [[Basilika Santo Yohanes Lateran|Basilika Lateran]], Roma.<ref>"Maximus the Confessor", dalam ''The Westminster Dictionary of Church History'', Jerald Brauer (penyunting), Philadelphia, Westminster Press, 1971 ({{ISBN|0-664-21285-9}}). Pada umumnya konsili dikenal dengan sebutan [[Sinode Lateran]] yang pertama atau yang kedua, dan tidak diakui sebagai sebuah [[konsili Oikumenis|Konsili Ekumenis]].</ref> Dengan suara bulat, 105 orang uskup yang hadir mengutuk Monotelitisme di dalam akta resmi persidangan, yang diyakini sebagian pihak ditulis Maksimus.<ref>Sebagai contoh, Gerald Berthold, "Maximus Confessor" dalam ''Encyclopedia of Early Christianity'', (New York:Garland, 1997) ({{ISBN|0-8153-1663-1}}).</ref> Di kota Roma pula Paus Martinus dan Maksimus ditangkap pada 653 atas titah Kaisar [[Konstans II]], yang mendukung doktrin Monotelitisme. Sri Paus diputuskan bersalah tanpa didili, dan wafat sebelum diberangkatkan ke ibu kota kekaisaran.<ref>David Hughes Farmer, ''The Oxford Dictionary of the Saints'', Oxford, Oxford University Press, 1987, hlm. 288 ({{ISBN|0-19-869149-1}}). Akibat kejadian ini, Paus Martinus I menjadi [[Paus (Gereja Katolik)|Uskup Roma]] terakhir yang dihormati sebagai martir.</ref>
|