Rumah Bubungan Tinggi: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Fdlystry (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Fdlystry (bicara | kontrib)
Makna Filosofis: Penambahan konten
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler pranala ke halaman disambiguasi
Baris 15:
 
== Makna Filosofis ==
Meskipun '''[[Suku Banjar''']] sekarang adalah suku yang berdiri sendiri dengan adat budaya berlandaskan unsur keagamaan Islam yang kuat. Namun banyak sekali adat-istiadatnya yang masih mempertahankan tradisi leluhurnya ('''[[Dayak''']] '''[[Kaharingan''']]), diantaranya adalah Rumah Adat Bubungan Tinggi.
 
Rumah Adat Bubungan Tinggi merupakan lambang mikrokosmos dalam makrokosmos yang besar. Penghuni seakan-akan tinggal di '''[[dunia tengah''']] yang diapit oleh '''[[dunia atas''']] yang dilambangkan dengan atap / bubungan dan '''[[dunia bawah''']] yang dilambangkan dengan bentuk rumah panggung / barumahan, dimana mereka hidup dalam keluarga yang besar sedang kesatuan dari dunia atas dan dunia bawah melambangkan Mahatala dan Jatha.
 
Rumah Banjar Bubungan Tinggi melambangkan persatuan dan harmoni dunia atas dan dunia bawah dalam Dwitunggal Semesta seperti halnya kepercayaan suku-suku '''[[dayak''']].
 
Pada peradaban agraris, rumah dianggap sakral/keramat karena dianggap sebagai tempat bersemayam secara gaib oleh para Dewata seperti pada Rumah Balai '''[[Suku Dayak Meratus''']] (Banjar arkhais) yang berfungsi sebagai rumah ritual.
 
Pada masa kerajaan Nagara Dipa, sosok nenek moyang diwujudkan dalam bentuk patung pria dan wanita yang dipuja dan ditempatkan dalam istana. Pemujaan arwan nenek moyang yang berwujud pemujaan Maharaja Suryanata dan Putri Junjung Buih merupakan simbol persatuan alam atas dan alam bawah dalam kepercayaan '''[[Kaharingan''']]-'''[[Hindu''']].
Suryanata sebagai manifestasi Dewa Matahari ('''[[Dewa Surya''']]) dalam unsur '''[[Hindu''']]. Matahari yang selalu dinanti terbitnya dari ufuk timur sebagai sumber kehidupan. Sedang Putri Junjung Buih merupakan lambang air, sekaligus lambang kesuburan dan tanah dalam unsur '''[[Kaharingan''']] Banjar.
 
Pada arsitektur Rumah Bubungan Tinggi pengaruh unsur-unsur itu masih dapat ditemukan. Bentuk ukiran burung '''[[enggang''']] dan '''[[naga''']] yang disamarkan (didestilir) juga merupakan simbol perpaduan alam atas dan alam bawah.
 
Wujud bentuk Rumah Bubungan Tinggi dengan atapnya yang menjulang ke atas merupakan citra dasar dari sebuah [[pohon hayat]] yang merupakan lambang kosmis. [[Pohon Hayat]] merupakan simbol kesatuan dimensi-dimensi dari satu-kesatuan semesta. Ukiran tumbuh-tumbuhan yang subur pada '''tawing halat''' (sekateng) merupakan perwujudan filosofi Pohon Kehidupan (Batang Garing) dalam kepercayaan suku [[Dayak]] [[Kaharingan]].
Selain itu, atap yang menjulang juga merupakan citra sebuah payung yang melambangkan orientasi kekuasaan ke atas. Payung juga merupakan perlambang kebangsawanan yang biasa menggunakan payung kuning sebagai perangkat kerajaan sebagai tanda martabat dan kemewahan Kerajaan Banjar.
Wujud bentuk Rumah yang simetris yang terlihat pada bentuk sayap bangunan (Anjung) yang terdiri atas Anjung Kanan dan Anjung Kiwa sekilas sangat mirip dengan bentuk rumah adat [[Suku Dayak Maanyan]]. Hal ini berkaitan dengan filosofi simetris (seimbang) dalam pemerintahan Kerajaan Banjar, yang membagi kementrian menjadi '''Mantri Panganan''' (Kelompok Menteri Kanan) dan '''Mantri Pangiwa''' (Kelompok Menteri Kiri) masing-masing terdiri atas empat menteri. Mantri Panganan bergelar '''Patih''' dan Mantri Pangiwa bergelar '''Sang''', tiap tiang menteri memiliki pasukan masing-masing.
 
== Ciri-Ciri ==