Lex loci solutionis: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Notarianto (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Notarianto (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 1:
Asas ini berangkat dari teori dasar ''locus regit actum'', yang kemudian disempurnakan dengan ''lex loci solutionis'' yang melihat bahwa hukum yang berlaku dari suatu perjanjian adalah tempat dimana suatu perjanjian dilaksanakan,<ref name=":0">{{Cite book|last=Purwadi|first=Ari|date=2016|title=Dasar-Dasar Hukum Perdata Internasional|location=Surabaya|publisher=Pusat Pengkajian Hukum dan Pembangunan (PPHP)
Fakultas Hukum Universitas Wijaya Kusuma Surabaya|pages=172|url-status=live}}</ref> namun asas ini peranannya jarang digunakan karena jarang digunakan. Asas ''lex loci solutionis'' sendiri sebenarnya variasi dari penerapan ''locus regit actum'' yang fungsinya untuk menyelesaikan permasalahan kontrak,<ref name=":0" /> yang mana dalilnya adalah tempat pelaksanaan perjanjian adalah tempat yang lebih relevan dengan kontrak dibandingkan tempat pembuatan perjanjian.<ref name=":1">{{Cite book|last=Seto|first=Bayu|date=2013|title=Dasar-Dasar Hukum Perdata Internasional|location=Bandung|publisher=PT. Citra Aditya Bakti|pages=272|url-status=live}}</ref> Teori mengenai perjanjian dicoba dikonkritkan oleh Morris melalui teorinya yang bernama ''The Proper Law of Contract,'' atau hukum yang layak bagi kontrak. Teori ini berisi sistem hukum yang dikehendaki oleh para pihak, atau apabila kehendak yang dimaksud tidak diatur secara tegas atau tidak dapat diketahui dari keadaan sekitar, maka ''The Proper Law of Contract'' ini bedasarkan sistem hukum yang paling erat dan nyata dengan transaksi yang terjadi.<ref>{{Cite book|last=Khairandy|first=Ridwan|date=1999|title=Pengantar Hukum Perdata Internasional
Indonesia|location=Yogyakarta|publisher=Gama Media|pages=114|url-status=live}}</ref>
 
Bedasarkan hal tersebut, meski kontrak sah di tempat pembuatannya, hal ini tidak berlaku apabila bertentangan dengan sistem hukum di tempat pelaksanaan kontrak. Meski menemui titik terang, titik gelap yang lain tetap terjadi ketika suatu kontrak dilaksanakan di tempat-tempat yang berbeda. Namun hal ini bisa dilakukan dengan meundukkan kontrak dengan sistem hukum yang berbeda-beda.<ref name=":1" /> Asas ini kemudian disempurnakan menjadi masih memungkinkan untuk menundukkan suatu kontrak pada berbagai sistem hukum yang berbeda (''depecage''), meski akan menyulitkan pengadilan untuk menyelesaikan permasalahan yang ada. Asas ini termasuk pendekatan Tradisional Hukum Perdata Internasional.