Iskandar Alisjahbana: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan |
Tidak ada ringkasan suntingan |
||
Baris 20:
Pada tahun-tahun sebelumnya lulusan ITB sebagian besar bekerja di pemerintah sebagai pegawai negri. Beliau mendorong para insinyur yang baru lulus untuk berwiraswasta, berfikir bebas, membuka usaha baru. Mungkin dengan latar belakang inilah beliau merasa tidak cocok untuk tetap menjadi rektor yang pada saat itu ditutup untuk me-"netralisir" kampus dari kegiatan politik.
Baris 37 ⟶ 34:
Iskandar Alisjahbana ke lokasi pembangunan stasiun relai di Tangkuban
Perahu pada tahun 1963.
Beliau dengan beberapa dosen elektro
Institut Teknologi Bandung (ITB) bersama kalangan pengusaha lain dari
Baris 42 ⟶ 40:
itu saya masih duduk di kelas III SMA. Beliau lebih dikenal dengan
sebutan Pak Is. Sebenarnya Pak Is adalah teman orangtua saya. Kegiatan
pembangunan stasiun
saya untuk mengenal sosok Pak Is lebih dalam, dan turut menentukan
jalan hidup saya di kemudian hari. Ketika saya lulus SMA, beliaulah
Baris 52 ⟶ 50:
Di luar berbagai mata kuliah itu yang lebih kuat terekam dari sosok Pak Is
adalah ikhtiarnya, yang tidak kenal lelah, untuk mencetak mahasiswa
sebagai sosok berkepribadian—meminjam istilah Pak Is—dan berkecerdasan yang utuh. Pribadi yang utuh ini merujuk pada kemampuan si mahasiswa dalam menyerap ilmu pengetahuan di kampus dan menerapkannya
pada kehidupan yang bersang- kutan dengan harapan memberi manfaat bagi
orang banyak.
Baris 61 ⟶ 57:
bisa dicapai dengan membangun semangat entrepreneurship. Contoh tero-
bosan inovasi dan semangat ke- wirausahaan itu antara lain melalui
gagasannya dalam pem- bangunan stasiun relai di
tersebut.
saya ingat: ”... dalam entrepreneurship ada values yang memberikan
apresiasi kepada fairness, competitiveness, dan creativeness.”
Baris 80 ⟶ 75:
Pak Is juga saya kenal sebagai sosok yang humanis. Ada salah satu peristiwa
yang saya tidak pernah lupa. Kejadiannya
api Parahyangan jurusan Jakarta- Bandung. Waktu itu saya sudah kuliah
selama delapan tahun di ITB, tetapi belum lulus-lulus juga karena sibuk
cari proyek untuk dapatkan uang. Begitu men- dengar cerita saya ini,
Pak Is lantas menghela napas dan mengatakan, ”Sudahlah Pin, hentikan
kerjaan-kerjaan
sekolahmu dulu. Kalau kamu kurang uang nanti saya pinjamkan uang.”
Dorongan-dorongan seperti itulah yang membuat saya
Sampai saat-saat beliau sudah lanjut usianya, tidak henti-hentinya Pak Is memberikan dorongan-dorongan kepada yu- niornya di kampus, murid-muridnya dan orang-orang muda yang ia temui untuk selalu berusaha lebih kreatif, selalu mencari jalan, rajin mencari terobosan baru, kalau perlu terobosan itu jauh ke depan atau leap frogging untuk kemajuan bangsa dan negara.
Baris 99 ⟶ 94:
bagaimana teknik mengolah sampah supaya tidak bau dan berguna untuk
hal-hal lain bagi masyarakat. Kenapa kok seperti tidak berbuat apa-apa?”
Begitulah sosok Pak Is. Ia tidak akan segan mengutarakan apa yang ada dalam▼
▲sosok Pak Is. Ia tidak akan segan mengutarakan apa yang ada dalam
pikirannya kepada siapa pun begitu melihat Bandung, kota yang
dicintainya tampak kotor dan jorok oleh sampah.
Tiga isu besar
Pertemuan terakhir saya dengan Pak Is berlangsung di sela-sela kuliah umum yang
saya berikan di aula barat ITB akhir Oktober lalu. Kegiatan ini
sebenarnya adalah tindak lanjut dari permintaan beliau yang
menginginkan saya untuk bisa sharing pengalaman, pencapaian, dan
harapan dalam
pangan, dan edukasi.
Sebelum kuliah umum
sempatkan waktu untuk berdiskusi dengan Pak Is membahas tiga materi
besar tersebut. Rupanya visi dan pikiran beliau jauh ke depan, begitu
|