Awan noktilusen: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
k Bot: +{{Authority control}} |
Tidak ada ringkasan suntingan |
||
Baris 1:
[[Berkas:Landskrona Noctilucent.jpg|jmpl|300x300px|Awan noktilusen yang terjadi di
'''Awan noktilusen''' '''(NLC)''' atau '''awan bersinar''' adalah [[awan]] yang membiaskan cahaya ketika [[matahari]] telah tenggelam. Awan tersebut kerap muncul dengan keadaan tidak jelas dan tidak hanya dengan warna biru saja. Namun, terkadang dapat berwarna merah, hijau, kuning, putih keperakan, bahkan tidak berwarna. Awan yang mengiluminasi [[langit]] dengan sumber [[cahaya]] tidak tampak ini terbentuk dari kristal es yang memiliki diameter sebesar 100 [[nanometer]]. Menurut para ilmuwan, awan tersebut juga dapat terbentuk dari uap air, debu [[meteor]], dan debu gunung berapi. Berbeda dengan awan lainnya yang terdapat di lapisan [[troposfer]] atau lapisan [[atmosfer]] yang terdekat dengan [[bumi]], awan noktilusen terletak sekitar 80-85 kilometer di lapisan [[mesosfer]] atau lapisan atmosfer ketiga.
Baris 5:
Menurut American Geophysical Union, awan noktilusen merupakan awan tertinggi yang berada di atmosfer bumi dan dianggap sebagai awan polar mesosfer.<ref>{{Cite web|url=https://sains.kompas.com/read/2018/09/24/193400423/awan-biru-elektrik-langka-tertangkap-kamera-nasa-apa-artinya-|title=Awan Biru Elektrik Langka Tertangkap Kamera NASA, Apa Artinya?|last=Sartika|first=Resa Eka Ayu|date=24 September 2018|website=Kompas|access-date=24 Desember 2019}}</ref><ref name=":4">{{Cite web|url=https://www.liputan6.com/global/read/4003038/nasa-temukan-awan-hantu-gumpalan-sisa-meteor-yang-berpendar-biru|title=NASA Temukan Awan Hantu, Gumpalan Sisa Meteor yang Berpendar Biru|last=Augesti|first=Afra|date=2 Juli 2019|website=Liputan 6|access-date=25 Desember 2019}}</ref><ref name=":3" /> Awan ini berbentuk menyerupai [[awan sirus]] yang tipis dan memantulkan cahaya matahari.<ref name=":5">{{Cite web|url=https://nationalgeographic.grid.id/read/131773702/awan-es-biru-yang-terbuat-dari-meteor-dan-hanya-bersinar-di-malam-hari|title=Awan Es Biru yang Terbuat dari Meteor dan Hanya Bersinar di Malam Hari|last=Widyaningrum|first=Gita Laras|date=3 Juli 2019|website=National Geographic Indonesia|access-date=24 Desember 2019}}</ref>{{sfnp|Wirjohamidjojo|1985||p=12–13|ps=}}{{sfnp|Wirjohamidjojo, dkk|2004||p=23|ps=}} Adapun warna dari awan itu bervariasi, yaitu merah, hijau, kuning, putih seperti perak, dan kadang-kadang tidak berwarna.{{sfnp|Wirjohamidjojo|1985||p=12–13|ps=}} Suryanto dan Luthfian (peneliti dari [[Universitas Gadjah Mada]]) mengkategorikan awan tersebut ke dalam jenis awan nontroposferik karena berada 80-85 kilometer atau sekitar 250.000-280.000 kaki di lapisan mesosfer.{{sfnp|Suryanto|Luthfian|2019|p=74|ps=}} Awan-awan nontroposferik seperti awan noktilusen dan [[awan nakreus]] tersusun atas kristal-kristal es dan titik-titik air super dingin yang berasal dari meteor atau pemecahan molekul gas metana.{{sfnp|Gadsden|Schröder|1989|p=138–139|ps=}}{{sfnp|Suryanto|Luthfian|2019|p=78|ps=}}
Awan yang jarang terjadi dan dapat terbentuk dari kristal es ini lebih sering terlihat{{efn|Beberapa awan noktilusen pernah muncul sekitar pukul 15.00-16.00. Namun, warnanya lebih redup dan tidak lebih bagus apabila muncul pada saat matahari telah terbenam ({{harvnb|Roth|2009|pp=535}}).}} saat matahari telah terbenam,<ref name=":3">{{Cite web|url=https://www.liputan6.com/global/read/4064942/tragedi-911-hingga-petak-umpet-bulan-5-foto-menakjubkan-dari-angkasa-luar|title=Tragedi 9/11 Hingga Petak Umpet Bulan, Lima Foto Menakjubkan dari Angkasa Luar|last=Augesti|first=Afra|date=17 September 2019|website=Liputan 6|language=id|access-date=23 Desember 2019}}</ref>{{sfnp|Hari|2019||p=45|ps=}} terutama ketika matahari berada di antara 5<sup>0</sup>-13<sup>0</sup> di bawah cakrawala.{{sfnp|Wirjohamidjojo|1993||p=26|ps=}} Awan itu juga hanya muncul ketika musim panas saja – saat atmosfer atas mulai mendingin dan atmosfer bawah menghangat,<ref name=":4" /><ref name=":5" /> yaitu pertengahan bulan
== Pembentukan ==
Awan noktilusen terbentuk{{efn|Proses pembentukan awan pada dasarnya sama dengan proses pembentukan kabut. Adapun yang menjadi perbedaannya adalah proses pembentukan awan melibatkan lebih banyak lapisan udara dibandingkan dengan kabut. Walaupun demikian, hasil prediksi awan secara numerik lebih banyak tersedia dan memiliki akurasi lebih tinggi dibandingkan dengan hasil prediksi kabut. Hal ini disebabkan karena penelitian mengenai awan lebih intensif dibandingkan dengan penelitian kabut, meskipun keduanya dimulai sejak awal abad ke-20 ({{harvnb|Suryanto|Luthfian|2019|pp=70}}).}} dari penguapan air, tetapi penguapan tersebut menghasilkan partikel-partikel padat berupa debu. Adapun sumber debu dalam awan itu diperkirakan berasal dari serpihan meteor yang melintas dan memasuki atmosfer bumi ataupun letusan gunung berapi yang berada di lapisan troposfer, sedangkan uap airnya diperkirakan berasal dari pembuangan pesawat luar angkasa yang biasanya dilepaskan
== Penelitian ==
Penelitian tentang awan ini pertama kali dilakukan setelah dua tahun meletusnya [[Krakatau|Gunung Krakatau]], yaitu pada
Para ilmuwan meyakini bahwa ada debu di dalam awan ini yang berasal dari material luar angkasa, tepatnya asap meteor. Selain itu, mereka juga menduga bahwa perwujudan dari fenomena tersebut juga terkait dengan debu vulkanik.<ref name=":0" /><ref name=":1" /> Menurut James Russell (ilmuwan atmosfer dari Universitas Hampton, Virginia), penemuan debu dalam awan ini mendukung teori yang menyatakan bahwa debu meteor adalah agen nukleasi{{efn|Nukleasi adalah peristiwa umum yang terjadi di atmosfer bumi yang lebih rendah ketika debu dapat bertindak sebagai titik pengumpulan serupa untuk kristal es, tetesan air, dan kepingan salju yang muncul di sekitarnya ({{harvnb|Bone|2007|pp=159-160}}).}} terkait terbentuknya awan noktilusen.<ref name=":4" /> T.W. Backhouse (ilmuwan dari Jerman) juga menemukan adanya filamen tipis bercahaya biru listrik di langit
== Galeri ==
|