Kerajaan Pagaruyung: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Rahmatdenas (bicara | kontrib) k Suntingan Rini milia fitriani (bicara) dibatalkan ke versi terakhir oleh Rahmatdenas Tag: Pengembalian |
k Membalikkan revisi 19139438 oleh Rahmatdenas (bicara)~~~~ Tag: Dikembalikan |
||
Baris 19:
|flag_p2 =
|flag_s1 = Flag of the Netherlands.svg
|year_start =
|year_end = 1825
|date_start =
Baris 34:
}}
'''Kerajaan Pagaruyung''' ([[bahasa Minangkabau]]: ''Karajaan Pagaruyuang'') adalah kerajaan yang pernah berdiri di Sumatra
Sebelumnya kerajaan ini tergabung dalam '''[[Malayapura]]''',<ref name="de Casparis">{{cite book|last=Casparis|first= J.G.|authorlink=Johannes Gijsbertus de Casparis|title=Indonesian palaeography: a history of writing in Indonesia from the beginnings to C. A, Part 1500|publisher= E. J. Brill|year= 1975|id= ISBN 978-90-04-04172-1}}</ref> sebuah kerajaan yang pada [[Prasasti Amoghapasa]] disebutkan dipimpin oleh [[Adityawarman]],<ref>Mhd. Nur, et al. (2016) "[http://repositori.kemdikbud.go.id/10454/1/ST.BAGAGARSYAH.pdf Perjuangan Sultan Alam Bagagar Syah Dalam Melawan Penjajah Belanda di Minangkabau pada Abad ke 19]" Agam : Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan</ref> yang mengukuhkan dirinya sebagai penguasa ''Bhumi Malayu'' di ''[[Sumatra|Suwarnabhumi]]''. Termasuk pula di dalam Malayapura adalah kerajaan [[Dharmasraya]] dan beberapa kerajaan atau daerah taklukan Adityawarman lainnya.<ref name="Cap"/>
Baris 40:
== Sejarah ==
{{Sejarah Indonesia|Kerajaan Islam}}
Di dalam tambo Alam Minangkabau pada jaman dahulu kala ada seorang raja bernama Sultan Iskandar Zulkarnain ([[Aleksander Agung]]) yang berasal dari Makadunia, di benua Ruhum ([[Eropa]]). Raja tersebut telah menaklukkan banyak daerah hingga ia tiba di Tanah Basa (India). Disana ia menikah dengan putri India dan memiliki beberapa orang putra. "Manuruik Warih nan bajawek, pusako nan ditolong, ado usuanyo kalu dikaji, iyo di dalam tambo lamo, sapiah balahan tigo jurai." Iskandar Zulkarnain wafat, dalam wasiatnya ia menyuruh para putra-putranya untuk berlayar. Namun setengah pelayaran mahkota sanggahana, mahkota emas simbol pemersatu kerajaan jatuh ke dasar laut dimana mahkota itu langsung dibalut oleh Ular Bidai. Anak yang pertama menjadi raja di Ruhum, Anak kedua menjadi raja Cina, Anak ketiga ia meneruskan perjalanan berlayar menuju tenggara, Sayangnya kapalnya dihempaskan oleh badai dan terombang-ambing berminggu-minggu di samudra luas. Para penumpang kapal sudah sangat putus asa dan persediaan makanan hampir habis. Untungnya terlihat sebuah daratan sebesar telur itik di kejauhan. Berkat kekuasaan tuhan air laut berangsur-angsur surut, daerah baru yang luas pun terbuka. Dibuatlah ekspedisi untuk membuat pemukiman baru dengan cara meneroka (menebang dan membakar hutan). Di pemukiman yang baru, adat mulai ditulis dan raja memerintah dengan adil sehingga rakyat senang dan kebudayaan serta permainan anak negeri pun berkembang. Desa yang rakyatnya beriang-riang. Lambat laun desa tersebut mengalami pertambahan penduduk dan menjadi semakin sempit. Seorang hulubalang pergi mencari daerah baru untuk ditinggali. Ia menebas hutan dengan pedang panjang. Kato pusako minangkabau mengatakan: "Dari mano titiak palito, dibaliak telong nan batali, dari mano turun niniak moyang kito, dari tengkuk lereng gunuang" Saat Nagari dilakukanlah ekspedisi perluasan wilayah kembali. mendirikan Luhak Tanah Datar, Luhak Agam, Luhak Limo Puluah Koto di terminologikan Luhak Nan Tigo. Setelah mukim beberapa tahun para mujahit mengembangkan dakwah beranjak menuju permukiman suku tumi dan mengadar mengislamkan suku katahun diperkirakan pada tahun 686 Hujriyah. Satu komunitas suku-suku pada suatu negeri yang bukan termasuk suku tumi telah beragama islam di perkirakan dari tanggal 18 Rajab 688 Hijriyah.
=== Berdirinya Pagaruyung ===
{{utama|Adityawarman}}
Baris 46 ⟶ 47:
Munculnya nama [[Pagaruyung]] sebagai sebuah kerajaan [[Melayu]] tidak dapat diketahui dengan pasti, dari [[Tambo]] yang diterima oleh masyarakat [[Minangkabau]] tidak ada yang memberikan penanggalan dari setiap peristiwa-peristiwa yang diceritakan, bahkan jika menganggap [[Adityawarman]] sebagai pendiri dari kerajaan ini, Tambo sendiri juga tidak jelas menyebutkannya. Namun dari beberapa prasasti yang ditinggalkan oleh Adityawarman, menunjukan bahwa Adityawarman memang pernah menjadi raja di negeri tersebut, tepatnya menjadi ''Tuhan Surawasa'', sebagaimana penafsiran dari [[Prasasti Batusangkar]].
Dari [[Prasasti Amoghapasa|manuskrip]] yang dipahat kembali oleh Adityawarman pada bagian belakang [[Arca Amoghapasa]]<ref name="Kern">Kern, J.H.C., (1907), ''De wij-inscriptie op het Amoghapāça-beeld van Padang Candi(Batang Hari-districten); 1269 Çaka'', Tijdschrift voor Indische Taal-, Land-, en Volkenkunde.</ref> disebutkan pada tahun
Dari [[prasasti Suruaso]] yang beraksara [[Melayu]] menyebutkan Adityawarman menyelesaikan pembangunan selokan untuk mengairi ''taman Nandana Sri Surawasa yang senantiasa kaya akan padi''<ref name="Cas">{{cite journal |last=Casparis |first= J.G. |authorlink=Johannes Gijsbertus de Casparis |title=An ancient garden in West Sumatra |journal=Kalpataru |year=1990 |issue=9|pages= 40-49}}</ref> yang sebelumnya dibuat oleh pamannya yaitu [[Akarendrawarman]] yang menjadi raja sebelumnya, sehingga dapat dipastikan sesuai dengan [[adat Minangkabau]], pewarisan dari ''mamak'' (paman) kepada ''kamanakan'' (kemenakan) telah terjadi pada masa tersebut.<ref name="Kozok">{{cite book|last=Kozok|first=U.|authorlink=Uli Kozok|title=Kitab Undang-Undang Tanjung Tanah: Naskah Melayu yang Tertua|location=Jakarta|publisher=Yayasan Obor Indonesia|year=2006|id= ISBN 979-461-603-6}}</ref> Sementara pada sisi lain dari saluran irigasi tersebut terdapat juga sebuah prasasti yang beraksara ''Nagari'' atau [[Tamil]], sehingga dapat menunjukan adanya sekelompok masyarakat dari selatan [[India]] dalam jumlah yang signifikan pada kawasan tersebut.<ref name="Cas"/>
Baris 59 ⟶ 60:
[[Berkas:Adityawarman batu tulis.jpg|jmpl|kiri|200px|Prasasti Adityawarman]]
Pengaruh Hindu-Budha di Sumatra bagian tengah telah muncul kira-kira pada sebelum abad ke-13,<ref name="Sanskrit in Southeast Asia">{{cite book|last=Mahāwitthayālai Sinlapākō̜n|first=|coauthors=Phāk Wichā Phāsā Tawanʻō̜k|title=Sanskrit in Southeast Asia|year=2003|publisher=Sanskrit Studies Centre, Silpakorn University|location=|id=ISBN 974-641-045-8 }}</ref> yaitu dimulai pada masa pengiriman [[Ekspedisi Pamalayu]] oleh [[Kertanagara]], dan kemudian pada masa pemerintahan Adityawarman dan putranya [[Ananggawarman]]. Kekuasaan dari Adityawarman diperkirakan cukup kuat mendominasi wilayah Sumatra bagian tengah dan sekitarnya.<ref name="Cap">{{cite journal |last=Casparis |first= J.G. |authorlink=Johannes Gijsbertus de Casparis |title=Peranan Adityawarman Putera Melayu di Asia Tenggara |journal=Tamadun Melayu |year=1989 |volume=3|pages=918-943}}</ref> Hal ini dapat dibuktikan dengan gelar ''Maharajadiraja'' yang disandang oleh Adityawarman seperti yang terpahat pada bahagian belakang [[Arca Amoghapasa]], yang ditemukan di hulu sungai [[Batang Hari]] (sekarang termasuk kawasan [[Kabupaten Dharmasraya]]).
Dari [[prasasti Batusangkar]] disebutkan Ananggawarman sebagai ''yuvaraja'' melakukan ritual ajaran Tantris dari [[agama Buddha]] yang disebut ''hevajra'' yaitu upacara peralihan kekuasaan dari Adityawarman kepada putra mahkotanya, hal ini dapat dikaitkan dengan kronik Tiongkok tahun 1377 tentang adanya utusan ''San-fo-ts'i'' kepada [[Kaisar Tiongkok]] yang meminta permohonan pengakuan sebagai penguasa pada kawasan ''San-fo-ts'i''.<ref>{{cite book|last=Suleiman|first=S.|authorlink=Satyawati Suleiman|title=The archaeology and history of West Sumatra|publisher=Pusat Penelitian Purbakala dan Peninggalan Nasional, Departemen P & K|year=1977}}</ref>
Baris 67 ⟶ 68:
=== Pengaruh Islam ===
[[Berkas:Pagaruyung.jpg|jmpl|[[Istano Basa]] Pagaruyung tempat raja bertakhta]]
Perkembangan agama [[Islam]] setelah akhir abad ke-
Pengaruh [[Islam]] di Pagaruyung berkembang kira-kira pada abad ke-
Dengan masuknya agama Islam, maka aturan adat yang bertentangan dengan ajaran agama Islam mulai dihilangkan dan hal-hal yang pokok dalam adat diganti dengan aturan agama Islam. Pepatah adat Minangkabau yang terkenal: ''"[[Adat bersendi syarak|Adat basandi syarak, syarak basandi Kitabullah]]"'', yang artinya adat Minangkabau bersendikan pada agama Islam, sedangkan agama Islam bersendikan pada [[Al-Qur'an]]. Namun dalam beberapa hal masih ada beberapa sistem dan cara-cara adat masih dipertahankan dan inilah yang mendorong pecahnya perang saudara yang dikenal dengan nama [[Perang Padri]] yang pada awalnya antara ''Kaum Padri'' (ulama) dengan ''Kaum Adat'', sebelum Belanda melibatkan diri dalam peperangan ini.<ref name="Kep">Kepper, G., (1900), ''Wapenfeiten van het Nederlands Indische Leger; 1816-1900'', M.M. Cuvee, Den Haag.</ref>
Baris 78 ⟶ 79:
{{quote box|width=45%|align=right|quote="Terdapat keselarasan yang mengagumkan dalam corak penulisan, bukan saja dalam buku [[prosa]] dan [[puisi]], tetapi juga dalam perutusan [[surat]], dan pengalaman saya sendiri telah membuktikan kepada saya bahwa tidak ada masalah dalam menterjemahkan surat daripada raja-raja dari kepulauan [[Maluku]], maupun menterjemahkan surat daripada raja [[Kedah]] dan [[Terengganu]] di [[Semenanjung Malaya]] atau dari [[Minangkabau]] di [[Sumatra]]."|source=— Pendapat dari [[William Marsden]].{{butuh rujukan}}}}
Pada awal abad ke-
Ketika [[Vereenigde Oostindische Compagnie|VOC]] berhasil mengusir [[Kesultanan Aceh]] dari pesisir Sumatra Barat tahun 1666,<ref name="Amran">{{cite book|last=Amran|first=Rusli|authorlink=Rusli Amran|title=Sumatra Barat hingga Plakat Panjang|publisher=Penerbit Sinar Harapan|year=1981}}</ref> melemahlah pengaruh Aceh pada Pagaruyung. Hubungan antara daerah-daerah rantau dan pesisir dengan pusat Kerajaan Pagaruyung menjadi erat kembali. Saat itu Pagaruyung merupakan salah satu pusat perdagangan di pulau Sumatra, disebabkan adanya produksi [[emas]] di sana. Demikianlah hal tersebut menarik perhatian [[Belanda]] dan [[Inggris]] untuk menjalin hubungan dengan Pagaruyung. Terdapat catatan bahwa tahun 1684, seorang Portugis bernama Tomas Dias melakukan kunjungan ke Pagaruyung atas perintah gubernur jenderal Belanda di Malaka.<ref>Haan, F. de, (1896), ''Naar midden Sumatra in 1684'', Batavia-'s Hage, Albrecht & Co.-M. Nijhoff. 40p. 8vo wrs. Tijdschrift voor Indische Taal-, Land- en Volkenkunde, Deel 39.</ref>
Baris 396 ⟶ 397:
* {{id}} [http://ukm.unit.itb.ac.id/index.php?option=com_content&task=view&id=18&Itemid=9&limit=1&limitstart=2 Wilayah Rantau Minangkabau] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20080609052537/http://ukm.unit.itb.ac.id/index.php?option=com_content&task=view&id=18&Itemid=9&limit=1&limitstart=2 |date=2008-06-09 }}
* {{en}} [http://melayuonline.com/ind/history/dig/70/kerajaan-pagaruyung Kerajaan Pagaruyung] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20100114105622/http://melayuonline.com/ind/history/dig/70/kerajaan-pagaruyung |date=2010-01-14 }}
{{authority control}}
{{editprotected}}
{{col|2; font-size:1%;}}<br />{{EndDiv}}
{{Kerajaan di Sumatra}}
|