Krisis HKBP 1992-1998: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
kTidak ada ringkasan suntingan |
kTidak ada ringkasan suntingan |
||
Baris 49:
Pada Juli 1990, Ephorus memecat sejumlah pejabat antara lain termasuk rektor [[Universitas HKBP Nommensen|UHN]] Prof. Dr. [[Amudi Pasaribu]] dan sejumlah pengurus yayasan. Itu sebabnya timbul demonstrasi mahasiswa yang menuntut Nababan mundur. Demonstrasi berjalan agak keras sehingga menimbulkan kebakaran di laboratorium. Karenanya izin Sinode Godang Juli 1990 mendadak dibatalkan oleh Kapolri berdasarkan rekomendasi Bakorstanasda Sumatera Utara padahal 100-an utusan dari berbagai wilayah di Indonesia sudah mulai berdatangan.
Bakorstanasda Sumbagut kemudian menangguhkan pula Sinode Godang HKBP yang rencananya dilaksanakan tanggal 1-7 Agustus 1990 di kompleks Universitas HKBP Nommensen, Pematang Siantar.<ref>{{Cite web|last=Nusantara|first=PT Kompas Media|title=KompasData|url=http://kompasdata.id/|website=KompasData|language=
== Tim damai ==
Baris 62:
== Batalnya sinode ==
Sinode Godang (Sinode Agung) HKBP menurut rencana akan diselenggarakan 23-25 Juni 1992 di Seminarium HKBP Sipoholon, Tarutung, Tapanuli Utara. Sinode Agung ke-51 ini akan diikuti semua pendeta resort, utusan resort, anggota majelis pusat, praeses, pemimpin lembaga, dan peninjau. Acara pokoknya adalah membahas/mensahkan Aturan/ Peraturan HKBP periode 1992-2002. Menurut Siaran pers yang diterima Kompas, Kantor Pusat HKBP Redaksi Kompas pada tanggal 3 April 1992 menyebutkan rencana Sinode Agung khusus yang akan diselenggarakan pada 17-19 November 1992 untuk pemilihan fungsionaris HKBP. Surat ini ditandatangani oleh Pdt. [[Pintor T. Simanjuntak]], STh dan Pdt. [[Rahman Tua Munthe]], MTh, masing-masing sebagai Staf Biro Informasi, dan Kabiro Informasi Kantor Pusat HKBP Pearaja Tarutung.<ref>{{Cite web|last=Nusantara|first=PT Kompas Media|title=KompasData|url=http://kompasdata.id/|website=KompasData|language=
== Sinode ke-51 ==
Baris 97:
Pada suatu kesempatan ibadah gereja terpaksa diundur akibat adanya penjagaan kepolisian di depan gereja, yang meminta jemaat menunjukkan [[Kartu Tanda Penduduk|KTP]] sebelum beribadah. Sekitar 70-an orang ditangkap, karena dianggap menghasut dan merongrong pemerintah, namun kemudian dibebaskan. Salah satu pendeta yang pernah ditangkap dan dipukuli karena dituduh menjadi dalang keributan pada masa itu adalah Pdt. [[Robinson Butarbutar]], yang di kemudian hari ditahbiskan sebagai Ephorus HKBP.<ref>{{Cite web|last=Tim Studi ELSAM|date=1995|title=Ke Arah Ratifikasi Konvensi Anti Penyiksaan|url=http://perpustakaan.elsam.or.id/repository/199512_BUK_Ke-arah-ratifikasi-konvensi-anti-penyiksaan-kajian-kasus-kasus-penyiksaan-belum-terselesaikan.pdf|website=elsam.or.id|access-date=28 Juli 2021}}</ref>
Pada tanggal 11–13 Februari 1993, diselenggarakan kembali Sinode Agung Istimewa (SAI) di [[Tiara Convention Medan]] atas undangan Pejabat Ephorus Pdt. SM Siahaan. Sinode ini dihadiri oleh 447 dari 562 pendeta yang diundang. Pdt PWT Simanjuntak dan tujuh calon lainnya dicalonkan untuk di kursi Ephorus. Pada pemilihan tersebut Pdt PWT Simanjuntak memperoleh 406 suara, sedangkan sisanya hanya mendapat satu hingga tiga suara.<ref>{{Cite web|last=Nusantara|first=PT Kompas Media|title=KompasData|url=http://kompasdata.id/|website=KompasData|language=
Konflik semakin meninggi intensitasnya pada masa itu. [[Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Indonesia|Menteri PAN]] saat itu, [[T.B. Silalahi]], memandang perlu adanya mediasi. Beliau melakukan pendekatan pada kedua ephorus dan menghasilkan kesepakatan bahwa Nababan mendukung keputusan pemerintah dengan mengakui Pdt. P.W.T. Simanjuntak sebagai satu-satunya ephorus HKBP. Akan tetapi muncul segmentasi baru akibat penandatanganan kesepakatan tersebut. Sebagian pendukung Nababan kecewa terhadap Nababan dan telah dianggap kalah strategi dalam perjuangan memperoleh keadilan.<ref name="Obor"/>
|