Waria: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
kTidak ada ringkasan suntingan |
Rasisme dan fanatisme Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
||
Baris 1:
'''Waria''' ([[lakuran]] dari kata [[wanita]] dan [[pria]]) atau '''wadam''' (lakuran dari kata [[hawa]] dan [[adam]]) adalah [[laki-laki]] yang lebih suka berperan sebagai [[perempuan]] dalam [[kehidupan]] sehari-harinya. Secara fisik, mereka adalah laki-laki (memiliki alat kelamin layaknya laki-laki), tetapi mereka mengekspresikan identitas gendernya sebagai perempuan. Keberadaan waria telah tercatat sejak lama dalam [[sejarah]] dan memiliki posisi yang berbeda-beda dalam setiap [[masyarakat]]. Namun demikian, tidak semua waria dapat diasosiasikan sebagai homoseksual. Pilihan menjadi waria sama sekali tidak berhubungan dengan kondisi biologis (seksual) mereka, melainkan berhubungan dengan "kebutuhan" mereka untuk mengekspresikan identitas gendernya.
Sebutan
Umumnya, para waria bekerja di sektor informal seperti mengamen, menjadi pegawai salon, tukang pijat dan lain-lain. Di beberapa kota besar, seperti Yogyakarta misalnya, kerap dijumpai para waria mengamen di lampu merah, di warung-warung pinggir jalan, hingga di pasar. Masyarakat umum bahkan ada yang mengasosiasikan pekerjaan waria sebagai Pekerja Seks Komersial (PSK) karena kebiasaan mereka yang gemar keluar siang malam.
Masyarakat Indonesia secara umum berada di dalam lingkungan dengan kerangka [[Wikipedia:Heteronormativity|heteronormatif]] yang menjadi pondasinya. Kerangka tersebut percaya bahwa hanya ada dua identitas seksual berikut konstruksi gender yang mengikutinya, yaitu laki-laki dan perempuan. Menurut kerangka tersebut, laki-laki sewajarnya berpasangan dengan perempuan dan sebaliknya. Ketika muncul identitas gender lain di luar laki-laki dan perempuan (seperti waria), maka akan dianggap tidak normal, aneh, dan menyimpang. Terlebih lagi, ketika waria tersebut juga seorang pecinta sesama jenis (gay), stereotipe negatif tersebut akan semakin sering dialamatkan kepada mereka. Frame heteronormatif tersebut menjadi awal mula munculnya beragam stereotipe negatif berikut perlakuan kasar yang dialamatkan oleh masyarakat kepada waria.
|