Kalimas merupakan daerah sungai kecil yang berada di utara Kota Surabaya. Walaupun letaknya berada disebuah sungai, namun daerah ini merupakan daerah ramai perdagangan pada abad XIX. Banyak kapal-kapal kecil bersandar menuju sungai ini untuk berjualan dan melancarkan segala jenis bentuk perekonomian di dalam Kota. Kapal besar tidak bisa masuk karena letak sungai yang cenderung kecil dan perairan yang dangkal membuat aktivitas bongkar muat terpaksa dilakukan di ujung Utara Kota Surabaya tempat bersandar kapal besar tersebut.[17]
Dari sebuah tempat yang tidak berarti di tepi sungai kecil, kelak menjadi Kalimas, Surabaya, yang terletak di pesisir pantai Utara Pulau Jawa, Kalimas menjadi pelabuhan penting di jaman Majapahit. Kemudian pada abad XIX karena letak geografisnya yang sangat strategis, Kalimas ditetapkan menjadi pelabuhan utama (sebagai ''collegting centers'') dari rangkaian terakhir pengumpulan hasil bumi di ujung Timur Pulau Jawa, yang ada di daerah pedalaman untuk selanjutnya diekspor ke berbagai daerah di Nusantara khususnya ke Eropa.[17]
Dalam artian, kotaKota-kota pesisir khususnyadi pantai Utarautara Pulau Jawa, saat itu menjadi pusat pengumpulan produk-produk atau hasil bumi dari daerah-daerah pedalaman yang nantinya akan dikirim ke berbagai daerah di Jawa maupun luar wilayah Jawa. Dari Kota-kota pesisir dekatini pantaiaktivitas menjadiperdagangan tumpuandimulai, perdaganganbarang Hindiabawaan Belandaseperti zamanrempah, dulugula terbuktidan denganbahan adanyabaku enamlainnya kerajaanuntuk dikebutuhan Hindiasehari-hari Belandadiperjualbelikan padamembuat abadwilayah VKalimas danbegitu VIramai yanghingga dibangunlah terletakpemukiman di selatanpinggir Selatsungai Malakauntuk danmemudahkan diaktivitas pantaiperdagangan Sumateradan Tenggara sertaperekonomian di Jawapinggir bagian utara.kota[18]
Kalimas merupakan sungai yang memecahmembelah kota Surabaya, dan keberadaannya sangat penting sebagai jalur transportasi air pada waktumasa itusilam. SungaiAktivitas Brantasdi yangSungai bermuaraKalimas dipadat Mojokertotidak dan berhuluhanya di Selatwilayah MaduraSurabaya, menjadikannyatetapi sebagaijuga jalurdi transportasi bagi daerahkota-daerahkota pedalamansekitar yangSurabaya, hendakseperti mengumpulkanGresik, komoditasSidoarjo, sepertidan kopiMojokerto. dan rempah-rempahPerdagangan yang akanmemanfaatkan dikirimaliran kesungai berbagaisangat daerah-daerahramai Jawapada maupunabad luar Jawake-XIX, karena padaterdapat waktupelabuhan-pelabuhan itu jalur sungai merupakan jalurkecil yang dirasamemfasilitasi cepatakses sehinggaperdagangan banyakdi dariwilayah masyarakattersebut. pedalamanPada memanfaatkanmasa jalurtersebut sungaijuga, ketimbangkawasan jalur darat yangdaratan belum tertatapadat dankarena lebihtak membuangmemadainya waktuarmada dikarenakantransportasi rutedarat yang terlalumemfasilitasi berliku-likuakses ekonomi perkotaan.
Sungai Kalimas yang dikenalsudah ditinggalkan sekarang, tidaklah sepenting dan seekonomis dulu ketika masyarakat pada masa itu bertumpumelakukan kegiatan tukar menukar barang dan bergantungberjualan kehidupannyadi padapesisir sungai sebagaiyang saranabegitu transportasiramai. danSungai kebutuhanKalimas domestikdulunya sehari-hari.juga Padadigunakan waktusebagai ituperusahaan tempat air minum untukkarena kebutuhanairnya sehari-hariyang jugamemiliki diambilkualitas daribaik sungaiuntuk Kalimasdikonsumsi. yangMajunya tentunyasistem sudahperairan diolahpada menjadimasa tersebut membuat perusahaan air minum yangswasta begitu bergantung pada aliran Kalimas bersihini.[19]
Sungai Kalimas yangpada sekarangmasa modern sangatberbanding berbedaterbalik dengan Sungai Kalimas pada masa silam. MemangJika bila dibandingkandikomparasikan dengan pemanfaatan Sungai Kalimas tempomasa dulusilam, pemanfaatan sungai di era modern saat ini tidaklahtidak semaksimal dulu. SebagaiPemanfaatan Sungai Kalimas sebagai sarana transportasi air, Sungaiyang Kalimas benar-benarmumpuni, menjadimerupakan jalur utama yang menghubungkan perairan lepas dengan pedalaman pulau. Melalui sungai inilah transaksiTransaksi perdagangan dan pertumbuhan ekonomi terdongkrakmeningkat dansecara mengalamimasif kemajuandan dalammencapai titik puncak perekonomian Surabaya berkat keramaian yang disebabkan oleh aktivitas perdagangan dan perlayaran di Sungai Kalimas.
Pada masa pemerintahan kolonial Hindia Belanda, Surabaya dijadikandimanfaatkan sebagai daerah penopangpenunjang kebutuhan ekonomi perdaganganyakarena kegiatan perdagangannya. Pada masa itu Belandapemerintahan kolonial membangun kanal atau terusan yang langsung menghubungkan secara langsung perairan laut dan pusat kota. Kalimas sungguh menjadi prasarana trasportasitransportasi air yang ramai digunakan. HilirPerahu-perahu mudikkecil sampansecara dan perahu kecilaktif mengangkut barang komoditas berupa rempah-rempah dan ikan-ikan hasil tangkapan nelayan. Mereka membawa masuk komoditas tersebut ke daerah dalam kota, yangyaitu dikenal sebagaidaerah Kembang Jepun (pecinan) hingga menuju ke daerah Kayon.[20]
SurabayaKeuntungan memilikidimiliki keuntunganoleh kota Surabaya alamiyaitu dengan letaknya yang berada di tepi lautpesisir dan muaradaerah-daerah sungaidi yangsekitar besarkota danyang dalam.dahulunya Posisirawa-rawa ini memberikemudian keuntungandibangun dalamoleh mempermudahpemerintahan akseskolonial lalumenjadi lintasdaerah menujuperdagangan lautdan (pelabuhan).perekonomian Pangkalandi lautujung atautimur pelabuhanpulau SurabayaJawa memilikisetelah letakBatavia. yangPesatnya sangat baik karena beradaperekonomian di dekatSungai PulauKalimas Maduramembuat yangpemerintah secarakolonial sederhanajuga membuatmembangun pelabuhanbenteng-benteng Surabayapertahanan terlindungiuntuk darimencegah lautpara lepas,pengacau karenadan masihkriminal terhalangiyang olehdianggap Pulaumengganggu Madura,keamanan sehinggakota aman dari topanSurabaya.[21] Kalimas sebagai salahyang satumerupakan cabanganak dari Sungai Brantas memberikan sumbangsihkontribusi pentingyang signifikan bagi lalu lintas menuju jantungdaerah tengah kota.
Kalimas memegang peranan penting dalam sektor perdagangan pada masa kolonial, dikarenakan pemanfaatan Sungai Kalimas oleh pemerintah kolonial sangat maksimal dan nilai ekonomis kota Surabaya juga ikut terdongkrak karenanya. Tak jarang, banyak kapal yang memiliki bendera yang berbeda-beda singgah ke Surabaya dan membuat Sungai Kalimas menunjang sektor perekonomian kota. Karena terdapat kekurangan yang dimiliki Sungai Kalimas untuk sistem bongkar muatan, membuat pemerintahan kolonial Hindia Belanda mulai memikirkan rencana besar dari adanya pelabuhan yang lebih luas dan menguntungkan perdagangan pada masa tersebut.
Peranan Kalimas sebagai jalur perdagangan di Surabaya sangat tampak sekali pada jaman kolonial, pemanfaatan Sungai Kalimas yang dilakukan oleh Belanda sangat maksimal sehingga dapat mendongkrak nilai ekonomi pemerintah Surabaya. Ketika Surabaya menjadi daerah dagang yang sangat ramai, banyak sekali para pedagang-pedagang yang ingin melakukan transaksi di Surabaya, alhasil banyak kapal-kapal baik dari dalam maupun luar negeri datang ke Surabaya.
Jenis-jenis kapal yang singgah dan berdagang di Pelabuhan Kalimas sendiri bermacam-macam. Terdiri atas kapal-kapal kecil seperti kapal kayu, tongkang-tongkang, kapal layar, kapal sekuner, dan perahu-perahu lainnya. Kapal-kapal kecil tersebut yang membawa berbagai macam komoditas berupa rempah-rempah atau hasil bumi menyusuri sungai tersebut dan berlabuh di pelabuhan Kalimas atau juga singgah di Jembatan Merah. Perahu-perahu kecil tersebut datang dan berasal dari wilayah pedalaman-pedalaman di Pulau Jawa dan mengarah ke kota Surabaya untuk menjual berbagai barang bawaan yang mereka bawa. Komoditas-komoditas tersebut mereka jual kepada para pedagang-pedagang yang berjualan di pasar-pasar tradisional di sepanjang aliran Kalimas. Pasar-pasar tersebut antara lain adalah pasar Cantikan, Pabean Babakan, Pasar Besar, Genteng, Tunjungan, Keputran, Wonokromo, Kedurus, dan Karangpilang.[22]
Ukuran Kalimas yangmemiliki tidakukuran cukupyang lebarsempit dan dalam membuat kapal-kapal berukuran besar tidakyang bisa masuk lebih dalamsinggah ke mulutSurabaya sungai,melakukan sehinggaaktivitas kapal-kapalbongkar besarmuat tersebutdan hanyapengoperan bisabarang berlabuhmenggunakan di Selat Madura saja. Kapalkapal-kapal kecil sepertimenuju sekunarwilayah danperdagangan tongkangpadat digunakandi untukSungai bongkar muat kargo dari kapal besar tersebutKalimas.[23]
Setelah bongkar muat dilakukan oleh kapal yang lebihberukuran kecil, maka akan diantar menelusuri Kalimas hingga mencapai Jembatan Merah. Lokasi tersebut adalah letak pelabuhan tua dan jantung Kota Surabaya. Semua kegiatan masyarakat, perdagangan, dan pemerintahan terpusat di sekitar Jembatan Merah.
Pemerintah kolonial Hindia Belanda juga banyakkemudian membangun jembatan-jembatan untuk mempermudah proses penurunan barang ketika kapal-kapal kecil yang melintasimenyusuri Kalimas berhenti di tempat yang dituju. Barang-barang yang diturunkan bisakemudian secara langsung dimuatdibawa ke gudang-gudang yang berada di pinggiran sungai. Beberapa rumah bertingkat menghadap ke arah Kalimas dan pelataran yang luas di tepi sungai. SementaraMenara itusyahbandar jugaatau dibangunpengawas menarakemudian pengawasdibangun yang juga menghadap ke arah sungai, sehingga segala aktivitas bongkar muat barang dapat dipantau dengan jelas. Peran sentral dari sungai ini mengharuskan pemerintahan Belandakolonial untuk membangun beberapa sarana dan prasarana untuk menunjungmenunjang serta mempermudah kegiatan di bantaran Kalimas. ▼
Lokasi inilah yang pada waktu itu merupakan pelabuhan tua kota Surabaya serta lokasi tersebut kala itu merupakan jantung Kota Surabaya, di mana pusat kegiatan masyarakat baik itu pemerintahan maupun yang lain, terlebih kegiatan perdagangan berada di lokasi sekitar Jembatan Merah.
▲Hindia Belanda juga banyak membangun jembatan untuk mempermudah proses penurunan barang ketika kapal-kapal kecil yang melintasi Kalimas berhenti di tempat yang dituju. Barang-barang yang diturunkan bisa langsung dimuat ke gudang-gudang yang berada di pinggiran sungai. Beberapa rumah bertingkat menghadap ke arah Kalimas dan pelataran yang luas di tepi sungai. Sementara itu juga dibangun menara pengawas yang juga menghadap ke arah sungai, sehingga segala aktivitas bongkar muat barang dapat dipantau dengan jelas. Peran sentral dari sungai ini mengharuskan pemerintahan Belanda untuk membangun beberapa sarana dan prasarana untuk menunjung serta mempermudah kegiatan di Kalimas.
Pada masa pemerintahan Sir Thomas Stamford Raffles sebagai Gubernur Letnan di wilayah Hindia Belanda. Terdapat pajak-pajak yang diterapkan pada beberapa komoditas spesifik. Seperti rincian pajak impor (1) pajak 8% untuk komoditas dan barang dagangan yang diimpor lewat laut, tidak ditentukan dalam klausa selanjutnya mengandung pengecualian, (2) pajak 15% untuk kain dan barang dagangan yang diimpor dari Tiongkok, Kamboja, Thailand, dan Pelabuhan Bumiputra Bagian Timur (''Native Eastern Port''), (3) pajak 5% untuk kain dari pabrik di Jawa, (4) pajak 1,5 Rix Dollar[30] perak per koyang[31] garam, (5) pajak 2 Rix Dollar perak per pikul'''''[32]''''' pada Tembakau Tiongkok dari Batavia dan 10% tambahan dari tempat lain, (6) pajak 2,5 Dollar Rix perak per ''leaguer'''[33]''''' Arak, (7) penarikan kembali sebesar 3% pada semua barang yang sebelumnya telah membayar bea masuk di Batavia, setelah sertifikat telah dibuat dari pemungut efek, (8) pajak 16% dari semua komoditas Eropa dan Tiongkok pada semua kapal, yang diimpor pada semua kapal Asia dan asing lainnya, dengan pengecualian kapal milik Pelabuhan Bumiputra Bagian Timur di Sungai Arakan (''Native Ports Eastward of the Araccan River''), (9) tambahan pajak 3% pada semua barang dagangan Tiongkok yang tidak dibawa langsung dari Tiongkok, dan (10) indulgensi diberikan kepada jung Tiongkok, berupa pembayaran sejumlah tetap di Batavia sebagai pengganti pajak, tidak mencakup Pelabuhan Timur (''Eastern Port'')—tetapi merka harus membayar pajak 5% ''ad valorem'''[34]'''''.[35]
Adapun rincian pajak ekspor antara lain (1) 5 Rix Dollar perak per koyang pada ekspor beras, (2) permen gula batu, 60 ''stivers'''[36]''''' perak per pikul—gula, yang telah ditumbuk atau dihaluskan, sebesar 30 ''stivers'' perak per pikul, dan garam 1,5 Rix Dollar perak per koyang, (3) sarang burung[37] sebesar 16% dan seperti banyak yang diimpor di Batavia, penarikan kembali diperbolehkan sebesar 6%, (4) benang kapas sebesar 15%, tetapi pada impor ke Batavia, penarikan kembali sebesar 5% diperbolehkan, (5) arak sebesar 5 Rix Dollar perak per ''leaguer'', dan (6) semua komoditas dan barang dagangan yang tidak dimaksud di atas dan tidak membayar pajak impor, dikenakan pajak ekspor sebesar 4%.[38]
Menurut Raffles sumber pendapatan utama untuk negara adalah pendapatan yang ditarik dari tanah atau lebih tepatnya sewa tanah. Sewa tersebut bernilai dalam bentuk tunai sejumlah 40% dari hasil kotor tanah. Menurut perkiraan Raffles, jumlah tersebut setara dengan semua pajak internal, kontribusi, pengiriman dengan tarif yang tidak sesuai, dan layanan paksa, baik kepada otoritas Eropa atau pribumi. Baik yang dulunya adalah penggarap maupun bukan. Bagi yang bukan penggarap maka dikenakan pajak kapitasi.[39]
|14 per pikul
|-
|Permen Gula (gula kasar)batu
|9-11 per pikul
|9-11 per pikul
Perahu-perahu besar yang berasal dari berbagai daerah dan wilayah pada saat itu hanya bisa berlabuh di Kalimas Ujung (Selat Madura), kemudian masuk kota dan berlabuh di beberapa tempat seperti di Peneleh, Gemblongan dan Gentengkali serta melewati Jembatan Pѐtѐkan.[52] Kalimas menjadi simbol sumber kehidupan, di pedalaman sungai mengairi lahan, menyuburkan sawah, menggenangi kolam ikan, menghasilkan panen, memakmurkan desa. Di samping itu airnya juga disedot oleh perusahaan air dan pabrik-pabrik lainnya, perahu-perahu pengangkut pasir juga menghilir dari Mojokerto ke Wonokromo dan menurunkan isi angkutan di ”''galangan''” penjual bahan bangunan sepanjang Gunungsari.[53] Peranannya tidak hanya dalam bidang perdagangan tapi lebih mendalam lagi menjadi peran sentral bagi kehidupan masyarakat Surabaya.
Pada abad XIX Surabaya berkembang menjadi pelabuhan pengekspor perkebunan di Jawa Timur. Gudang-gudang yang didirikan sepanjang sungaiSungai Kalimas berderet sampai ke daerah sekitar Jembatan Merah yang membuktikan pentingnya unsur sungai ini untuk pertumbuhan sektor perkebunan di zaman kolonial Belanda.[54]
Pelabuhan Tanjung Perak direncanakan pada tahun 1875, namun baru bisa direalisasikan pembangunannya pada 1907. Didatangkan arsitek dari Belanda dan pembangunan tersebut baru selesai pada 1921. Letak pelabuhan baru tersebut berada di sebelah barat muara Kalimas. Juga dibangun pangkalan militer untuk kepentingan angkatan laut dan marinir (''marine establishment'').[55] Dengan dibangunnya Tanjung Perak, kapal dengan ukuran besar tidak perlu dibantu oleh tongkang dan perahu kecil untuk melakukan aktivitas bongkar muat. Pusat pelabuhan Kalimas yang berada di jantung kota, tepatnya di sekitar Jembatan Merah. Lambat laun berpindah menuju muara dan berada satu kompleks dengan Tanjung Perak.
|