Sistem kasta Bali: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
InternetArchiveBot (bicara | kontrib)
Rescuing 2 sources and tagging 0 as dead.) #IABot (v2.0.8
Baris 11:
Pembagian kasta yang mengikuti sistem kasta di India, yaitu Brahmāna, Kşatriya, Waisya, dan Sudra. Selain itu, Bali juga mengenal istilah ''jaba'' atau "luar", yaitu orang-orang yang berada di luar keempat kasta tersebut.<ref name=nasional>Marwati Djoened Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto. 2008. [http://books.google.co.id/books?id=LReVFTELXcwC&pg=PA354&lpg=PA354&dq=%22triwangsa%22+sejarah&source=bl&ots=VXv0qEJshO&sig=zgyJBV5WbR3aZ6n80E9VDSCqDTg&hl=en&sa=X&ei=EToQU_2OI-nriAeZtYC4CQ&redir_esc=y#v=onepage&q=%22triwangsa%22%20sejarah&f=false Sejarah Nasional Indonesia II: Zaman Kuno] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20160314005017/https://books.google.co.id/books?id=LReVFTELXcwC&pg=PA354&lpg=PA354&dq=%22triwangsa%22+sejarah&source=bl&ots=VXv0qEJshO&sig=zgyJBV5WbR3aZ6n80E9VDSCqDTg&hl=en&sa=X&ei=EToQU_2OI-nriAeZtYC4CQ&redir_esc=y#v=onepage&q=%22triwangsa%22%20sejarah&f=false |date=2016-03-14 }}, Cetakan Kedua. Jakarta: [[Balai Pustaka]]. [[ISBN]] [[Istimewa:Sumber Buku/979407408X|979-407-408-X]].</ref>
 
Di dalam masyarakat Hindu dikenal adanya sistem warna, yaitu suatu sistem pengelompokan masyarakat berdasarkan profesi yang ditekuni, bakat dan keahlian yang dikuasai. Pada perkembangannya, sistem warna dari agama Hindu ini sering diselewengkan oleh penguasa penguasa feodal dan pengikut pengikutnya untuk melanggengkan pengaruh politisnya dimasyarakatdi masyarakat. Sistem warna yang merupakan pengelompokan orang berdasarkan tugas dan kewajiban yang dijalankan di dalam kehidupan bermasyarakat berubah menjadi tingkatan-tingkatan yang membedakan derajat seseorang berdasarkan keturunan. Ide dasar dari sistem ini, yaitu pengelompokan masyarakat berdasarkan profesi dan keahlian, sering atau bahkan terabaikan sama sekali. Tingkatan-tingkatan kelas inilah yang kemudian disebut dengan kasta.
 
Berbeda dengan sistem Warna yang bersumber dari ajaran Veda, sistem kasta yang sering tersamarkan dengan keberadaan sistem warna ini, adalah sebuah kata yang berasal dari bahasa portugis yang berarti tembok pemisah. Penerapan politik ''devide et impera'' pada masa pendudukan Hindia Belanda membuat sistem kasta dalam masyarakat Hindu Bali menjadi semakin kuat dan bahkan menggeser pengertian sistem warna yang asli.
 
Terdapat empat kasta dalam masyarakat Bali yang diambil dari sistem warna, yaitu Brahmana, Ksatria, Waisya, dan Sudra. Dari keempat kasta tersebut yang tertinggi menurut sistem kasta adalah Brahmana, karena dalam buku ke-10 Rig-Veda yang memuat tentang sistem warna tertulis: “golongan“Golongan Brahmana keluar dari mulut Dewa Brahmana, golongan Ksatria dari tanganyatangannya, Waisya dari paha atau perutnya, Sudra keluar dari telapak kakinya”. Karena inilah sistem kasta yang mengadopsi sistem warna, kemudian menganggap golongan Brahmana sebagai yang tertinggi.
 
Berbeda dengan keyakinan dasar agama Hindu yang memandang semua warna dalam masyarakat sama sama memiliki nilai penting masing masing,sama halnya seperti seluruh bagian tubuh dalam kehidupan: semua adalah sama penting,sama sama-sama berguna serta saling menunjang satu sama lainnya, sehingga tidak ada bagian tubuh yang lebih rendah nilainya dari bagian yang lainnya, atau sebaliknya; lebih mulia dari yang lainnya.Ini jelas sangat berbeda dengan apa yang kemudian diimplementasikan oleh sistem kasta, yang beranggapan sebagai: brahmana yang tertinggi karena kepala adalah bagian tubuh teratas, dan sudra adalah kaki, maka paling rendah derajatnya.
 
Arti kiasan yang mengatakan bahwa golongan Brahmana keluar dari mulut Dewa Brahma adalah bahwa golongan Brahmana adalah guru rakyat, karena mulut merupakan saluran buah pikiran. Oleh karena itu, golongan Brahmana merupakan kasta tertinggi yang suaranya harus didengar dan ditaati. Golongan ini terdiri atas para pendeta dan pemimpin agama. Tugasnya menjalankan upacara-upacara keagamaan.
Baris 36:
# '''''Wong Majapahit'':''' para keturunan [[Kerajaan Majapahit]].
# '''''Bali Aga''''': orang Bali asli yang sudah berada di Bali sebelum ekspansi Kerajaan Majapahit. Umumnya, masyarakat Bali asli ini tidak membaur dan terdesak hingga ke daerah terpencil (pegunungan) dan memiliki [[konotasi]] sebagai masyarakat terbelakang. Oleh sebab itu, sebutan "''Bali Aga''" tidak disukai oleh mereka. Logat masyarakat ini juga berbeda dari masyarakat Bali yang lain, yaitu mereka tetap melafal huruf "a" di akhir kata sebagai huruf "a", bukan menjadi huruf "ê". Contoh dari penduduk Bali Aga adalah masyarakat daerah [[Danau Batur]].
# '''Pasèk''' : siapa pasek ini, masih sering menjadi tanda tanya dan perdebatan, pada jaman dalem semara kepakisan mereka digolongkan kedalam kelompok "''pangeran''" bersama keturunan pradana Sri Aji Bali, yaitu prati sentana Dalem Tarukan. Hal ini terlihat jelas pada salah satu gelar mereka yaitu, ''I Gusti Agung Pasek Pangeran Tohjiwa''. Disaat itu mereka mendapat anugrah istimewa yaitu, luput dari hukuman mati/tidak boleh dihukum mati , hartanya tidak boleh dirampas, wanitanya tidak boleh dipermainkan dan pengampunan serta keringanan hukuman atas kesalahan kesalahannya dll. Kemudian beberapa generasi berikutnya Raja Buleleng konon menyebut asal usul Pasek sebagai keturunan pra menak ing bali , dalam nasihatnya kepada cucu beliau di Tojan.adapun cerita tersebut adalah sebagai beikut : Sesampai di Tojan, I Gusti Ngurah Panji berkata kepada cucunya, I Gusti Ngurah Jelantik: ,,''Singgih, gusti ngurah, ki bendeça puniki prēsiddha mūla pra menak ing Bali" artinya : demikialah,gusti ngurah, ki bendesa ini aslinya memang berasal dari pra menak di bali" .'' Namun belakangan dimasyarakat modern berkembang pula definisi pasek dari sekelompok orang yang berusaha menyingkap sejarah jati diri Pasek dengan cara mengotak atik suku kata pasek, mereka berpendapat bahwa pasek , berasal dari paek, atau parekan. atau hamba sahaya. Pa kepanjangan dari parekan , sek kepanjangan dari seken, yaitu bahasa bali yang berarti golongan hamba sahaya sejati.
 
== Catatan kaki ==