Sejarah Sumatera Barat: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Rahmatdenas (bicara | kontrib) Tidak ada ringkasan suntingan |
Rahmatdenas (bicara | kontrib) |
||
Baris 2:
== Masa Prasejarah ==
[[Berkas:Menhir_di_Sumatra_Barat.jpg|jmpl|270x270px|[[Menhir Mahat]]]]
Di pelosok desa Mahat, Suliki Gunung Mas, [[Kabupaten Lima Puluh Kota]] banyak ditemukan peninggalan kebudayaan megalitikum. Bukti arkeologis yang ditemukan di atas bisa memberi indikasi bahwa daerah Lima Puluh Kota dan sekitarnya merupakan daerah pertama yang dihuni oleh nenek moyang orang Minangkabau. Penafsiran ini beralasan, karena dari [[luhak]] Lima Puluh Kota ini mengalir beberapa sungai besar yang bermuara di pantai timur pulau [[Sumatra]]. Sungai-sungai ini dapat dilayari dan memang menjadi sarana transportasi yang penting dari zaman dahulu hingga akhir abad yang lalu.
Baris 37 ⟶ 38:
[[Berkas:Muzium Negara KL38.JPG|jmpl|kiri|270px|Salah satu model kapal [[Majapahit]].]]
Invasi Majapahit ke Pagaruyung terjadi pada tahun 1409.<ref name="Runtuhnya kerajaan Hindu-Jawa"> [[Slamet Muljana|Muljana, Slamet]] (2005). [https://books.google.co.id/books?id=j9ZOKjMxVdIC&pg=PA17&lpg=PA17&dq=tahun+1409+majapahit+mengirim+ekspedisi+militer+ke+sumatera&source=bl&ots=MBWjhBRCD3&sig=-NBQae5TUqhGL4USSmoioMD4Njg&hl=en&sa=X&ei=523DVKLvMqe4mwXYyIL4CA&redir_esc=y#v=onepage&q=tahun%201409%20majapahit%20mengirim%20ekspedisi%20militer%20ke%20sumatera&f=false "Runtuhnya kerajaan Hindu-Jawa dan timbulnya negara-negara Islam di Nusantara"] ''PT LKiS Pelangi Aksara''. hlm. 16. ISBN 979-98451-16-3.</ref> Dalam sebuah [[teks]] yang luar biasa versi Majapahit yang tersimpan di museum [[Jawa Timur]] diceritakan tentang invasi penaklukkan ke [[Sumatra]] terutama ke Pagaruyung dengan 500 kapal perang lengkap dengan [[patih]] dan hulubalang serta 200.000 [[prajurit]] dan seekor [[kerbau]] jantan [[raksasa]] sebesar [[gajah]]. Bala tentara Majapahit tanpa halangan sampai di [[Jambi]] yang merupakan pintu masuk ke [[dataran tinggi Minangkabau]] melalui sungai besar dan berair dalam yang ada di dataran rendah bagian timur Sumatra.<ref name="Sengketa Tiada Putus">Hadler, Jeffrey (2010). [http://sseas.berkeley.edu/sites/default/files/faculty/files/hadlersengketa.pdf "Sengketa Tiada Putus"]{{Pranala mati|date=Maret 2021
Sesampai di [[Pariangan, Pariangan, Tanah Datar|Pariangan]] para patih dan hulubalang Majapahit berunding dengan Patih Suatang ([[Datuk Perpatih Nan Sebatang]]) serta Patih Ketemanggungan ([[Datuk Katumanggungan]]), lalu muncul usulan dari Patih Majapahit untuk mengadu kerbau sebagai [[simbol]]isasi [[perang]]. Pemilik kerbau yang menang berarti memenangkan peperangan, begitu pula sebaliknya.<ref name="Sengketa Tiada Putus"/>
|