Teologi pembebasan dalam Islam: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan |
|||
Baris 43:
Sayangnya, Islam yang bersifat revolusioner ini segera menjadi agama yang kental dengan status quo, begitu Nabi Muhammad SAW meninggal dunia. Selama abad pertengahan, Islam sarat dengan praktis feodalistik dan para ulama justru ikut menyokong kemapanan yang sudah kuat itu. Mereka lebih banyak menulis buku tentang ibadah-ibadah ritual dan menghabiuskan energinya untuk mengupas masalah-masalah furu’iyah dalam Syari’at, dan sama sekali mengecilkan arti elan vital Islam dalam menciptakan keadilan sosial dan kepedulian Islam yang aktif terhadap kelompok yang lemah dan tertindas (mustad’afin). Mereka mengidentifikasi dirinya sebagai mustakbirin (orang yang kuat dan sombong). Sehingga sampai sekarang, Islam yang diterima masyarakat adalah Islam yang kental dengan status quo. Maka dari itu, sekarang ini yang sangat dibutuhkan adalah menghapuskan sistem kapitalisme yang didasarkan pada eksploitasi sesama manusia, jika semangat Islam masih menjadi ruh bagi masyarakatnya.
Bahwa Islam berorientasi praktis senyatanya disebut dengan tegas dan jelas di dal;am banyak ayat Al Qur’an. Seorang mujahidin (orang yang bersungguh-sungguh memperjuangakan kebenaran) sangat di hargai di dalam Al Qur’an. “Tiadalah sama orang mukmin yang duduk saja di rumah, kecuali yang sakit, dan oarang yang berihad di jalan Allah dengan harta dan jiwanya”. Kalimat selanjutnya, “Allah menempatkan orang berjihad dengan harta dan jiwanya sederajat lebih tinggi dari orang yang duduk saja di rumah” (4:95).
|