Kerajaan Sumedang Larang: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Baris 565:
Secara politik Kerajaan Sumedang Larang didesak oleh tiga musuh: yaitu Kerajaan Banten yang merasa terhina dan tidak menerima dengan pengangkatan Prabu Geusan Ulun sebagai pengganti Prabu Siliwangi; pasukan [[Vereenigde Oostindische Compagnie|VOC]] di Jayakarta yang selalu mengganggu rakyat; dan [[Kesultanan Cirebon]] yang ditakutkan bergabung dengan [[Kesultanan Banten]].
Pada masa itu [[Kesultanan Mataram]] sedang pada masa kejayaannya, banyak kerajaan-kerajaan kecil di [[Nusantara]] yang menyatakan bergabung kepada Mataram. Dengan tujuan politik pula akhirnya Prabu Geusan Ulun menyatakan bergabung dengan Kesultanan Mataram dan dia pergi ke Demak dengan tujuan untuk mendalami agama Islam dengan diiringi empat prajurit setianya (Kandaga Lante). Setelah dari pesantren di Demak, sebelum pulang ke Sumedang Larang ia mampir ke Cirebon untuk bertemu dengan '''Panembahan Ratu''' penguasa Cirebon, dan disambut dengan gembira karena mereka berdua sama-sama keturunan [[Sunan Gunung Jati]].
Dengan sikap dan perilakunya yang sangat baik serta wajahnya yang rupawan, [[Prabu Geusan Ulun]] disenangi oleh penduduk di Cirebon. Permaisuri Panembahan Ratu yang bernama '''Ratu Harisbaya''' jatuh cinta kepada Prabu Geusan Ulun. Ketika dalam perjalanan pulang ternyata tanpa sepengetahuannya, Ratu Harisbaya ikut dalam rombongan, dan karena Ratu Harisbaya mengancam akan bunuh diri akhirnya dibawa pulang ke Sumedang Larang. Karena kejadian itu, Panembahan Ratu marah besar dan mengirim pasukan untuk merebut kembali Ratu Harisbaya sehingga hampir terjadi perang antara Cirebon dan Sumedang Larang.
Akhirnya '''[[Sultan Agung dari Mataram|Sultan Agung]]''' dari Mataram meminta kepada Panembahan Ratu untuk berdamai dan menceraikan Ratu Harisbaya yang aslinya dari Pajang-Demak dan dinikahkan oleh Sultan Agung dengan Panembahan Ratu. Panembahan Ratu bersedia dengan syarat Sumedang Larang menyerahkan wilayah sebelah barat Sungai Cilutung (sekarang [[Kabupaten Majalengka|Majalengka]]) untuk menjadi wilayah Cirebon.
Karena peristiwa tersebut pula ibu kota dipindahkan ke Gunung Rengganis, yang sekarang disebut Dayeuh Luhur.
|