Krisis Selat Sunda: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
InternetArchiveBot (bicara | kontrib)
Rescuing 1 sources and tagging 0 as dead.) #IABot (v2.0.8
Meteor2303 (bicara | kontrib)
Membenarkan terjemahan
Baris 1:
{{Periksa terjemahan|en|Sunda Straits Crisis}}
{{Infobox Konflik|campaignbox={{Kotak kampanye konfrontasi Indonesia–Malaysia}}|conflict=Krisis Selat Sunda|partof=[[konfrontasi Indonesia-Malaysia]]|image=[[Berkas:Sunda Strait map-fr.svg|300px]]|caption=Selat Sunda yang memisahkan Jawa dan Sumatra adalah pusat krisis.|date=27 Agustus – 10 September 1964|place=[[Selat Sunda]], [[Indonesia]]|result=Indesisif|combatant1={{flag|United Kingdom}}|combatant2={{flag|Indonesia}}|commander1={{flagicon|United Kingdom}} [[Varyl Begg]] <br />{{flagicon|United Kingdom}} [[Peter Thorneycroft]] <br /> {{flagicon|United Kingdom}} [[Louis Mountbatten]]|commander2={{flagicon|Indonesia}} [[Sukarno|Soekarno]] <br> {{flagicon|Indonesia}} [[Subandrio|Soebandrio]] <br> {{flagicon|Indonesia}} [[Suwito]]|strength1=1 kapal induk <br> <nowiki> </nowiki>2 penghancur|strength2=Kekuatan hampir penuh [[Indonesian Air Force|Angkatan Udara Indonesia]]<br> KapalSejumlah kapal selam dan kapal permukaan ringan yang tidak diketahui|casualties1=Nol|casualties2=Nol}}
 
'''Krisis Selat Sunda''' adalah konfrontasi yang berlangsung selama 2 pekan, pada bulan Agustus dan September 1964 antara [[Britania Raya|Inggris Raya]] dan [[Indonesia]] mengenai [[kapal induk kelas Illustrious]] [[HMSInggris Victorious (R38)|HMS ''Victorious'']] yang melalui [[Selat Sunda]], selat yang memisahkan pulau-pulau Indonesia: [[Jawa]] dan [[Sumatra]], yang terjadi antara bulan Agustus dan September 1964. Insiden ini adalahmerupakan bagian dari [[konfrontasi Indonesia-Malaysia]] yang lebih besar, yakni konflik bersenjata antara Indonesia dan [[Malaysia]] (dengan dukungan militer Inggris) selama pembentukan Malaysia sebagai negara merdeka.
 
Pada tanggal 27 Agustus 1964, kapal induk Inggris [[HMS Victorious|HMS ''Victorious'']] dan dua kapal penghancur yang mengawal berlayar melintasi Selat Sunda, perairan internasional yang diklaim oleh Indonesia, menuju [[Australia]]. Kesal dengan peringatan santai Inggris soal pas langsungpelayaran kapal-kapal melalui selat tersebut (hanya melalui panggilan telepon dua hari sebelumnya), yang juga tidak disebutkannyamenyebutkan soal kapal induk dalam peringatan tersebut), dan kewaspadaan terhadap kemungkinan bahwa Inggris sedang berusaha untuk memprovokasi merekaIndonesia agar memberikan respons kekerasan, dua hari kemudian [[Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia]] memutuskan untuk mencoba menghalangi kapal-kapal perang tersebut dalam perjalanan mereka kembali ke [[Singapura]], yang dijadwalkan di pertengahan September.
 
Marah atas apa yang dianggap sebagai satu lagitambahan penghinaan terhadap martabat Inggris setelah pendaratan baru-baru di Pontian dan [[Pendaratan di Labis|Labis]] oleh relawan Indonesia di Malaysia barat daya, anggota Kabinet Inggris, khususnya Peter Thorneycroft dan [[Louis Mountbatten]], bermaksud mengirim kapal induk tersebut kembali melalui Selat Sunda terlepas dari larangan Indonesia. Meskipun komandan angkatan laut Inggris di Timur Jauh prihatinmerasa benarkhawatir bahwa HMS ''Victorious'' akan tidak akan dapat dipertahankanbertahan bila melalui rute tersebut, opini yang menang adalah bahwa tidak mengirim kapal tersebut akan mengakibatkan kekalahan besar politik baik pada skala domestik maupun internasional serta hilangnya hak-hak di jalur airperairan yang penting. Ketegangan bertambah karena Inggris dan Indonesia masing-masing menolak untuk mengalah, dan ketika waktu kapal induk untuk berlayar datangsemakin mendekat, perang menjadi sangatlebih memungkinkan untuk mungkinterjadi.
 
Namun, pada 10 September Indonesia memberi tawaran jalan keluar pada 10 September: rute alternatif melalui [[Selat Lombok]]. Inggris mengambil tawaran ini, yang melegakan kedua belah pihak, dan ''Victorious'' dengan damai kembali melalui wilayah Indonesia. Perang dihindari, dan puncak dari ketegangan selama konfrontasi telah berlalu. Tidak pernah lagi ada ancaman perang habis-habisan sebagai kemungkinan yang realistis, meskipun terdapat beberapa pertempuran darat besar di [[Kalimantan|Borneo]] utara pada musim semi berikutnya, dan konfrontasi luka surutmenyurut pada akhir musim gugur 1965 tanpa pernah meningkat menjadi konflik besar, dengan kesepakatan damai yang ditandatangani tahun berikutnya.
 
== Asal-Usul ==
Pada 31 Agustus 1957, wilayah Inggris [[Malaya Britania|Malaya]] menerima kemerdekaan dari ''Crown'' sebagai bagian dari penarikan koloni Inggris dari [[Timur Jauh]], setelah hampir satu dekade pasukan Inggris dan Persemakmuran melakukan perang kontra-pemberontakan berliku-liku terhadap pemberontak Malayan di [[Kedaruratan Malaya|Malayan Emergency]].<ref>[http://se-asia.commemoration.gov.au/background-to-malayan-emergency/causes-and-description.php "The Malayan Emergency: 1948–1960"] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20110706121637/http://se-asia.commemoration.gov.au/background-to-malayan-emergency/causes-and-description.php |date=2011-07-06 }}.</ref> Rencana Inggris menentukan bahwa negara baru ini akan digabungan dengan koloni Inggris di [[Sarawak]], [[Sabah]], dan [[Brunei Darussalam|Brunei]] di [[Kalimantan|Borneo]] utara untuk lebih melindungi kepentingan militer dan ekonomi Inggris di daerah-daerah ini. Brunei tidak bergabung, sementara Sarawak, Sabah, dan Singapura telah sepakat untuk bergabung dengan federasi baru ini pada tahun 1963.<ref name=":0">Simpson 2012, p. 161.</ref> Proyek Ini, dilabel 'Grand Design' oleh [[Ramsay MacDonald]], telah menjadi pondasi pemikiran strategi Inggris di wilayah ini selama pertengahan 1950-an, dan berujung pada federasi awal berbagai negara bagian MalayMalaya terlepas dari aneka perbedaan, dengan Singapura dan Kalimantan yang bergabung kemudian. Rencana ini juga mendapat dukungan dari pemerintah Malaysia, yang berharap untuk mencegah klaim dari rival: Indonesia di Kalimantan.<ref>Easter 2012, pp. 5–6.</ref>
 
=== Awal dari Konfrontasi ===
[[Berkas:Presiden_Sukarno_dyk.jpg|jmpl|Presiden Soekarno dari Indonesia adalah kekuatan pendorong di balik <span>Konfrontasi</span>.]]
Sementara itu, Indonesia dan terutama presidennya yang lama menjabat: Soekarno, dengan keras menentang pembentukan Federasi tersebut. Soekarno menentang baik pelestarian kehadiran Inggris yang 'imperialis' di [[Asia Tenggara]], wilayah di mana ia bercita-cita menjadi kekuatan tertinggi, maupun penggabungan koloni-koloni Borneo ke Federasi baru tersebut, karena tujuannya adalah untuk mengontrol seluruh pulau. Memang, karena kepemilikan atas wilayah [[Kalimantan (Indonesia)|Kalimantan]], Indonesia sudah menguasai sebagian besar pulau besar. Untuk meningkatkan posisi Indonesia di meja perundingan sebelum Federasi tersebut diciptakan, Soekarno bertekad untuk memulai periode <span>Konfrontasi</span> dengan Malaysia. Awalnya terdiri atas serangan yang sering terjadi oleh 'relawan' Indonesia ke wilayah Malaysia, konflik ini tidak dianggap sebagai perang oleh kedua sisi, dan paling tidakterutama oleh seluruh masyarakat Indonesia. Bahkan, ketika ditanya tentang apa sebenarnya Konfrontasi itu, Menteri Luar Negeri [[Soebandrio]] dari Indonesia menjawab, "Konfrontasi tidak mencakup perang, karena dapat dilakukan tanpa perang."
 
Untuk Soekarno, operasi semacam ini memiliki sejumlah manfaat. Memulai operasi militer melawan 'imperialis' akan membantu mengikat bersama kekuatan antagonis pasukan angkatan darat dengan [[Partai Komunis Indonesia|Partai Komunis]] (PKI) dalam mendukungnya, sementara tidak menciptakan lautan apikerusakan yang ditingkatkantereskalasi sepenuhnyapenuh akan mencegah Inggris dan sekutu Persemakmurannya yang secara militer superior agaruntuk tidak menggunakan kekuatan penuh mereka. Indonesia juga telah mengadakan operasi sukses yang menggunakan teknik yang sama dalam [[Persengketaan Irian Barat|Operasi Irian Barat]] melawan Belanda satu dekade sebelumnya, dimana operasi penyerbuan ke [[Papua Bagian Barat|WesternPapua New GuineaBarat]] berakhir dengan Belanda yang menyerahkan wilayah itu untuk mencegah Indonesia 'jatuh' ke tangan Komunisme.<ref>Simpson 2012, pp. 161–2.</ref>
 
=== Konfrontasi Mengembang ===
[[Berkas:Captured_Indonesian_Infiltrators_(AWM_P01499.005).JPG|kiri|jmpl|Pasukan Indonesia yang ditangkap setelah serangan di Sungai Kesang.]]
Bagian utama dari Konfrontasi ini umumnya terbagi menjadi tiga tahap yang berbeda. Pada tahap pertama, Indonesia mendukung pemberontakan terhadap kekuasaan AngloInggris-Malaysia di Kalimantan Utara, terutama [[Pemberontakan Brunei]] pada Desember 1962. Di tahap kedua, serangan-serangan [[gerilya]] yang membuat konflik ini paling terkenal dimulai dengan sungguh-sungguh, dari April 1963 hingga seterusnya. Pertempuran di fase ini, sementarameskipun menyebabkan beberapa kerusakan dan korban jiwa, relatif kecil dan serangan-serangan ini biasanya hanya dilakukan oleh kelompok-kelompok kecil tidak lebih dari ukuran peleton yang melintasi perbatasan Kalimantan ke Sarawak dan Sabah. Operasi ini merupakan inti dari strategi awal untuk memperbaiki posisi negosiasi Indonesia, dan terus berlanjut seiring negosiasi tersebut sepanjang musim panas tahun 1963. Namun, pada 16 September, negosiasi diakhiri dengan pembentukan Federasi Malaysia, yang meliputi Malaya, Singapura, dan yang paling penting, dua negara bagian Borneo (Sarawak dan Sabah). Menanggapi hal ini, serangan semakin intensif menjadi kelompok-kelompok lebih besar yang bekerja dengan atau terdiri dari pasukan regular Indonesia - awal dari eskalasi konflik menuju fasenya yangfase ketiga danyang paling berbahaya.<ref>Simpson 2012, p. 162.</ref>
 
Namun, fase itu masih satu tahun yang akan datang. Setelah menghabiskan sebagian besar tahun 1964 bergerak di Kalimantan utara dan menjadi semakin frustrasi dengan oposisi Inggris terhadap rencana Indonesia, Soekarno menyampaikan sebuah pidato terobosan namun pahit di Jakarta pada 17 Agustus dalam [[Hari libur nasional di Indonesia|peringatan Hari Kemerdekaan]]. Di dalamnya, ia mencerca Barat, terutama Inggris dan Amerika, atas kebijakan mereka untuk Vietnam dan Malaysia. Yang paling terkenal, ia menyatakan bahwa tahun berikutnya akan menjadi "tahun hidup berbahaya"<ref>Tuck 2016, p. 30.</ref> untuk Indonesia. Pidato ini, terutama karena seminggu setelah Soekarno mengakui kenegaraan [[Vietnam Utara]], menjadi sinyal niat, dan Soekarno bermaksud menyokong kata-katanya dengan tindakan. Malam itu juga, sebuah kontingen kecil tentara Indonesia mendarat di Pontian, di negara bagian Johor di ujung selatan [[Semenanjung Malaya|Semenanjung Melayu]]. Meskipun para penyerbu dengan cepat ditangkap oleh pasukan keamanan elit Malaysia Senoi Praaq, pesannyapesan sudah jelas: Konfrontasi sedang berkembang. Malaysia, yang merasa terancam, menyatakan keadaan darurat dan menekan Inggris untuk bertindak dalamdemi pertahanan mereka.<ref>Subritzky 2000, p. 116.</ref>
 
== Krisis ==
Baris 29:
=== <span>Pelayaran </span>''Victorious'' dari Singapura ===
[[Berkas:HMS_Victorious_(R38)_underway_in_the_Pacific_Ocean_c1964.jpg|jmpl|HMS ''Victorious'' berjalan di Pasifik pada tahun 1964.]]
Pada 26 Agustus, kapal induk HMS ''Victorious'' berlayar dari Singapura bersama dua kapal perusak yang mengawal, HMS ''Caesar'' dan HMS ''Cavendish'', menuju [[Fremantle|Perth]], [[Australia Barat]]. Tujuan sebenarnya perjalanan ini masih diperdebatkan, tetapinamun ada kemungkinan bahwa kelompok kapal induk tersebut lewat sebagai unjuk kekuatan kepada Indonesia mengikutisetelah peristiwa pendaratan di Pontian dan 'kunjungan muhibah'niat baik rutin resmi di mana kapal itu kononuntuk menujunegara sekutu Inggris.<ref name=":7">Auerswald 2000, p. 103.</ref><ref name=":4">Roberts 2009, p. 52.</ref> Satuan tugas itutersebut ternyata mendapatimendapat respons yang sangat sedikit responsdari Indonesia saat melewati wilayah perairan mereka,. kapalKapal induk melaporkan hanya ada satu [[Tu-16 Badger|Tupolev Tu-16]] yang melakukan ''flyover'' ketika kapal-kapal perang ini melalui Selat Sunda pada hari berikutnya.<ref>McCart 1998, p. 153.</ref> Kepemilikan selat itu sendiri kompleks, Indonesia mengklaimnya meskipun Inggris menegaskannya sebagai perairan internasional sehingga kapal perang mereka bisa lewat setiap waktu. Mengikuti standar prosedur Inggris dalam situasi seperti ini, [[Atase militer|Atase Militer]] Inggris di [[Daerah Khusus Ibukota Jakarta|Jakarta]] telah menelepon Direktur Intelijen Angkatan Laut Indonesia dan menyampaikan bahwa skuadron mereka akan melewati wilayah Indonesia tanpa meminta izin, sebelumnya Inggris telah melalui selat tersebut sama halnya pada Oktober 1963.<ref>Easter 2012, p. 99.</ref> Kebijakan ini, dibuat oleh [[Departemen Luar Negeri dan Persemakmuran|Departemen Luar Negeri Inggris]], memiliki tujuan ganda memberitahukan orang-orang Indonesia atas aksi yang mungkin provokatif tanpa kesadaran mengenai apa yang mereka pikir sebagai klaim berlebihan di perairan internasional. Tanggal kembali ke Singapura tidak diatur dengan pasti pada saat berlayar, tetapi diperkirakan sekitar pertengahan September.<ref name=":1">Boon Kwan 2005, p. 406.</ref>
 
=== Respons Awal Indonesia ===
[[Berkas:Subandrio_1964.jpg|kiri|jmpl|Menteri Luar Negeri Soebandrio pada tahun 1964.]]
Keesokan harinya (28 Agustus), Wakil Menteri Luar Negeri Indonesia Suwito memanggil ''Charge d'Affaires ''Inggris mengeluhkan bahwa pemberitahuan Inggris yang terlalu kasual; sementarameskipun tidak meminta Inggris untuk memohon izin Indonesia untuk tindakan seperti itu, ia meminta Inggris untuk memberikan pengumuman yang lebih formal, sebaiknya tertulis, di waktu berikutnya. Jika tidak, Suwito memperingatkan, "ketegangan sekarang mungkin dapat mengakibatkan insiden yang tidak direncanakan, tidak diinginkan tetapi serius," pernyataan yang dengan cepat diteruskan ke pemerintah Inggris.<ref name=":2">Easter 2012, p. 100.</ref> ''Charge d'Affairs'' menjawab bahwa setiap pemberitahuan lebih lanjut akan dilakukan secara tertulis, agar tidak menimbulkan masalah apapun. Beberapa hari kemudian, pada 2 September, sehari setelah [[Pendaratanpendaratan di Labis|pendaratan Labis]], Subandrio berjalan dimengambil garis yang lebih keras, dengan memberitahu Duta Besar Australia di Jakarta bahwa ''Victorious'' akan ditolak kembali melalui Selat Sunda. Penyebab larangan tersebut tidak jelas, karena dokumen-dokumen resmi dari waktu itu tidak tersedia, tetapi pengumuman Subandrio ini sejalan dengan kebijakan pemerintah soal paspelayaran melalui perairan Indonesia, menujuyakni penindakan kegiatan-kegiatan ilegal setelah grupkelompok kapal induk Amerika lewatmelakukannya di awal bulan.<ref>Boon Kwan 2005, p. 402.</ref> Para pembuatPembuat kebijakan Indonesia juga mungkinkemungkinan khawatir atas ancaman kekuatan udara Inggris yang begitu dekat dengan Jakarta serta kemungkinan akan usaha Inggris untuk memprovokasi respons yang mirip dengan Vietnam terhadap Amerika pada [[insiden Teluk Tonkin]] di awal tahun itu. YangAlasan terakhir ini tampaknya sangat mungkin dengan tampaknya kemurkaan Sukarno yang sangat tampak dalam menanggapi insiden itu, sudah wajar jika tanggapan terhadap serangan Inggris ini sama kuat. Bagaimanapun juga, pimpinan Indonesia memahami insiden ini sebagai pembalasan langsung atas pendaratan Pontian dan sinyalmensinyalir putusanketekadan Inggris; meskipun mengkhawatirkan, tidak bisa menyelesaikanmengalahkan pelanggaran Inggris atas klaim bahari mereka.<ref>Boon Kwan 2005, p. 407.</ref>
 
=== Putusan dan Rencana Inggris Memaksakan Selat Sunda ===
Departemen Luar Negeri, sementara itu, bertekad untuk tidak mundur dalam menghadapi tantangan dan perbuatan yang dipandang sebagai penghinaan lebih terhadap martabat Inggris. Thorneycroft berargumen bahwa jika ''Victorious'' tidak melewati Selat Sunda dalam perjalanan pulang, Inggris "harus menderita kekalahan politik substansial dengan efek yang tak terduga terhadap posisi militer di Timur Jauh,"; pandangannya didukung oleh Laksamana Mountbatten dan David Luce, Kepala Staf Angkatan Laut.<ref name=":3">Boon Kwan 2005, p. 408.</ref> Mountbatten bahkan melangkah lebih jauh, memperingatkan Thorneycroft bahwa kegagalan dalam memenuhi tantangan ini akan memiliki "dampak serius" untuk "staturperawakan seluruh militer - tidak hanya di Timur Jauh, tetapi di seluruh dunia." Luce dan Mountbatten juga menganggap ini sebagai kesempatan sempurna untuk menekan Jakarta untuk pertama kalinya, Luce menyatakan bahwa paspelayaran kembali "bisa saja memberikan inisiatif ini untuk kita" dan Mountbatten memandangnya sebagai saat yang tepat untuk mengalihkan Soekarno dari penyerangan terhadap Malaysia. Setidaknya, paspelayaran polos melalui Selat Sunda harus dipertahankan.
 
Pandangan Whitehallpemerintah Inggris tidak digemakan oleh para komandan angkatan laut, terutama Sir Varyl Begg, ''Commander-in-Chief''Panglima tentara Inggris di wilayah itu, yang percaya bahwa kapal induk itu terlalu lemah untuk membela diri atau menyerang balik Indonesia. Begg memvonismerasa bahwa sempitnya Selat Sunda berkombinasidikombinasikan dengan fitur geografis lokal membatasi gerakan kapal dan menegasi radar, sementara kustomkonvensi mencegah operatorkapal dari menerbangkan pesawat atau bahkan membawanya di atas dek, yang membuat kapal dan yang mengawalpengawalnya sangat rentan jika diserang. Daripada itu, ia menyarankan untuk mengirim kapal perusak, yang jauh dapat dibuang dibandingkan dengan armada pengangkut. Pandangannya didukung oleh Lord Antony Head, yang berpendapat bahwa akan ada sedikit keuntungan bagi Indonesia dan kerugian bagi Inggris jika kapal induk tidak ditaruh dalam bahaya. Namun, Luce tetap bersikukuh bahwa ''yang Victorious'' harus berlayar; untuk meredakan ketakutan Begg, ia meyakinkan bahwa kapal induk yang lebih modern HMS ''Centaur'' akan siap memberikan perlindungan udara untuk satuan tugas tersebut. Bala bantuan juga dilarikan ke Singapura untuk menemuimenghadang provokasi Indonesia. Thorneycroft memerintahkan Begg untuk mulai merencanakan pemaksaan paspelayaran melalui Selat Sunda, sebagaimana para pejabat tentukan pada 3 - 4 September: kapal induk itu tidak boleh dialihkan.
 
Dalam hasil rapat kabinet perihal penyebaranoperasi angkatan laut pada 7 September, Thorneycroft dan Mountbatten mengajukan pemaksaan Selat Sunda dengan satuan tugas, meskimeskipun mereka mengakui bahwa kapal induk akan berisiko mengalami kerusakan atau kerugian, mencegah Soekarno dari mencapai kemenangan ''[[brinkmanship]]'' akan bernilai samasepadan. Walau Menteri Luar Negeri R. A. Butler dengan sangat kuat menunjukkan bahwa dalammendukung argumen Begg bahwa ''Victorious ''itumerupakan aset yang terlalu kuatberharga untuk direlakan, argumen Thorneycroft menang. Kabinet setuju bahwa kapal tidak akan dialihkan, karena penghalangan kapal induk itu akan meningkatkan martabat Soekarno tanpa batas, dan menyetujui persiapan Operasi Althorpe, rencana untuk melenyapkan angkatan udara Indonesia sebagai balasan terhadap serangan.<ref name=":5">Easter 2012, p. 102.</ref> ;. meskipunMeskipun tidak ada keputusan tergesa-gesa yang dibuat, dan walaupun Kabinet telah setuju untuk memeriksa masalah ini lebih lanjut.<ref>Boon Kwan 2005, pp. 408–9.</ref>
 
=== Alternatif dan Resolusi Indonesia untuk Krisis Ini ===
Pada 9 September, Suwito memberitahu seorang diplomat Inggris bahwa Selat Sunda akan ditutup karenauntuk latihan angkatan laut dan bahwa apabilakeputusan kapal perang Inggris untuk menjauhi daerah itu untuk sementara, itu akan dihargai. Untuk Inggris, ini tampak sebagai eskalasi krisis; jika satuan tugas berlayar melaluinya, mungkin mereka harus melawan [[Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut|Angkatan Laut Indonesia]] secara langsung - meskipun pada kenyataannya Indonesia sedang mengurangi tekad untuk menolakmenghadang paspelayaran satuan tugas Inggris melalui Selat Sunda, dan berharap menjauhkan Inggris dari mencobapercobaan memaksakan diri melalui berbagaimetode carayang tidak langsung.<ref>Easter 2012, p. 101.</ref> Bagaimanapun, Inggris tidak menafsirkan demikian; pengumuman itu memicu babak baru perdebatan mengenai pemaksaan paspelayaran ini. Thorneycroft meninjau kembali rencana dengan Kementerian Luar Negeri, Kementerian Pertahanan, dan ''CommonwealthKantor RelationsRelasi Office''Persemakmuran; kebanyakan dari mereka memberitahunya untuk mempertimbangkan pendapat para komandan di tempat. Setelah mengingat endorsemen berpengaruhdukungan Lord Head atasyang berpengaruh terhadap pandangan Begg, Thorneycroft goyah dan memutuskan bahwa dua kapal perusak harus lanjut lewatmelalui Selat Sunda tanpa ''Victorious'', dengan pesawat dari kapal itu dan ''Centaur'' sebagai bantuan.<ref name=":6">Boon Kwan 2005, p. 409.</ref> Meskipun khawatir tentang efek psikologis dari tidak lewatnya kapal induk, ia diingatkan bahwa Inggris tidak memberitahu Jakarta bahwa kapal itu akan kembali lewat jalan itu sebelumnya.
 
Dalam rapat Kabinet keesokan paginya, Butler mengangkat isu ini sekali lagi, menginformasikan merekaKabinet bahwa Indonesia berusaha untuk menghalangi ''Victorious'' yang ''hanya'' ingin lewatmelewati Selat Sunda dengan dalih latihan angkatan laut. Thorneycroft kemudian berbicara, menyatakan bahwa Soekarno akan "mendapatkan prestise" jika ia menghentikan kapal-kapal agar tidak lewat, dan bahwa ia mungkin akan menutup jalur air lainya untuk RoyalAngkatan NavyLaut Inggris jika ia berhasil. Thorneycroft mengaku bahwa ia awalnya berencana untuk mengirim kapal induk itu untuk melalui Selat Sunda, tetapi setelah diskusi dengan Head dan Begg memutuskan untuk mengirim kapal perusak lewat selat itu, dan mengirim ''Victorious'' ke utara lewat kelilingmengelilingi Sumatra. Kapal-kapal penghancur masih akan mampu menegakkan hak atas pasnyapelayarannya, sementara memaksa Soekarno untuk menyerang atau membiarkan mereka lewat. Jika Indonesia menyerang kapal-kapal tersebut, "itu akan jadi sebuah tindakan perang... dan kita [Inggris] akan harus membalas dengan kekuatan besar." Meskipun Kabinet mencatat bahwa kapal perusak bisa saja hancur jika diserang, tidak membungkuk kepada Soekarno dianggap perlu. Inggris dan Indonesia berada di jurang perang habis-habisan.
 
Bagaimanapun jugaNamun, Kabinet belum tahu bahwa Indonesia sudah menyiapkan alternatif dari terjunkemungkinan bebas ke jurangperang tersebut. Pada hari itu juga, tanggal 10 September, Suwito meminta Inggris untuk menghindari "kesalahpahaman" yang mengerikan dan secara diam-diam menawarkan mereka agaruntuk melewati Selat Lombok. Di samping lebih jauh dari Jakarta, wilayah itu masih diklaim Indonesia, dan mungkin membantu Inggris menyelamatkan wajahnya sementara tidak melepaskanmemasukkan diri dalam perang yang mereka tidak inginkan. Dengan dukungan Departemen Luar Negeri, Thorneycroft dan Perdana MentriMenteri [[Alec Douglas-Home]] meyetujui kompromi tersebut, dan memberitahu Suwito bahwa kapal-kapal itu akan mengambil jalur Selat Lombok. Suwito tampak, menurut para saksi mata, "teramat lega" setelah menghindari konflik penuh.<ref>Easter 2012, pp. 102–3.</ref> ''Victorious'', setelah bertemu dengan kapal perusak HMS ''Hampshire'' dan ''frigate''frigat HMS ''Dido'' dan HMS ''Berwick'', berlayar dengan aman melalui Selat Lombok pada 12 September.
 
== Dampak ==
Krisis Selat Sunda adalah titik puncak di mana konfrontasi Indonesia-Malaysia hampir memasuki perang penuh, dan pada akhirnya pergerakan itu memang terhindari, tetapi bayangan konflik belum sepenuhnya berlalu. Indonesia belum berhenti melakukan pendaratan di Malaysia, dan Inggris telah berniat melakukan pembalasan jika terpojok karena tekanan Malaysia baik melalui badan pemerintahpemerintahan maupun [[Perserikatan Bangsa-Bangsa]].<ref>Easter 2012, p. 103.</ref> Namun, krisis ini dengan cepat mereda setelah paspelayaran ''Victorious'' melalui Selat Lombok. Perdana Menteri Malaysia [[GelarTunku kehormatanAbdul Melayu|TunkuRahman]] Malaysia melaporkan tawaran damai rahasia dari Soekarno pada 16 September; walaupun Inggris meragukan ketulusan tawaran ini, adasulit sedikit keraguandiragukan bahwa insiden ini telah menguncang kepercayadiriankepercayaan diri Jakarta. Dukungan Indonesia dari Afrika dan Asia di PBB mulai melemah; bertahan dari penghakimanpengutukan sebab perbuatan mereka terhadap Malaysia hanya karena veto [[Uni Soviet]]. Hasilnya Tunku memberitahu Inggris pada 18 September bahwa ia tidak akan membalas secara langsung dan akan berusaha membawa kasus ini ke PBB, melegakan Inggris, yang menyambut "let-off" ini.<ref name=":8">Subritzky 2000, p. 121.</ref> Inggris membatalkan rencana pas penuh kisruhpelayaran kapal-kapal perang besar mereka yang provokatif, dan mulai dari saat itu menjadi jelas bahwa tidak ada pihak yang menginginkan perang.<ref>Kraska & Pedrozo 2013, p. 137.</ref>
 
=== Hasil yang Diperdebatkan ===
Baris 56:
 
==== Inggris ====
Kebanyakan sejarawan mendukung cerita bahwa meskipun ''Victorious'' justru berlayar melalui Selat Lombok dan bukan Sunda, Inggris dengan gamblang menang dalam unjuk kekuatan selama Krisis Selat Sunda. Banyak laporan, termasuk ''History of Counterinsurgency ''oleh Gregory Fremont-Barnes, setuju dengan versi sederhana bahwa Indonesia menutup selat tersebut karena satu alasan tertentuatau yang lain dan kedatangan satuan tugas di sekeliling kapal induk tersebut mengintimidasi Soekarno untuk membukanya kembali.<ref>Fremont-Barnes 2015, p. 112.</ref> Argumen yang umum adalah paspelayaran tersebut merupakan unjuk kekuatan yang efektif dan berani, sering kali mengabaikan masalah Selat Sunda sama sekali; sentimen yang ditunjukkan oleh awak ''Victorious ''sendiri, yang selama perjalanan melalui Selat Lombok berada di pos aksi saat melihat kapal selam Indonesia dan siap untuk menembak jika ada tanda-tanda permusuhan, percaya bahwa orang Indonesia memilih untuk menahan diri karena takut terhadap kekuatan mereka. Pandangan tersebut dipertahankan oleh laporan resmi Inggris, menggambarkan hasil krisikrisis sebagai kompromi dari masyarakat Indonesia, yang dalam istilah ''brinksmanship'', "berkedip pertamaterlebih dahulu" setelah Inggris menolak untuk mundur. Departemen Luar Negeri bahkan habis-habisan mengklaim bahwa Selat Lombok sama saja dengan Selat Sunda, meskipun terdapat jarak yang lebih jauh antara Singapura dan Australia.<ref>Boon Kwan 2005, p. 411.</ref> Setidaknya, kekalahan Indonesia kemudian hari di Perserikatan Bangsa-Bangsa dan kesepakatan Tunku Abdul Rahman untuk menjauhkan diri dari pembalasan adalah hasil yang sangat positif bagi Inggris dari insiden ini.
 
==== Indonesia ====
Sebaliknya, sejarawan Toh Boon Kwan berpendapat panjang lebar mengenai kepentingan orang Indonesia, menegaskan bahwa mereka mendapatkan kemenangan yang sama jika tidak lebih valid daripada Inggris. Ia menyatakan bahwa pembuat kebijakan Inggris, lega karena dapat terhindar dari jalan menuju peperangan, sudah lupa bahwa Selat Lombok secara militer menguntungkan Indonesia, kapal perang Indonesia bisa menghalangi satuan tugas Inggris dengan mudah dari pusat pangkalan angkatan laut yang dekat. Secara simbolis, juga, memaksa kapal-kapal kebanggaan [[Angkatan Laut Britania Raya|Royal Navy]] untuk mengambil jalan panjang mengitari wilayah mereka dapat dianggap sebagai keberhasilan diplomatik yang besar. Politisi indonesia memperoleh kekuatan dari krisis ini, menjadi percaya bahwa mereka bisa setara dengan 'Imperialis' dan bertahan dari "bersenggolan dengan bahaya." Hal ini, akumenurut Boon Kwan, anehnya kontrasberkontras dengan pandangan defaitis tentara yang mengalah, kesal karena dekatnya mereka sangat dekat dengan perang, dan bagaimanapun juga tidak begitu senang melaksanakan kebijakan-kebijakan konfrontasiKonfrontasi. Para tentaralahtentara-lah, ia menegaskan, yang mengirim inisiatif perdamaian ke Tunku pada bulan September.<ref>Boon Kwan 2005, pp. 411–2.</ref>
 
== Referensi ==