Songket menggunakan teknik menenun, di mana benang emas atau perak ditenun di antara benang sutra pada kain latar. Kain mewah dan mahal ini mencerminkan struktur sosial di kalangan bangsawan Melayu.
== Sejarah ==
[[Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM Vrouw aan weefstoel Padangse Bovenlanden TMnr 10014503.jpg|jmpl|250px|kiri|Perempuan Minang yang tengah menenun songket sekitar tahun 1900]]
Penenunan songket secara sejarah dikaitkan dengan kawasan permukiman dan budaya [[Suku Palembang|Melayu Palembang]] maupun [[Minangkabau]] yang berasal dari pulau [[Sumatra]].<ref name="Rodgers and Summerfield"/> Menurut hikayat [[Suku Palembang|rakyat Palembang]], asal mula kain songket bermula dari kerajaan [[Sriwijaya]]. Bahan utama pembuatan songket seperti [[sutra]] biasanya diproduksi oleh petani ulat sutra [[Sumatra|lokal]], namun untuk menghasilkan kualitas songket yang lebih bagus masyarakat lokal juga mengekspor bahan sutra dari [[Tiongkok]], sedangkan untuk benang emas biasanya diproduksi oleh para masyarakat lokal dengan mengolah emas yang dihasilkan dari beberapa daerah di pulau Sumatra (pada masa lampau, [[Sumatra]] dikenali juga sebagai ''Swarnadwipa'', berasal dari gabungan kata dalam {{lang-sa|स्वर्ण}} (''svarna''; emas) dan {{lang|sa|द्वीप}} (''dvipa''; pulau), yang artinya "pulau emas"). Kain songket ditenun pada alat tenun bingkai, pola-pola rumit diciptakan dengan memperkenalkan benang-benang emas atau perak ekstra dengan penggunaan sehelai jarum leper.
Sebagai akibat dari pengaruh kekuasaan [[Sriwijaya|kemaharajaan Sriwijaya]], kain songket menyebar dari [[Palembang]] ke seluruh penjuru wilayah kekuasaan Sriwijaya, yakni sebagian besar wilayah di Sumatra (terutama di [[Sumatra Barat]], [[Sumatra Selatan]], dan [[Lampung]]), [[Kepulauan Riau]], [[Kalimantan]] (terutama di [[Sambas]]), [[Semenanjung Malaya]] (juga bernama lain: Semenanjung Kra), [[Thailand]], [[Kamboja]], dan juga meliputi sebagian [[Jawa]]. Menurut tradisi [[Kelantan]], teknik tenun seperti ini diperkenalkan dari [[Chaiya]] (di Thailand) yang merupakan sebuah daerah yang pernah menjadi salah satu cabang daerah pusat dibawah kekuasaan [[Sriwijaya|kemaharajaan Sriwijaya]], yang mana kemudian teknik ini berkembang ke selatan di [[Pattani]] hingga mencapai ke [[Kelantan]] dan [[Terengganu]] sekitar abad ke-16. Akan tetapi menurut penenun [[Terengganu]], justru para pedagang [[Suku Minangkabau|Minangkabau]], [[Suku Palembang|Melayu Palembang]], dan India yang berlayar dari [[Palembang]] lah yang memperkenalkan teknik menenun ini pertama kali sejak zaman kejayaan [[Sriwijaya]].<ref name="Rodgers and Summerfield"/>
[[Berkas:Aesan Gede Songket Palembang.jpg|jmpl|190px|ka|Songket [[Palembang]] dikenakan oleh pengantin wanita berbusana pernikahan adat ''Aesan Gede'']]
Menurut tradisi Indonesia sendiri, kain songket nan keemasan juga kerap dikaitkan dengan kegemilangan [[Sriwijaya]],<ref>[http://beta.antaranews.com/berita/1279268106/the-ancient-sriwijaya-heritage-tampilkan-kemilau-songket-dan-adat-perkawinan-sumsel "The Ancient Sriwijaya Heritage" ("Warisan Purba Sriwijaya") Tampilkan Kemilau Songket dan Adat Perkawinan Sumatra Selatan]</ref><ref name="Sriwijaya Post">{{Cite news|first =|last =|authorlink =|author = Sriwijaya Post|coauthors =|title = Motif Abstrak Songket palembang|url = http://palembang.tribunnews.com/2011/12/21/motif-abstrak-songket-palembang|format = |work = |publisher = Sriwijaya Post|pages = |page = |date = |accessdate = 2012-01-16}}</ref> yang merupakan [[kemaharajaan]] niaga maritim nan makmur lagi kaya yang bersemi pada abad ke-7 hingga ke-14 di [[Sumatra]]. Dan hingga masa kini, tradisi songket tetap lestari terjaga dengan baik di [[Palembang]], dan daerah ini juga akhirnya dikenali sebagai pusat kerajinan songket paling mahsyur di Indonesia. Songket adalah kain mewah yang aslinya memerlukan sejumlah emas asli untuk dijadikan benang emas, kemudian ditenun tangan menjadi kain yang cantik. Secara sejarah, tambang emas di Sumatra terletak di [[Sumatra Selatan]] dan di pedalaman dataran tinggi [[Minangkabau]]. Penemuan benang emas di reruntuhan situs [[Sriwijaya]] di Sumatra, bersama dengan batu [[mirah delima]] yang belum diasah, serta potongan lempeng emas, mengindikasikan bahwa penenun lokal telah menggunakan benang emas seawal tahun 600-an hingga 700-an Masehi di Sumatra.<ref name="Rodgers and Summerfield"/> Songket Palembang merupakan songket terbaik di Indonesia baik diukur dari segi kualitasnya, yang berjuluk "Ratu Segala Kain". Songket eksklusif memerlukan di antara satu dan tiga bulan untuk menyelesaikannya, sedangkan songket biasa hanya memerlukan waktu sekitar 3 hari. Mulanya kaum laki-laki menggunakan songket sebagai destar, tanjak atau ikat kepala. Kemudian barulah kaum perempuan Melayu dan [[Suku Minangkabau|Minangkabau]] mulai memakai songket [[sarung]] dengan [[baju kurung]].
Selain dari pengaruh kemaharajaan Srijiwaya yang kuat di [[Semenanjung Malaya]] (juga dikenali sebagai Semenanjung Kra), kemungkinan tenun songket mencapai daerah tersebut melalui perkawinan atau persekutuan antar bangsawan Melayu dan [[Suku Minangkabau|Minangkabau]], karena songket yang berharga (seperti Songket Palembang dan Songket Minangkabau) kerap kali dijadikan maskawin atau hantaran dalam suatu perkawinan. Praktik seperti ini lazim dilakukan oleh negeri-negeri Melayu untuk mengikat persekutuan strategis. Pusat kerajinan songket terletak di pusat kerajaan Sriwijaya yakni Palembang (di [[Sumatra Selatan]]) yang secara politik penting karena bahan pembuatannya yang mahal karena benang emas sejatinya memang terbuat dari lembaran emas murni asli hasil dari [[Sumatra]].<ref name="Uchino2005"/> Songket sebagai busana diraja juga disebutkan dalam naskah Abdullah bin Abdul Kadir pada tahun {{circa}} 1849.<ref>[http://books.google.com/books?id=VihYSsllnjQC&pg=PA338&dq=berkain+songket+dan+berbaju+sikap+dan&lr=&as_brr=3&cd=2#v=onepage&q=berkain%20songket%20dan%20berbaju%20sikap%20dan&f=false Hikayat Abdullah By Hamzah Hamdani]</ref>
== Motif ==
|