Serangan Umum 1 Maret 1949: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
k Membatalkan suntingan oleh Sjakdhsijansnsi (bicara) ke revisi terakhir oleh Arsy Bainal Haqi: Tidak perlu kapitalisasi Tag: Pengembalian SWViewer [1.4] |
k Kata paru harusnya Paru-paru |
||
Baris 36:
Sekitar awal Februari 1948, di perbatasan [[Jawa Timur]], Letkol. dr.Wiliater Hutagalung - yang diangkat sebagai Perwira Teritorial sejak September 1948, ditugaskan untuk membentuk jaringan pesiapan gerilya di wilayah Divisi II dan III. Ia bertemu dengan [[Panglima Tentara Nasional Indonesia|Panglima Besar]] [[Soedirman|Sudirman]] untuk melaporkan mengenai resolusi [[Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa|Dewan Keamanan]] [[PBB]] dan penolakan [[Belanda]] terhadap resolusi tersebut dan melancarkan [[propaganda]] yang menyatakan bahwa [[Indonesia|Republik Indonesia]] sudah tidak ada lagi. Melalui [[Radio Rimba Raya]], [[Soedirman|Panglima Besar Sudirman]] juga telah mendengar berita tersebut. [[Soedirman|Panglima Besar Sudirman]] menginstruksikan untuk memikirkan langkah-langkah yang harus diambil untuk memutar balikkan [[propaganda]] [[Belanda]].
Hutagalung yang membentuk jaringan di wilayah Divisi II dan III, dapat selalu berhubungan dengan [[Panglima Tentara Nasional Indonesia|Panglima Besar]] [[Sudirman]], ia menjadi penghubung antara [[Panglima Tentara Nasional Indonesia|Panglima Besar]] [[Sudirman]] dengan [[Panglima Tentara Nasional Indonesia|Panglima]] Divisi II, [[Kolonel]] [[Gatot Subroto]] dan [[Panglima Tentara Nasional Indonesia|Panglima]] Divisi III, [[Kolonel|Kol]]. [[Bambang Sugeng]]. Selain itu, sebagai dokter spesialis paru-paru, setiap ada kesempatan, Hutagalung juga ikut merawat [[Soedirman|Panglima Besar Sudirman]] yang saat itu menderita penyakit paru-paru. Setelah bergerilya turun gunung pada bulan September dan Oktober 1949, Hutagalung dan keluarganya tinggal di Paviliun rumah [[Soedirman|Panglima Besar Sudirman]] duli di Jalan Widoro No. 10, [[Daerah Istimewa Yogyakarta|Yogyakarta]].
Pemikiran yang dikembangkan oleh Hutagalung adalah perlunya meyakinkan [[Mancanegara|dunia internasional]] terutama [[Amerika Serikat]] dan [[Britania Raya|Inggris]], bahwa [[Indonesia|Negara Republik Indonesia]] masih kuat, memiliki pemerintahan ([[Pemerintahan Darurat Republik Indonesia|Pemerintah Darurat Republik Indonesia]] – [[PDRI]]), dan memiliki [[Tentara Nasional Indonesia]] (TNI). Sebagai pembuktian hal ini, maka untuk menembus resolusi harus diadakan serangan, yang tidak bisa disembunyikan oleh [[Belanda]], dan harus diketahui oleh [[United Nations Commission for Indonesia]] (UNCI) dan [[wartawan]] asing untuk disebarluaskan ke seluruh dunia. Untuk menyampaikan kepada [[Resolusi 67 Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa|UNCI]] dan para [[wartawan]] asing bahwa [[Indonesia|Negara Republik Indonesia]] masih ada, diperlukan para [[Tentara Nasional Indonesia]] (TNI) yang dapat berbahasa [[Inggris]], [[Belanda]], atau [[Prancis]]. [[Panglima Tentara Nasional Indonesia|Panglima Besar]] [[Sudirman]] menyetujui gagasan tersebut dan menginstruksikan Hutagalung agar mengoordinasikan pelaksanaan gagasan tersebut dengan Panglima Divisi II dan III.
|