Arsitektur Minangkabau: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Baris 64:
Sementara itu, atap bangunan yang berbentuk gonjong menggunakan material yang mudah dilengkungkan seperti bambu untuk nok dan reng-reng atap. Penutup atap berupa ijuk, yakni serat kasar warna hitam yang berasal dari batang [[Aren|pohon aren]]. Ijuk disusun menggunakan teknik ikatan, yakni diikatkan dengan tali rotan pada reng-reng bambu.{{sfn|Esti Asih Nurdiah|2011|pp=50}} Atap ijuk terbukti dapat bertahan selama puluhan tahun selama mendapatkan pemeliharaan yang tepat. Selain ijuk, terkadang penutup atap menggunakan rumput sejenis [[alang-alang]]. Namun, saat ini penggunaan material tradisional sudah tergantikan dengan seng. Hal ini dikarenakan material tradisional membutuhkan waktu lama dalam proses pembuatannya dan semakin sedikit orang yang mampu merakitnya.{{sfn|Gemala Dewi|2010|pp=89–90}} Di satu sisi, pemakaian seng memiliki kelebihan di antaranya lebih murah, mudah secara teknis pelaksanaan, efisiensi waktu pengerjaan, dan pengaliran air hujan yang lebih baik sehingga menghindari kebocoran, walaupun memiliki kelemahan yakni mudah berkarat, menyerap panas saat musim panas, menyimpan dingin saat musim hujan, dan menimbulkan suara bising saat terkena air hujan.{{sfn|Purwanita Setijanti, dkk|2012|pp=58}}
 
Fondasi bangunan tradisional Minangakabu hanya berupa batu pipih yang diletakkan di atas tanah.{{sfn|Esti Asih Nurdiah|2011|pp=40}} Fondasi menjadi tempat berpijak setiap tiang.{{sfn|Republika.co.id|1 September 2014}} Tiang atau disebut tonggak tidak ditanam ke dalam tanah. Oleh sebab itu, kayu yang dipilih untuk tiang merupakan kayu yang kuat. Kayu dipotong dengan besaran yang berbeda tergantung nantinya akan dijadikan tiang yang mana. Pada rumah gadang, ada beberapa macam peruntukan tiang (bahasa Minang: ''tonggak'') yaitu ''tuo'', ''tapi'', ''temban'', ''tangah'', ''dalam'', ''panjang'', ''salek'', dan ''dapua''.{{sfn|Esti Asih Nurdiah|2011|pp=22–23}} Tiang-tiang tersebut memiliki ukuran yang berbeda-beda. ''Tonggak'' ''tuo'' berada di tengah bangunan dan memiliki ukuran paling besar. Hal ini disebabkan karena tiangTiang ini merupakan tiang utama yang menyangga bangunan dan menghubungkan antara tiang-tiang yang lain. Ada beberapa kriteria dalam penentuaan ''tonggak tuo'' seperti tonggak harus berasal dari pohon yang tumbuh dengan baik, serta lurus dari pangkal hingga ujungnya.{{sfn|Gemala Dewi|2010|pp=53–54}} Seperti rumah gadang, masjid yang ada di Minangkabau memiliki ''tonggak tuo'' sebagai penyangga utama.{{sfn|Syafwandi|1993|pp=34}}{{sfn|Sudarman|2014|pp=93–94}}
[[Berkas:Indische kinderen poserend voor een woonhuis in Minangkabou op Sumatra, RP-F-F01149-DD.jpg|jmpl|260x260px|Sebuah rumah gadang yang menggunakan teknik sasak bugih untuk dinding sisi sampingnya.]]
Untuk dinding, material yang digunakan terdiri dari dua jenis, yaitu papan dan anyaman bambu yang disebut ''sasak bugih''.{{sfn|Gemala Dewi|2010|pp=50}} Material papan terdapat pada bagian dinding yang diukir, sedangkan ''sasak bugih'' terdapat pada bagian dinding bangunan yang tidak diukir.{{sfn|Syafwandi|1993|pp=27–28}} ''Sasak bugih'' dapat berfungsi sebagai penahan angin karena sifatnya elastis.{{sfn|Pasbana.com|9 Desember 2016}}{{sfn|Republika.co.id|1 September 2014}} Untuk lantai, material yang digunakan adalah ''palupuah,'' yakni bambu yang telah dipecah''.'' Namun, saat ini penggunaan ''palupuah'' mulai digantikan oleh papan dari kayu surian atau kayu dari pohon kelapa.{{sfn|Gemala Dewi|2010|pp=48}}
 
== Pertukangan ==