Pakwan Pajajaran: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
BnZ3ne (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
BnZ3ne (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 4:
'''Pakuan Pajajaran''' atau '''Pakuan''' ('''Pakwan''') atau '''Pajajaran''' adalah [[ibu kota]] Kerajaan Pajajaran yang pernah berdiri pada tahun 1030-1579 M di Tatar Pasundan, wilayah barat [[Pulau Jawa]]. Pada masa lalu, di [[Asia Tenggara]] terdapat kebiasaan menyebut nama kerajaan dengan nama ibu kotanya sehingga Kerajaan Sunda sering disebut sebagai Kerajaan Pajajaran.
 
Menurut peta [[Kolonialisme Portugis di Indonesia|Portugis]] yang dibuat pada abad ke-15 dan 16, lokasi Pajajaran berada di suatu wilayah yang saat ini merupakan bagian dari [[Kota Bogor|Bogor]], [[Jawa Barat]].<ref>{{cite web|title=Portuguese Colonial Dominions in India and the Malay Archipelago – 1498-1580 | url=http://www.themapdatabase.com/category/location/asia/indonesia/}}</ref> Sumber utama sejarah yang mengandung informasi mengenai kehidupan sehari-hari di Pajajaran dari abad ke- 15 sampai awal abad ke- 16 dapat ditemukan dalam naskah kuno ''[[Bujangga Manik]]''. Nama tempat, kebudayaan, dan kebiasaan-kebiasaan masyarakat di masa itu digambarkan secara terperinci dalam naskah kuno tersebut.<ref name="Noorduyn 2006 437">{{cite book|last =Noorduyn|first =J.|publisher= KITLV Press|title = Three Old Sundanese poems|date =|year =2006|page =437
}}</ref>
 
Baris 10:
Asal usul dan arti Pakuan terdapat dalam berbagai sumber. Di bawah ini adalah hasil penelusuran dari sumber-sumber tersebut berdasarkan urutan waktu:<ref name="Saleh Dana Sasmita">{{cite book|last=Danasasmita|first=Saleh|date=|year=1983|title=Sejarah Bogor (Bagian I)|publisher=PEMDA BOGOR|page=}}</ref>
# Naskah ''[[Carita Waruga Guru]]'' ([[1750-an]]). Naskah ber[[bahasa Sunda Kuno]] ini diterangkan bahwa nama Pakuan Pajajaran berdasarkan keadaan di lokasi tersebut banyak terdapat [[pohon]] Pakujajar.
# [[Karel Frederik Holle|K.F. Holle]] ([[1869]]). Dalamdalam tulisan berjudul ''De Batoe Toelis te Buitenzorg'' (Batutulis di Bogor),. Holle menyebutkan bahwa di dekat Kota Bogor terdapat kampung bernama Cipaku dengan sungai yang memiliki nama yang sama. Di sana banyak ditemukan [[paku pohon|pohon paku]]. Jadi menurut Holle, nama Pakuan ada kaitannya dengan kehadiran Cipaku dan pohon paku. Pakuan Pajajaran berarti pohon paku yang berjajar ("''op rijen staande pakoe bomen''").
# [[G.P. Rouffaer]] ([[1919]]) dalam ''Encyclopedie van Niederlandsch Indie'' edisi Stibbe tahun 1919. Menurutnya, Pakuan mengandung pengertian "paku", akan tetapi harus diartikanatau "paku jagat" (''spijker der wereld'') yang melambangkan pribadi raja seperti pada gelar Paku Buwono dan Paku Alam. "Pakuan" menurut Fouffaer setara dengan "Maharaja". Kata "Pajajaran" diartikan sebagai "berdiri sejajar" atau "imbangan" (''evenknie''). Yang dimaksudkan Rouffaer adalah berdiri sejajar atau seimbang dengan [[Majapahit]]. Sekalipun Rouffaer tidak merangkumkan arti Pakuan Pajajaran, namun dari uraiannya dapat disimpulkan bahwa Pakuan Pajajaran menurut pendapatnya berarti "Maharaja yang berdiri sejajar atau seimbang dengan (Maharaja) Majapahit". Ia sependapat dengan [[Hussein Jayadiningrat|Hoesein Djajaningrat]] (1913) bahwa Pakuan Pajajaran didirikan tahun 1433.<ref>{{Cite book|last=Stibbe|first=D.G|date=1919|url=https://www.worldcat.org/title/encyclopaedie-van-nederlandsch-indie/oclc/828078292|title=Encyclopaedie van Nederlandsch-Indië|location=Leiden|publisher=s-Gravenhage : Martinus Nijhoff, 1932|url-status=live}}</ref>
# [[R. Ng. Poerbatjaraka]] (1921). Dalamdalam tulisan ''De Batoe-Toelis bij Buitenzorg'' (Batutulis dekat Bogor). Dalam tulisan tersebut, ia menjelaskan bahwa kata "Pakuan" mestinya berasal dari [[bahasa Kawi]] "pakwwan" yang kemudian dieja "pakwan" (satu "w", ini tertulis pada [[Prasasti Batutulis]]). Dalam lidah orang Sunda kata itu akan diucapkan "pakuan". Kata "pakwan" berarti kemah atau istana. Jadi, Pakuan Pajajaran, menurut Poerbatjaraka, berarti "istana yang berjajar"(''aanrijen staande hoven'').
# [[H. ten Dam]] (1957). Sebagai seorang pakar pertanian, Ten Dam ingin meneliti kehidupan sosial-ekonomi petani [[Jawa Barat]] dengan pendekatan awal segi perkembangan sejarah. Dalam tulisannya, ''Verkenningen Rondom Padjadjaran'' (Pengenalan sekitar Pajajaran), pengertian "Pakuan" ada hubungannya dengan "lingga" (tonggak) batu yang terpancang di sebelah [[Prasasti Batutulis]] sebagai tanda kekuasaan. Ia mengingatkan bahwa dalam [[Carita Parahyangan]] disebut-sebut tokoh Sang Haluwesi dan Sang Susuktunggal yang dianggapnya masih mempunyai pengertian "paku".
[[Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM Beschreven steen in Batoetoelis de batu tulis TMnr 60016460.jpg|jmpl|[[Prasasti Batutulis]] di Bogor yang merupakan sisa-sisa peninggalan Pakuan Pajajaran.|391x391px]]
IaTen Dam berpendapat bahwa "pakuan" bukanlah nama, melainkan kata benda umum yang berarti ibu kota (''hoffstad'') yangdan harus dibedakan dari keraton. Kata "pajajaran" ditinjau berdasarkan keadaan topografi. Ia merujuk laporan Kapiten Wikler (1690) yang memberitakan bahwa ia melintasi istana Pakuan di Pajajaran yang terletak antara "Sungai Besar" dan "Sungai Tanggerang" (sekarang dikenal sebagai [[Ci Liwung]] dan [[Ci Sadane]]).
 
Ten Dam menarik kesimpulan bahwa nama "Pajajaran" muncul karena untuk beberapa kilometer, Ci Liwung dan Ci Sadane mengalir sejajar. Jadi, Pakuan Pajajaran dalam pengertian Ten Dam adalah Pakuan di Pajajaran atau "Dayeuh Pajajaran".
Sebutan "Pakuan", "Pajajaran", dan "Pakuan Pajajaran" dapat ditemukan dalam [[Prasasti Batutulis]] (nomor 1 dan 2) sedangkan nomor 3 bisa dijumpai pada [[Prasasti Kebantenan]] di [[Bekasi]].
 
Dalam naskah ''[[Carita Parahiyangan]]'' ada kalimat berbunyi "''Sang Susuktunggal, inyana nu nyieunna palangka Sriman Sriwacana Sri Baduga Maharajadiraja Ratu Haji di Pakwan Pajajaran nu mikadatwan Sri Bima Punta Narayana Madura Suradipati, inyana pakwan Sanghiyang Sri Ratu Dewata''" (Sang Susuktunggal, dialah yang membuat takhta Sriman Sriwacana (untuk) Sri Baduga Maharaja Ratu Penguasa di Pakuan Pajajaran yang bersemayam di keraton Sri Bima Punta Narayana Madura Suradipati, yaitu pakuan Sanghiyang Sri Ratu Dewata). Sanghiyang Sri Ratu Dewata adalah gelar lain untuk [[Sri Baduga Maharaja|Sri Baduga]]. Jadi yang disebut "pakuan" itu adalah "kadaton" yang bernama Sri Bima dan seterunya. "Pakuan" adalah tempat tinggal untuk raja, biasa disebut keraton, kedaton atau istana. Jadi tafsiran Poerbatjaraka-lah yang sejalan dengan arti yang dimaksud dalam Carita Parahiyangan, yaitu "istana yang berjajar". Tafsiran tersebut lebih mendekati lagi bila dilihat nama istana yang cukup panjang tetapi terdiri atas nama-nama yang berdiri sendiri. Diperkirakan ada lima (5) bangunan keraton yang masing-masing bernama: Bima, Punta, Narayana, Madura dan Suradipati. Inilah mungkin yang biasa disebut dalam peristilahan klasik "''panca persada''" (lima keraton). Suradipati adalah nama keraton induk. Hal ini dapat dibandingkan dengan nama-nama keraton lain, yaitu Surawisesa di [[Kawali]], [[Surosowan]] di Banten dan Surakarta di [[Jayakarta]] pada masa silam. Karena nama yang panjang itulah mungkin orang lebih senang meringkasnya, Pakuan Pajajaran atau Pakuan atau Pajajaran. Nama keraton dapat meluas menjadi nama ibu kota dan akhirnya menjadi nama negara. Contohnya: Nama keraton Surakarta Hadiningrat dan Ngayogyakarta Hadiningrat, yang meluas menjadi nama ibu kota dan nama daerah. Ngayogyakarta Hadiningrat dalam bahasa sehari-hari cukup disebut [[Yogya]].
 
Pendapat Ten Dam (Pakuan = ibu kota ) benar dalam penggunaan, tetapi salah dari segi [[semantik]]. Dalam laporan [[Tome Pires]] (1513) disebutkan bahwa bahwa ibu kota kerajaan Sunda itu bernama "Dayo" (dayeuh) dan terletak di daerah pegunungan, dua hari perjalanan dari pelabuhan [[Kalapa]] di muara Ciliwung. Nama "Dayo" didengarnya dari penduduk atau pembesar Pelabuhan Kalapa. Jadi jelas, orang Pelabuhan Kalapa menggunakan kata "''dayeuh''" (bukan "pakuan") bila bermaksud menyebut ibu kota.Dalam percakapan sehari-hari, digunakan kata "''dayeuh''", sedangkan dalam kesusastraan digunakan "pakuan" untuk menyebut ibu kota kerajaan.