Tahun Baru Imlek di Indonesia: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan |
|||
Baris 1:
{{inuse|November 2021 karena sedang diperbaiki, akibat banyak dari hasil plagiat dari artikel sebelumnya}}
'''Tahun Baru Imlek di Indonesia''' adalah suatu rangkaian [[perayaan]] (festival) yang diselenggarakan oleh etnis [[Tionghoa-Indonesia]] dalam menyambut tahun baru berdasarkan [[Kalender Imlek]].<ref name="imlek-indonesia">[https://nationalgeographic.grid.id/read/131625570/tahun-baru-imlek-dan-perayaannya-di-indonesia-dari-masa-ke-masa?page=all Tahun Baru Imlek dan Perayaannya di Indonesia dari Masa ke Masa], ''National Geographic Indonesia''. Akses: 01-11-2021.</ref>
Sama seperti etnis Tionghoa di berbagai negara lainnya, perayaan Tahun Baru Imlek juga dilaksanakan oleh etnis Tionghoa-Indonesia sejak beratus-ratus tahun kedatangan mereka di Nusantara. Berbagai kelompok bahasa dan budaya Tionghoa mempunyai praktik perayaan yang berbeda-beda antara satu sama lainnya. Kelompok mayoritas Tionghoa-Indonesia adalah Hokkien, maka perayaan yang bercirikhas dari kelompok inilah yang paling dominan terlihat di Indonesia, antara lain penamaan Tahun Baru Imlek itu sendiri mengandung unsur kata bahasa Hokkien. Selain Tahun Baru Imlek, istilah lain untuk menyebut tahun baru adalah '''Sincia''' yang juga berasal dari bahasa Hokkien.
== Perayaan Tahun Baru Imlek di Indonesia ==
Perayaan Tahun Baru Imlek di Indonesia umumnya dilaksanakan dalam jangka waktu 15 hari.<ref name="imlek-indonesia"/> Ini berlaku dalam berbagai kelompok atau sub-grup Tionghoa. Terutama bagi masyarakat Tionghoa yang masih menjalankan tradisi pemujaan leluhur, Tahun Baru Imlek adalah salah satu peristiwa di mana mereka melaksanakan penghormatan terhadap leluhur yang telah mendahului mereka. Berbagai ritual dan tradisi lain pun dilaksanakan menurut tradisi masing-masing sub-grup dalam 15 hari tersebut. Pengucapan syukur pada hari ke-9 kepada Thian dikenal dalam tradisi Hokkien sebagai "King Thi Kong" atau "Pai Thi Kong" yang kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia sebagai "Sembahyang Tuhan Allah".
Pada hari ke-15, perayaan diselenggarakan untuk menutup Tahun Baru Imlek dengan meriah.<ref name="imlek-indonesia"/> Perayaan ini dinakaman ''Cap Go Meh'' atau "Malam ke-15" dalam bahasa Hokkien.<ref name="imlek-indonesia"/> Istilah lainnya yang dikenal masyarakat Tionghoa Indonesia adalah Guan Siau. Bagi kalangan masyarakat Hakka, hari ke-15 dikenal dengan istilah ''Cang Ngiet Pan''. Perayaan penutup ini ditandai dengan bersinarnya bulan karena bertepatan dengan purnama.
Selain dikenal dengan perayaan yang berwarna, pada saat Imlek inilah muncul berbagai hidangan dan makanan khas Imlek yang khas.
|