Tahun Baru Imlek di Indonesia: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Cun Cun (bicara | kontrib)
Cun Cun (bicara | kontrib)
Baris 26:
Surat dari Dirjen Bimas Hindu dan Buddha Depag No H/BA.00/29/1/1993 menyatakan larangan merayakan Imlek di [[Vihara|wihara]] dan [[cetiya]]. Kemudian [[Walubi|Perwakilan Umat Buddha Indonesia]] (Walubi) mengeluarkan Surat Edaran No 07/DPP-WALUBI/KU/93, tertanggal 11 Januari 1993 yang menyatakan bahwa Imlek bukanlah merupakan hari raya agama Buddha, sehingga Vihara Mahayana tidak boleh merayakan tahun baru Imlek dengan menggotong [[Toa Pe Kong|Toapekong]] dan acara barongsai.
 
=== Pasca Era Orde Baru hingga kini===
Masyarakat keturunan [[Tionghoa-Indonesia|Tionghoa]] di [[Indonesia]] kembali mendapatkan kebebasan merayakanPada tahun baru Imlek pada tahun [[2000]] ketika Presiden [[Abdurrahman Wahid]] mencabut [[Inpres Nomor 14/1967. Kemudian Presiden [[Abdurrahman Wahid]] menindaklanjutinyayang diikuti dengan mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor [[19 (angka)|19]]/[[2001]] tertanggaltanggal [[9 April]] [[2001]] yang meresmikanmengumumkan secara resmi bahwa Tahun Baru Imlek sebagai hari libur fakultatif (hanyacuma berlaku bagiuntuk mereka yang merayakannya). Baru pada tahun [[2002]], Imlek resmi dinyatakan sebagai salah satu hari libur nasional oleh Presiden [[Megawati Soekarnoputri]] mulai tahun [[2003]].
 
Pada tahun 2002, Tahun Baru Imlek resmi sebagai hari libur nasional oleh Presiden [[Megawati Soekarnoputri]] sejak tahun [[2003]].
Pada tanggal 17 Januari 2000, Presiden Abdurrahman Wahid mengeluarkan Keppres No.6/2000 tentang pencabutan Inpres N0.14/1967 tentang pembatasan Agama, Kepercayaan, dan Adat Istiadat Tionghoa. Dengan dikeluarkannya Keppres tersebut, masyarakat Tionghoa diberikan kebebasan untuk menganut agama, kepercayaan, dan adat istiadatnya termasuk merayakan Upacara-upacara Agama seperti Imlek, Cap Go Meh dan sebagainya secara terbuka.
 
Pada tanggal 17 Januari 2000, Presiden Abdurrahman Wahid mengeluarkan Keppres No.6/2000 tentang pencabutan Inpres N0.14/1967 tentang pembatasan Agama, Kepercayaan, dan Adat Istiadat Tionghoa. Dengan dikeluarkannya Keppres tersebutdemikian, masyarakat Tionghoa diberikan kebebasan untuk menganut agama, kepercayaan, dan adat istiadatnya termasuk merayakan Upacara-upacara Agama seperti Imlek, Cap Go Meh dan sebagainya secara terbuka.
 
Pada Imlek 2551 Kongzili pada tahun 2000 Masehi, [[Majelis Tinggi Agama Konghucu Indonesia]] (Matakin) mengambil inisiatif untuk merayakan Imlek secara terbuka sebagai puncak Ritual Agama Khonghucu secara Nasional dengan mengundang Presiden Abdurrahman Wahid untuk datang menghadirinya.
Baris 38 ⟶ 40:
 
Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hari Tahun Baru Imlek yang mulai berlaku sejak tanggal 9 April 2002 ditetapkan karena adanya pertimbangan bahwa penyelenggaraan kegiatan agama, kepercayaan, dan adat istiadat, pada hakikatnya merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari hak asasi manusia, dan bahwa Tahun Baru imlek merupakan tradisi masyarakat Tionghoa yang dirayakan secara turun-temurun di berbagai wilayah Indonesia. Selain itu, mengingat Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945, dan Keputusan Presiden Nomor 6 Tahun 2000 tentang pencabutan Instruksi Presiden Nomor 14 Tahun 1967 tentang pembatasan Agama, Kepercayaan, dan Adat Istiadat Cina, maka ditetapkanlah Hari Tahun Baru Imlek sebagai Hari Nasional.
 
Sekretariat Kabinet Republik Indonesia telah melakukan inventarisasi hari-hari penting di Indonesia, dan mengelompokkannya ke dalam 5 (lima) kelompok, yaitu: 1. Hari-Hari Besar Nasional yang Ditetapkan oleh Presiden; 2. Hari-Hari yang Ditetapkan oleh Masing-Masing Menteri/Kepala Lembaga; 3. Hari-Hari yang Ditetapkan/Disepakati oleh Masing-Masing Lembaga/Komunitas Tertentu; dan 4. Hari-Hari Besar Keagamaan. Hari Tahun Baru Imlek masuk ke dalam kelompok Hari-Hari Besar Nasional, dan kelompok Hari-Hari Besar Keagamaan. Hari Tahun Baru Imlek merupakan 1 (satu) dari 42 (empat puluh dua) Hari-Hari Besar Nasional yang Ditetapkan oleh Presiden, dan merupakan 1 (satu) dari 11 (sebelas) Hari-Hari Besar Keagamaan di Indonesia. Di dalam kolom keterangan yang disusun oleh Sekretariat Kabinet Republik Indonesia mengenai Hari-Hari Besar Keagamaan di Indonesia dinyatakan bahwa Hari Tahun Baru Imlek dirayakan hanya oleh Umat Tionghoa.
 
Kota-kota besar penduduk Tionghoa dan kota-kota seperti [[Daerah Khusus Ibukota Jakarta|Jakarta]], [[Kota Tangerang|Tangerang]], [[Kota Medan|Medan]], [[Kota Singkawang|Singkawang]], [[Kota Pangkalpinang|Pangkalpinang]], [[Sungai Liat, Bangka|Sungailiat]], [[Tanjung Pandan, Belitung|Tanjung Pandan]], [[Manggar, Belitung Timur|Manggar]], [[Toboali, Bangka Selatan|Toboali]], [[Muntok, Bangka Barat|Muntok]], [[Kota Binjai|Binjai]], [[Bagansiapiapi (kota)|Bagansiapiapi]], [[Kota Tanjungbalai|Tanjungbalai]], [[Kota Pematangsiantar|Pematangsiantar]], [[Selatpanjang (kota)|Selatpanjang]], [[Kota Pekanbaru|Pekanbaru]], [[Kota Dumai|Dumai]], [[Bagan Batu, Bagan Sinembah, Rokan Hilir|Bagan Batu]], [[Panipahan, Pasir Limau Kapas, Rokan Hilir|Panipahan]], [[Lubuk Pakam, Deli Serdang|Lubuk Pakam]], [[Kota Tebing Tinggi|Tebing Tinggi]], [[Kota Sibolga|Sibolga]], [[Rantau Prapat (kota)|Rantau Prapat]], [[Kota Tanjungpinang|Tanjungpinang]], [[Tanjung Balai Karimun (kota)|Tanjung Balai Karimun]], [[Kota Batam|Batam]], [[Ketapang (kota)|Ketapang]], [[Kota Palembang|Palembang]], [[Kota Surabaya|Surabaya]], [[Kota Semarang|Semarang]], [[Kota Bandung|Bandung]], [[Kabupaten Bengkayang|Bengkayang]], dan [[Kota Pontianak|Pontianak]] selalu memiliki perayaan Tahun Baru sendiri setiap tahun dengan parade dan kembang api. Banyak pusat perbelanjaan menghiasi bangunannya dengan lentera, kata-kata Cina dan singa atau naga dengan warna merah dan emas. Tarian singa adalah pemandangan umum di sekitar rumah, klenteng, dan ruko di Tionghoa. Biasanya, orang Tionghoa [[Agama Buddha|Buddha]], [[Agama Khonghucu|Konghucu]] dan [[Taoisme]] akan membakar dupa besar yang terbuat dari kayu [[gaharu]] dengan hiasan [[barongsai]] di depan rumah mereka. Klenteng ini buka 24 jam pada hari pertama, mereka juga membagikan [[angpau]] dan terkadang beras, buah-buahan atau gula untuk orang miskin di sekitar.
 
==Referensi ==