Andi Mappetahang Fatwa: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 69:
Belakangan juga ICMI, terakhir sebagai Dewan Kehormatan.
 
Ia juga aktif di front-front pergerakan seperti Front Pemuda, Badan Kerjasama Pemuda Militer (BKSPM), Front Nasional, dan Front Nasional Pembebasan Irian Barat (FNPIB), serta Front Anti Komunis (FAK) pimpinan [[Muhammad Isa Anshary|Isa Anshari]], Hassan Aidit, dan Aunur Rofiq Mansur. Pernah menjadi Sekretaris Perserikatan Organisasi-Organisasi Pemuda Islam Seluruh Indonesia (PORPISI) mewakili HMI, ketika presidiumnya diketuai A. Chalid Mawardi dari [[Gerakan Pemuda Ansor|GP Anshor]]. Juga pernah menjadi Sekjen Badan Amal Muslimin ketika presidiumnya diketuai oleh [[H. Soedirman|Letjen. H. Soedirman]]. Badan Amal Muslimin nantinya menjadi fasilitator inisiatif terbentuknya [[Partai Muslimin Indonesia]] (PARMUSI).
 
, melanjutkan ke [[Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya|UNTAG Surabaya]] Fak. Ketatanegaraan & Ketataniagaan (1968-1970) ujian akhir S1 [[Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta|UNTAG Jakarta]] (1970). Selain aktif di intra-universiter sebagai Ketua Senat dan Anggota Dewan Mahasiswa IAIN, ia juga memelopori terbentuknya HMI Komisariat IAIN dan Cabang Ciputat.
 
Saat kuliah di IAIN itu, AM Fatwa mendapat beasiswa ikatan dinas dari [[ALRI]], dan menjabat Ketua Koprs Pelajar Calon Perwira AL Komisariat Jakarta menggantikan dr. Otto Maulana dari Universitas Indonesia (1960-1961). Selanjutnya jadi Ketua Senat Seluruh Indonesia menggantikan dr. Tarmizi Taher dari Universitas Airlangga (1961-1963).
Baris 87:
Dalam Pemilu 1999, AM Fatwa terpilih menjadi Anggota [[Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia|DPR RI]] dari PAN. Ia lalu menjabat Wakil ketua DPR RI (1999-2004). Dalam Pemilu 2004, ia terpilih untuk kedua kalinya dari PAN, dan menjadi Wakil Ketua [[Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia|MPR RI]] (2004-2009). Pada Pemilu 2009 dan 2014, AM Fatwa memutuskan maju sebagai calon perorangan dan terpilih menjadi Anggota [[Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia|DPD RI]], Senator dari DKI Jakarta.
 
Pada HUT KNPI 1999, DPP [[Komite Nasional Pemuda Indonesia|KNPI]] pimpinan [[Adhyaksa Dault|Adyaksa Dault]] memberikan ''award'' kepada AM Fatwa sebagai Pegawai Negeri dan Politisi Berkepribadian. Pada tanggal 14 Agustus 2008, ia dianugerahi tanda kehormatan [[Bintang Maha PuteraMahaputera Adipradana]] oleh Presiden RI. Pada HUT ke-30 Revousi Islam Iran, 29 Januari 2009, AM Fatwa memperoleh Award Pejuang Anti Kezaliman dari Presiden [[Mahmud Ahmadinejad|Mahmoud Ahmadinejad]], bersama sembilan tokoh pejuang demokrasi dan kemerdekaan dari sembilan negara. Atas pemikiran dan pengabdiannya pada masyarakat, khususnya di bidang pendidikan luar sekolah, AM Fatwa dianugerahi gelar Doktor Honoris Causa oleh [[Universitas Negeri Jakarta]] (UNJ) pada 16 Juni 2009.
 
Museum Rekor Dunia Indonesia (MURI) memberinya tiga kali penghargaan. ''Pertama'', sebagai Anggota Parlemen paling produktif menulis buku (2004). ''Kedua'', penghargaan atas pledoi terpanjang di Pengadilan Negeri 1985 (2004). Dan ''ketiga'', dalam upayanya merintis penggunaan Hak Bertanya Anggota DPD RI kepada Presiden tentang kebijakan ‘Mobil Murah’, wewenang yang pertama kali digunakan oleh DPD RI dengan memecahkan rekor terbesar penanda tangan, 96 Anggota DPD RI (2013).
 
Sejumlah masyarakat adat juga tak ketinggalan memberinya gelar kehormatan, seperti Marga [[Marga Ginting|Ginting]] dari Tokoh Adat Brastagi (1999), Marga Harahap dari masyarakat Adat Padang Sidempuan (2001), Gelar Tumenggung Alip Jaya dari Adat Keratuan Paksi Pak Skala Brak (Kerajaan Tua di Lampung, 2006), dan Gelar Kajeng Pangeran Notohadinagoro dari [[Pakubuwana XII|Pakubuwono XII]] (2002).
 
Selama dua periode menjadi Senator di DPD RI, AM Fatwa tercatat sebagai Ketua Badan Kehormatan (BK) DPD RI yang terlama (2012-2017), dan beberapa kali menghasilkan keputusan fenomenal, seperti pemberian sanksi tegas kepada sesama anggota DPD yang melanggar kode etik sebagai anggota Parlemen. Sebagai anggota DPD tertua, dia juga memimpin sidang peralihan pertengahan periode kepemimpinan DPD RI yang krusial dan kontroversial (2017).
Baris 99:
Meskipun mewakili daerah pemilihan DKI Jakarta, advokasi untuk menegakkan demokrasi dan HAM yang ia lakukan tidak hanya terbatas pada kasus-kasus besar yang terjadi di ibu kota. Seperti, ikut menyelesaikan sengketa makam Mbah Priok antara masyarakat dengan PT Pelindo II, memediasi sengketa masyarakat Ancol dengan PT Pelindo II, memediasi sengketa lahan antara warga Meruya Selatan Jakarta Barat dengan pengembang PT Portanigra, memperjuangkan kepemilikan KTP bagi masyarakat Tanah Merah Plumpang Jakarta Utara, menyelesaikan sengketa rumah susun Tanah Abang antara penghuni dan pengembang, dan menyelamatkan PPD dari rencana likuidasi oleh Menteri BUMN lalu mengalihkannya menjadi BUMD. Juga kasus yang terjadi di daerah lain, seperti turun langsung di lapangan menyelesaikan sengketa Pilkada Sumba Barat Daya, sehingga Mendagri terpaksa melantik Bupati terpilih di Kemendagri Jakarta, karena Gubernur NTT tidak bersedia melantiknya(2014), membantu penyelesaian melalui Mabes Polri atas kasus pembakaran liar suatu perkebunan di Sumatra Utara (2014).
 
AM Fatwa juga aktif mengambil inisiatif dan menjadi panitia pengusulan gelar pahlawan nasional kepada tokoh-tokoh bangsa. Seperti [[Noer Alie|KH Noer AliAlie]] (2006), [[Mohammad Natsir|Mohamad Natsir]] (2008), [[Syafruddin Prawiranegara|Sjafruddin Prawiranegara]] (2011), [[Pakubuwana X|Pakubuwono X]] (2011), [[Bagoes Hadikoesoemo|Ki Bagus Hadikusumo]] (2015), dan sekarang ia sedang berusaha terus mengusulkan gelar pahlawan nasional untuk [[Kasman Singodimedjo]], [[Abdoel Kahar Moezakir|Abdul Kahar Mudzakkir]], [[Abdurrahman Baswedan|AR Baswedan]], dan [[Ali Sadikin]].
 
AM Fatwa beberapa kali memimpin delegasi ke sejumlah negara sahabat, antara lain dalam rangka diplomasi parlemen, seperti merintis hubungan pertama DPR RI dengan Parlemen Polandia (2000), mengeratkan kembali hubungan RI dan RRC setelah terputus pasca peristiwa G30S/PKI (2003), merintis dibukanya kedutaan besar RI di Tripoli Libya setelah bertemu dengan Presiden Muammar Khaddafi (2001), ke Lisabon sebagai Koordinator Grup Kerjasama Bilateral Parlemen RI dan Portugal (2009), ke Havana mengangkat kasus utang beras Kuba kepada RI di masa pemerintahan Sukarno (2002), ke Riyadh merintis hubungan Parlemen RI dengan Parlemen Arab Saudi (2002), ke Khartoum menandatangani Kerjasama Parlemen RI dan Sudan (2004), ke Jeddah membahas perlindungan TKI dengan Menteri Tenaga Kerja Arab Saudi (2004), mengeratkan kembali hubungan DPR-RI dengan Parlemen Malaysia setelah selesainya politik konfrontasi (2004). Memimpin pertama kali kunjungan gabungan Anggota DPR dan DPD ke Parlemen Nasional dan Senat Australia di Canberra (2007) dan dibalas juga dengan kunjungan gabungan Anggota Senat dan DPR Nasional Australia,
Baris 176:
[[Kategori:Tokoh Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut]]
[[Kategori:Tokoh Korps Marinir]]
[[Kategori:Alumni Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta]]
[[Kategori:Tokoh Bugis]]
[[Kategori:Tokoh Sulawesi Selatan]]
Baris 194 ⟶ 195:
[[Kategori:Anggota DPD 2009-2014]]
[[Kategori:Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia]]
[[Kategori:Penerima Bintang Mahaputera Adipradana]]