Surat Ulu: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Natsukusha (bicara | kontrib)
Natsukusha (bicara | kontrib)
Baris 25:
 
== Asal nama ==
Nama{{efn|Mengenai ragam langgampenamaan aksara Jawa,Rencong Tdan ESurat Ulu, BehrendWestenenk menulis sebagaimana berikut:{{Verse translation|lang=en|
|AlsJAls "Rentjong-schrift I" is te beschouwen mijn opstel "Het hoornopschrift van het Loeboek Blimbing", TBG, deel 58, afl 6. Toen ik dit eerste opstel schreef, wist ik n.l. niet, of de bij Europeanen gebruikelijke term 'rèntjong-schrift' inderdaad ergens door Maleisch wordt gebezigd. Het is mij nu gebleken, dat dit in het landschap Rawas (Palembang) het geval is. Elders noemt men het gewonlijk: soerat oeloe = bovenlandsch schrift.{{sfn|Behrend|1996|pp=162}}
Javanese script was used over the entire period of Modern Javanese literature, and throughout the island, at a time when there was no easy means of communication between remote areas and no impulse towards standardization. As a result, there is a huge variety in historical and local styles of Javanese writing throughout the ages. The ability of a person to read a bark-paper manuscript from the town of Demak, say, written around 1700, is no guarantee that that person would also be able to make sense of a palm-leaf manuscript written at the same time only 50 miles away on the slopes of mount Merapi. The great differences between regional styles almost makes it seem that "Javanese script" is in fact a family of script, and not just one.{{sfn|Behrend|1996|pp=162}}
|Aksara Jawa digunakan sepanjang periode sastra Jawa modern, dan digunakan di seantero pulau Jawa, di masa ketika komunikasi antarwilayah sering kali sulit dan tidak terdapat dorongan untuk menstandarisasi aksara Jawa. Akibatnya, aksara Jawa memiliki berbagai langgam historis dan kedaerahan yang digunakan silih-berganti seiring waktu. Kemampuan seseorang untuk membaca naskah dluwang dari Demak yang ditulis pada tahun 1700-an, semisal, tidak menjadi jaminan orang yang sama dapat memahami aksara pada naskah lontar dari kaki gunung Merapi (sekitar 80 km dari Demak) yang ditulis pada periode waktu yang sama. Perbedaan yang sangat besar antara langgam-langgam daerah memberikan kesan bahwa "aksara Jawa" adalah sekumpulan aksara, alih-alih sebuah aksara tunggal.
|attr1=Behrend (1996:162)
Baris 32:
 
Surat Ulu berasal dari kata "surat" dan "ulu"{{efn|Mengenai penamaan aksara Rencong dan Surat Ulu, Westenenk menulis sebagaimana berikut:{{Verse translation|lang=en
|{{sfn|Behrend|1996|pp=162}}
|Als "Rentjong-schrift I" is te beschouwen mijn opstel "Het hoornopschrift van het Loeboek Blimbing", TBG, deel 58, afl 6. Toen ik dit eerste opstel schreef, wist ik n.l. niet, of de bij Europeanen gebruikelijke term 'rèntjong-schrift' inderdaad ergens door Maleisch wordt gebezigd. Het is mij nu gebleken, dat dit in het landschap Rawas (Palembang) het geval is. Elders noemt men het gewonlijk: soerat oeloe = bovenlandsch schrift{{sfn|Behrend|1996|pp=162}}
|Aksara Jawa digunakan sepanjang periode sastra Jawa modern, dan digunakan di seantero pulau Jawa, di masa ketika komunikasi antarwilayah sering kali sulit dan tidak terdapat dorongan untuk menstandarisasi aksara Jawa. Akibatnya, aksara Jawa memiliki berbagai langgam historis dan kedaerahan yang digunakan silih-berganti seiring waktu. Kemampuan seseorang untuk membaca naskah dluwang dari Demak yang ditulis pada tahun 1700-an, semisal, tidak menjadi jaminan orang yang sama dapat memahami aksara pada naskah lontar dari kaki gunung Merapi (sekitar 80 km dari Demak) yang ditulis pada periode waktu yang sama. Perbedaan yang sangat besar antara langgam-langgam daerah memberikan kesan bahwa "aksara Jawa" adalah sekumpulan aksara, alih-alih sebuah aksara tunggal.
|attr1=Behrend (1996:162)