Siti Walidah: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Baris 28:
Pada tahun 1914 ia mendirikan [[Sopo Tresno]], dia dan suaminya bergantian memimpin kelompok tersebut dalam membaca Al-Qur'an dan mendiskusikan maknanya.{{sfn|Repubika 2008, Nyai Ahmad Dahlan}} Segera ia mulai berfokus pada [[ayat]]-ayat Al-Qur'an yang membahas [[wanita dalam Islam|isu-isu perempuan]].{{sfn|Repubika 2008, Nyai Ahmad Dahlan}} Dengan mengajarkan [[membaca]] dan [[menulis]] melalui Sopo Tresno, pasangan ini memperlambat [[kristenisasi]] di [[Jawa]] melalui sekolah yang disponsori oleh [[pemerintah]] [[Hindia Belanda]].{{sfn|Wahyudi|2002|p=50}}
Bersama suami dan beberapa pemimpin Muhammadiyah lainnya, Nyai Ahmad Dahlan membahas peresmian Sopo Tresno sebagai kelompok perempuan.{{sfn|Repubika 2008, Nyai Ahmad Dahlan}} Menolak [[proposal]] pertama, [[Fatimah az-Zahra|Fatimah]], mereka memutuskan mengganti nama menjadi [[Aisyiyah]], berasal dari nama istri [[Nabi Muhammad]], yakni [[Aisyah]].{{sfn|Wahyudi|2002|p=50}} Kelompok baru ini, diresmikan pada tanggal 22 April 1917, dengan Nyai Ahmad Dahlan sebagai kepala.{{sfn|Repubika 2008, Nyai Ahmad Dahlan}} Lima tahun kemudian organisasi ini menjadi bagian dari Muhammadiyah.{{sfn|Repubika 2008, Nyai Ahmad Dahlan}}
Melalui Aisyiyah, Nyai Ahmad Dahlan mendirikan sekolah-sekolah putri dan asrama, serta keaksaraan dan program pendidikan Islam bagi perempuan,{{sfn|Repubika 2008, Nyai Ahmad Dahlan}} Dia juga berkhotbah menentang [[kawin paksa]].{{sfn|Wahyudi|2002|p=47}} Dia juga mengunjungi cabang-cabang di seluruh Jawa.{{sfn|Repubika 2008, Nyai Ahmad Dahlan}} Berbeda dengan tradisi masyarakat [[Suku Jawa|Jawa]] yang patriarki, Nyai Ahmad Dahlan berpendapat bahwa perempuan dimaksudkan untuk menjadi mitra suami mereka.{{sfn|Wahyudi|2002|p=47}} Sekolah Aisyiyah dipengaruhi oleh ideologi pendidikan Ahmad Dahlan yakni Catur Pusat: pendidikan di rumah, pendidikan di sekolah, pendidikan di masyarakat, dan pendidikan di tempat-tempat ibadah.{{sfn|Wahyudi|2002|p=53}}
|