Istirahatlah Kata-Kata: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Bintangkadv (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan
Bintangkadv (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan
Baris 29:
 
== Sinopsis ==
Film ini menceritakan kisah dramatis Widji Thukul, penyair yang karyanya dikenal kritis terhadap rezim [[Suharto]] di Indonesia. Ketika terjadi kerusuhan di Jakarta pada Juli 1996, Thukul tetap teguh dalam mengkritisi meski ada ancaman. Dia dikambinghitamkan oleh pemerintah sebagai provokator dan melarikan diri ke Pontianak dan tinggal di pengasingan selama 8 bulan.<ref>{{Cite web|last=Media|first=Kompas Cyber|date=2020-06-15|title=Sinopsis Istirahatlah Kata-kata, Biografi Perjalanan Pelarian Wiji Thukul|url=https://www.kompas.com/hype/read/2020/06/15/115430066/sinopsis-istirahatlah-kata-kata-biografi-perjalanan-pelarian-wiji-thukul|website=KOMPAS.com|language=id|access-date=2021-11-15}}</ref>
 
== Latar belakang ==
Baris 46:
 
== Produksi ==
Menurut produser Yulia Evina Bhara, ide pembuatan film ini berawal dari inisiatif membuat mural penyair Indonesia yang ia ikuti bersama penulis Okky Madasari dan aktivis hak perempuan Tungal Pawestri.<ref name=":0">{{Cite web|last=fdvs.io|title=Para Pembuat Film Istirahatlak Kata-Kata Menceritakan Pembuatan Film nya.|url=http://www.dewimagazine.com/review/para-pembuat-film-istirahatlak-kata-kata-menceritakan-pembuatan-film-nya-|website=www.dewimagazine.com|language=Indonesia|access-date=2021-11-15}}</ref> Begitu dia memutuskan untuk memproduksi film tersebut, dia mempekerjakan Noen untuk memimpin proyek tersebut.<ref name=":0" />
 
Saat mengembangkan film, Noen membaca puisi Thukul dan bertemu dengan teman-temannya.<ref>{{Cite web|last=antaranews.com|date=2017-01-09|title="Istirahatlah Kata-kata"; cara sutradara muda menggali Wiji Tukul|url=https://www.antaranews.com/berita/605529/istirahatlah-kata-kata-cara-sutradara-muda-menggali-wiji-tukul|website=Antara News|access-date=2021-11-15}}</ref> Penulis Mumu Aloha mengembangkan cerita sebelum Noen membuatnya menjadi skenario, setelah itu tim produksi memutuskan bahwa film tersebut akan fokus pada waktu Thukul saat diasingkan di [[Pontianak]].<ref name=":0" />
 
== Rilis ==
''Istirahatlah Kata-Kata'' ditayangkan perdana di Festival Film Locarno di Swiss pada 9 Agustus 2016.<ref>{{Cite web|last=Post|first=The Jakarta|title=Wiji Thukul: From Solo to Locarno|url=https://www.thejakartapost.com/life/2016/08/11/wiji-thukul-from-solo-to-locarno.html|website=The Jakarta Post|language=en|access-date=2021-11-15}}</ref> Film ini menerima rilis teater terbatas di Indonesia beberapa bulan kemudian pada 19 Januari 2017.<ref name=":0" />
 
== Penerimaan ==
=== Box office ===
Menurut produser Yulia Evina Bhara, film tersebut telah mengumpulkan 51.424 penerimaan dalam bulan pertama peluncurannya di Indonesia.<ref name=":0" /> Meskipun bukan kesuksesan komersial, Bhara mencatat bahwa jumlah tersebut mencerminkan penerimaan yang "luar biasa" dari penonton lokal untuk sebuah film independen.<ref name=":0" />
 
=== Penerimaan kritis ===
Dalam sebuah ulasan untuk ''Tirto'', penulis Dea Anugrah mengkritik film tersebut karena menggambarkan Thukul sebagai seseorang yang "berpaling dari Jawa, arena utama politik dan budaya di Indonesia" sambil "bersembunyi dalam ketakutan".<ref name=":1">{{Cite web|last=Anugrah|first=Dea|title=Istirahatlah Kata-kata: Film Penting Belum Tentu Bagus|url=https://tirto.id/istirahatlah-kata-kata-film-penting-belum-tentu-bagus-chKf|website=tirto.id|language=id|access-date=2021-11-15}}</ref> Anugrah juga mengkritik karakter Ida yang disebutnya ngawur terhadap narasi film dan skenario filmnya sebagai "berlebihan".<ref name=":1" /> Sementara juga memperhatikan fokus film pada ketakutan dan paranoia Thukul, Adrian Jonathan Pasaribu dari ''Cinema Poetica'' menulis bahwa "paranoia diterjemahkan dengan indah dalam tata bahasa visual film".<ref name=":2">{{Cite web|date=2016-12-31|title=Solo, Solitude: On the Poetics of Politics|url=https://cinemapoetica.com/solo-solitude-on-the-poetics-of-politics/|website=Cinema Poetica|language=en-US|access-date=2021-11-15}}</ref> Berbeda dengan ulasan Anugrah, Pasaribu malah memuji film tersebut karena "tidak meromantisasi Thukul sebagai semacam manusia super [...] yang terkadang tidak berdaya dalam perjuangannya melawan tirani dan ketidakadilan."y
 
yang terkadang tidak berdaya dalam perjuangannya melawan tirani dan ketidakadilan."<ref name=":2" />
Membahas "langkah yang sangat lambat dan kurangnya aksi dan dialog" dari film tersebut, Panos Kotzatanasi dari ''Asian Movie Pulse'' menyebut film tersebut "tidak mudah untuk ditonton", sementara juga mencatat bahwa "jika seseorang dapat mengatasi pembatasan ini" film tersebut "menemukan film yang sangat indah dan bermakna yang menyoroti manfaat 'slow cinema'." Demikian pula, Clarence Tsui dari ''The Hollywood Reporter'' menyoroti "gambar surealis" dari "urutan panjang kehidupan quotidian" dari film tersebut. Tsui lebih jauh membandingkan film tersebut dengan ''By the Time It Gets Dark'' karya Anocha Suwichakornpong yang "menawarkan refleksi pedih kemanusiaan yang diambil dari sejarah Asia Tenggara yang bergejolak baru-baru ini."
 
Membahas "langkah yang sangat lambat dan kurangnya aksi dan dialog" dari film tersebut, Panos Kotzatanasi dari ''Asian Movie Pulse'' menyebut film tersebut "tidak mudah untuk ditonton", sementara juga mencatat bahwa "jika seseorang dapat mengatasi pembatasan ini" film tersebut "menemukan film yang sangat indah dan bermakna yang menyoroti manfaat 'slow cinema'."<ref>{{Cite web|last=Kotzathanasis|first=Panos|date=2019-08-10|title=Film Review: Solo, Solitude (2016) by Yosep Anggi Noen|url=https://asianmoviepulse.com/2019/08/film-review-solo-solitude-2016-by-yosep-anggi-noen/|website=Asian Movie Pulse|language=en-US|access-date=2021-11-15}}</ref> Demikian pula, Clarence Tsui dari ''The Hollywood Reporter'' menyoroti "gambar surealis" dari "urutan panjang kehidupan quotidian" dari film tersebut.<ref name=":3">{{Cite web|last=Tsui|first=Clarence|last2=Tsui|first2=Clarence|date=2017-01-18|title=‘Solo, Solitude’ (‘Istirahatlah kata kata’): Film Review|url=https://www.hollywoodreporter.com/movies/movie-reviews/solo-solitude-istirahatlah-kata-kata-film-review-964839/|website=The Hollywood Reporter|language=en-US|access-date=2021-11-15}}</ref> Tsui lebih jauh membandingkan film tersebut dengan ''By the Time It Gets Dark'' karya Anocha Suwichakornpong yang "menawarkan refleksi pedih kemanusiaan yang diambil dari sejarah Asia Tenggara yang bergejolak baru-baru ini."<ref name=":3" />
 
== Penghargaan & nominasi ==