Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
HsfBot (bicara | kontrib)
k v2.04b - Fixed using Wikipedia:ProyekWiki Cek Wikipedia (Kesalahan jenjang Subbagian (Headline))
GadisBaran (bicara | kontrib)
memperbaiki ejaan dan tata bahasa
Baris 7:
Berawal dari pembicaraan beberapa reporter Indosiar dan SCTV, yang sedang mengadakan peliputan di Pulau Panjang Kepulauan Seribu, maka disepakati ide pembentukan Organisasi Jurnalis Televisi, yang bisa menjadi wadah pemberdayaan dan peningkatan profesi para jurnalis televisi. Pertemuan ini melahirkan gagasan pembentukan organisasi jurnalis televisi swasta dan pemerintah.
 
'''30 Mei 1998''' Pembentukan organisasi itu pada akhirnya direalisasikan dengan pertemuan informal di Pasar FestifalFestival Kuningan Jakarta Selatan, yang dihadiri sejumlah reporter dan kameramen televisi dari ANTV, Indosiar, SCTV, dan RCTI. Pertemuan ini membicarakan berbagai masalah yang dihadapi para pengemban profesi ini. Baik disebabkan belum adanya kode etik, maupun berbagai tekanan-tekanan yang membatasi tugas profesi. Disepakati pembentukan forum Komunikasi Jurnalis Televisi, yang diharapkan menjadi sarana berkumpul dan membicarakan berbagai masalah yang kerap dihadapi para pengemban profesi ini.
 
'''06 Juni 1998'''
Melanjutkan pembicaraan di pasar Festival Kuningan Jakarta selatan, maka para jurnalis Televisitelevisi yang menghadiri pertemuan di Café Venesia. TIM Jakarta, akhirnya mendeklarasikan pembentukan Forum Komunikasi Jurnalis Televisi. Dengan tujuan utama sebagai wadah pemberdayaan dan peningkatan profesionalisme para jurnalis Televisitelevisi.
 
'''30 Juni 1998'''
Berangkat dari pemikiran bersama itulah, maka, diadakan pertemuan antara para pemimpin redaksi dan anggota forum di ANTV, gedungGedung Sentra Mulia Lt-LT. 18 Kuningan Jakarta. DisinilahDi sinilah gagasan pembentukan organisasi wartawan televisi itu dimatangkan, karena ternyata para pimpinan di bagian pemberitaan jauh-jauh hari juga memikirkan hal yang sama, terutama setelah lengsernya presiden Soeharto 22 Mei 1998, yakni perlunya organisasi wartawan televisi. Pimpinan Redaksi ANTV selaku tuan rumah pertemuan menyatakan, yang dibutuhkan sekarang adalah organisasi yang memiliki kekuatan menegakkan etika jurnalistik, dan melindungi anggotanya, bukan sekadar forum komunikasi. Dari pertemuan tersebut kemudian dibentuk panitia persiapan pembentukan organisasi, yang didalamnyadi dalamnya terdiri dari kelompok kerja yakni:
*Pokja AD / ART:
**Ruslan Abdul Ghani (Ketua)
Baris 27:
[[Panitia Pengarah]]
*Ketua:
**Dedy Pristiwanto ( Indosiar )
*Wakil Ketua:
**Sumita Tobing ( SCTV )
*Anggota:
**H. Azkarmin Zaini ( ANTV ),
**Yasirwan Uyun ( TVRI ),
**Faizar Noor ( TPI ),
**Crys Kelana ( RCTI )
 
[[Panitia Pelaksana]]
*Ketua Presidium:
**Haris Jauhari ( TPI )
*Anggota Presidium:
**Iskandar Siahaan (SCTV ),
**Adman Nursal ( ANTV ),
**Nugroho F. Yodho ( Indosiar ),
**Teguh Juwarno (RCTI )
 
Selain mempersiapkan Kongres, panitia juga diberi mandat untuk menyelenggarakan seminar dengan topik "Peran Politik Jurnalisme Televisi" pada tanggal 7 Agustus 1998, di Hotel Menara Peninsulla dan Kongres I tanggal 8 dan 9 Agustus 1998 ditempat yang sama.
Baris 76:
 
== Penataan organisasi ==
Kongres memang telah berakhir, namun Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga yang diputuskan dalam Kongreskongres ternyata masih banyak ketimpangan dan tidak sinkron, sehingga untuk melancarkan tugas-tugas Dewan Pengurus, diadakan pengkajian ulang oleh Pleno Pengurus IJTI secara mendalam dengan maksud menyempurnakanya. Pembahasan dilakukan diredaksi TPI, setelah Pengurus IJTI tersusun lengkap sampai ketingkatke tingkat staf departemen.
 
Kesulitan pertama menjalankan organisasi ini adalah tidak adanya sekretariat yang mapan. Untuk itu dari sumbangan dermawan, maka terkumpulah dana untuk mengontrak kantor Sekretariat di Jalan Danau Poso D-1 Nomor 18 Benhil Jakarta Pusat. DisinilahDi sinilah kegiatan IJTI dilakukan, sekitar empat bulan setelah Kongreskongres. Sebelum itu kegiatan berupa seminar tentang Pers dan Penyiaran dikendalikan oleh Pengurusnyapengurusnya dari markas dimanadi mana ia berkantor sebagai jurnalis.
 
Antusiasme Jurnalisjurnalis dari berbagai Daerahdaerah meningkat dan terdapat desakan agar IJTI membentuk cabang di daerah. Namun karena terganjal perangkat organisasi (AD/ART) yang memang tidak mengamanatkan terbentuknya cabang IJTI di daerah, maka pengembangan organisasi itupun menjadi persoalan tersendiri. Namun berdasarkan rapat pengurus, ditetapkan pembentukan Kordinatoriat Daerah, dengan terlebih dahulu membuat aturan main organisasi yang dipercayakan pada Bidang Organisasi IJTI. Sejak itulah lahir pedoman Organisasi Korda yang berisi ketentuan organisasi IJTI di tingkat Daerah PropinsiProvinsi, sebagai kepanjangan tangan IJTI pusat di Jakarta, khusus untuk membina keanggotaan dan melakukan tugas-tugas lain yang berkaitan dengan peningkatan profesi jurnalisme anggota.
 
== Pengembangan organisasi ==
Pada tahun 1999, secara resmi terbentuk 9 Korda. Mereka adalah kepanjangan tangan dari pengurus IJTI di daerah. Kesembilan Korda tersebut adalah:
#Korda Jawa Barat di Bandung, dengan Ketuanyaketuanya Ilmi Hatta.
#Korda Jawa Tengah di Semarang, dengan Ketuanyaketuanya Bambang Hengky.
#Korda Jawa Timur di Surabaya, dengan Ketuanyaketuanya Dheny Reksa.
#Korda Sumatera Utara di Medan (meliputi Aceh dan Riau) dengan Ketuanyaketuanya Bagi Astra Sitompul.
#Korda Sumatera Selatan di Palembang, dengan Ketuanyaketuanya Epran Mendayun.
#Korda Kalimantan Selatan di Banjarmasin, dengan Ketuanyaketuanya Beben Mahdian Noor.
#Korda Sulawesi Selatan di makassar, dengan ketuanya Hussain Abdullah.
#Korda Sulawesi Utara di Manado, dengan Ketuanyaketuanya Fais Albar.
#Korda Bali dan NTB di Denpasar, dengan Ketuanyaketuanya Moh. Hafizni.
 
Beberapa kegiatan yang telah dilaksanakan antara lain pelatihan Jurnalisme Pemilu dan Sidang Umum MPR 1999 serta pelatihan Video Editor. Untuk Pelatihanpelatihan jurnalismeJurnalisme Pemilu, pesertanya tidak hanya dari Jurnalismejurnalisme televisi, tetapi juga dari radio dan media cetak.
 
Tuntutan pembentukan Korda tampaknya terus berdatangan dari insan jurnalis televisi di luar daerah tersebut. Apalagi jumlah anggota saat itu sudah tercatat 800 orang (tahun 2001 ini tercatat 1.105 orang). Tuntutan itu datang dari sejumlah jurnalis Televisitelevisi dari daerah Yokyakarta, Lampung, dan Aceh, namun tuntutan itu belum terlaksana karena IJTI ingin melihat perkembangan Korda yang ada, dan setelah dievaluasi akan ditingkatkan statusnya menjadi cabang jika Kongres II IJTI mengamanatkanya.
 
Sejalan dengan pengembangan organisasi itu pula, untuk pertamakalinyapertama kalinya pada tahun 1999 diadakan IJTI Award, yakni penghargaan tertinggi dari IJTI untuk insan Jurnalisjurnalis televisi terhadap karya jurnalistik anggota IJTI dan Program Berita terbaikTerbaik televisiTelevisi. IJTI Award juga diberikan kepada mereka yang berjasa dibidangdi bidang pertelevesian. IJTI Award untuk yang kedua kalinya diselenggarakan pada tahun 2000.
 
Sebagai organisasi yang baru menapak untuk bangkit mencari bentuk, sejumlah kegiatan baik yang berupa peningkatan profesi jurnalisme anggota maupun kesejahteraan advokasi, memang belum terasakan oleh seluruh anggota. Misalnya asuransi kecelakaan baru diperuntukkan bagi 200 anggota peliput Pemilu dan Sidang Umum, serta perlindungan wartawan baru melalui rompi berkop IJTI. Sementara pemberian advokasi bagi jurnalis yang terkena tindakan kekerasan baru sebatas mencari fakta dan sebatas mengadukan kepolisike polisi dan pimpinan militer. Misalnya dalam kasus "Penonjokan" wartawan oleh Gubernur Jawa Timur, pemukulan kameramen RCTI M. Ali Raban oleh oknum TNI di Aceh, penganiyaan reporter ANTV Gunawan Kusmantoro oleh Oknumoknum kader Golkar di Slipi Jakarta, pengeroyokan wartawan di Sijunjung Sumatera Barat, dan sejumlah kasus lain yang menyusul berikutnya.
 
Sementara terhadap perkembangan regulasi dibidangdi bidang pers dan penyiaran, IJTI baru berpartisipasi sebagai penyumbang ide dan sikap dalam RUU Pers maupun RUU Penyiaran, yang intinya adalah jaminan kemerdekaan pers, perlindungan Wartawan dan mencegah agar masalah kinerja jurnalisme televisi tidak diatur oleh Undang-Undang melainkan dikembalikan kepada Kode Etik Jurnalistik. IJTI juga mendesak kepada perusaan pers agar pemberian kesejahteraan berdasarkan standar kompetensi minimum pekerja pers. Sayangnya standar kompetensi yang dimaksud selama ini baru sebuah gagasan yang belum terumuskan.
 
IJTI sebagai salah satu dari anggota 26 organisasi wartawan juga turut merumuskan Kode Etik Wartawan Indonesia tahun 1999. Tahun 2000, IJTI mempelopori terbentuknya Komisi Nasional Penyiaran (Komnas Penyiaran), serta pembentukan Kelompok Kerja yang mempunyai tugas mempersiapkan terbentuk dan berfungsinya Komnas Penyiaran. Pembentukan Komisi Nasional Penyiaran ini dideklarasikan usai Seminar dan Lokakarya "Menyoal Kebijakan Lembaga Penyiaran" di Hotel Santika pada tanggal 18 April 2000 dan ditandatangani oleh wakil-wakil dari 12 organisasi dan masyarakat penyiaran. Deklarasi ini lebih merupakan desakan agar pengelolaan frekuensi yang menjadi napas dari penyiaran dan merupakan ranah publik itu harus dikelola secara transparan oleh lembaga independen.
 
'''Persiapan Kongres II'''
Kepengurusan IJTI periode 1998-2001 mestinya berakhir bulan Agustus 2001, tetapi karena banyak pengurus tidak aktif, lagi pula banyak kegiatan yang menyita perhatian publik khususnya dibidangdi bidang politik dimanadi mana insan jurnalis harus menjalankan tugasnya (seperti Sidang Istimewa MPR), maka Kongres pun ditunda. Pengurus IJTI telah menunjuk Teguh Juwarno (Wakil Sekjen) sebagai Ketua Panitia Pengarah Kongres dan Syaeifurrahman Al-Banjary (Ketua Departeman Organisasi) dan Asroru Maula (Litbang) masing-masing sebagai Ketua dan Sekretaris Panitia Pelaksana, baru menjalankan tugasnya bulan September 2001. Kepanitiaan pun dilengkapi sambil jalan, dengan menyiapkan berbagai rancangan Kongres yang hendak diputuskan.
 
'''Pelaksanaan Kongres II'''
Pada tanggal 26-27 Oktober 2001, Kongres II dilaksanakan di Hotel Santika Jakarta, didahului Seminar bertajuk "Mengkaji Ulang Posisi Pers dalam Konteks Kepentingan Nasional". Dalam Kongreskongres ini juga digelar debat Publikpublik "Menyoal Kebijakan Pemerintah dalam Menjamin Kebebasan Pers dan Penyiaran" bersama Menteri Negara Informasi dan Komunikasi Syamsul Muarif. Inilah Kongres yang untuk pertama kali diikuti peserta dari utusan Korda, selain anggota dari Jakarta.
 
Kongres II yang dilaksanakan di Hotel Santika Jakarta tersebut pada akhirnya yang terpilih sebagai Ketua Umum/Formatur adalah:
Baris 119:
#Tiur Maida Tampubolon: Anggota Formatur
 
Dan setelah melalui rapat formatur, ketua umum dan anggota formatur pada tanggal 2 November dan 19 November 2001 di Jakarta, pada akhirnya mengesahkan susunan Pengurus IJTI Periode 2001-2004 dibawahdi bawah kepemimpinan saudara Ray Wijaya dan Saudara Syaifurrahman Al-Banjary, masing-masing sebagai Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal dengan susunan pengurus sebagaimana berikut:
#Ketua Umum: Ray Wijaya (RCTI)
#Sekretaris Jenderal: Syaefurrahman Al-Banjary (ANTV)
#Wakil Sekretaris Jenderal: Ahmad Setiono (RCTI)
#Bendahara: '''Tiurmaida Tampubolon ''' (TPI)
#Wakil Bendahara: Shanta Curanggana (TRANS TV)
#Ketua Bidang Organisasi: Eric Tamalagi (TPI)
Baris 131:
 
=== Pencapaian program periode 2001-2004 ===
Salah satu yang menonjol program kerja pada periode ini adalah di bidang peran organisasi dalam bidang pembangunan pers dan penyiaran nasional. Pengurus IJTI selalu aktif dalam memberikan masukan terhadap RUU Penyiaran dan terlibat dalam pembahasan di dalamnya sebagai peserta pasif ketika DPR dan Pemerintah membahasnya. IJTI dengan caranya sendiri, misalnya melakukan lobi-lobi dengan anggota dewan menyamakan pendapatnya. Juga dalam forum terbuka yang diselenggarakan oleh KementrianKementerian Informasi dan Komunikasi di Jalan Merdeka Barat. Dalam kesempatan itu utusan IJTI Syaefurrahman secara tegas menolak pasal-pasal pidana dalam RUU Penyiaran karena akan menghambat kegiatan jurnalisme dan menjadi ancaman. Usulannya adalah memasukan aturan itu pada kode etik profesi saja. Kriminalisasi terhadap aturan etika profesi sudah tidak zamannya masuk dalam Undang-undang. Namun soal ini akhirnya gagal dicegah masuk UU, sehingga IJTI dan sejumlah organisasi lainnya mengajukan ''judicial review'' ke Mahkamah Konstitusi. Organisasi itu adalah ATVSI, PRSSNI, PPPI, Persusi, dan Komteve. Hasilnya dalah majelis hakim mengabulkan sebagian gugatan khusunya mengenai kewenangan pemerintah dalam membuat peraturan pelaksana UU Penyiaran. Kalau tadinya yang berhak membuat PP adalah Pemerintah bersama KPI, sekarang menjadi hanya pemerintah saja. Keputusan ini sesungguhnya di luar dugaan IJTI. Upaya menghapus kriminalisasi kode etik, gagal sehingga hal ini terus diperjuangkan di masa-masa mendatang, agar kebebasan pers dapat ditegakkan.
Peran lainnya dalah memberikan masukan kepada DPR tentang UU Kebebasan memperoleh Informasi. Demikian juga sejumlah pernyataan pers mengenai kebijakan penyiaran dan soal-soal kekerasan terhadap jurnalis televisi.
Dalam kaitannya dengan Pemilu, IJTI berhasil mengumpulkan sejumlah organisasi untuk bersama-sama membentuk forum atau koalisi yang menyerukan pemilu jurdil dan bebas dari kekerasan. Termasuk kekerasan terhadap jurnalis.
Pada periode ini juga IJTI yang mengkoordinir Koalisi Anti Kekerasan terhadap Wartawan dengan anggota dari AJI, PBHI, Kontras, PWI Reformasi, IMPLC, Media Watch, PFI dan SEAPA, berhasil mendesakkan perlunya komisi yang menangani kekerasan terhadap wartawan di Komnas HAM. Ini belajar dari kasus penyanderaan terhadap Ersa Siregar dan Ferry Santoro, serta kekerasan lain yang menimpa wartawan baik oleh oknum maupun dilakukan aparat keamanan dan TNI.
 
Kegiatan lain yang cukup menonjol adalah peluncuran VCD Bom Bali dan bukuBuku Bom Bali. Ini merupakan peran IJTI terhadap perang melawan kekerasan. VCD dicetak 1000 buah, demikian juga buku bom Bali: Dari Legian ke Marriott. Ditulis oleh Syaefurrahman, Sodiqin Nursa, dan Wahyu Widayat.
 
=== Persiapan Kongres III ===
Kepengurusan IJTI Periode 2001-2004 mustinya berakhir pada bulan NopemberNovember 2004, akan tetapi dikarenakan banyak pengurus yang tidak aktif, sehingga kongres tertunda beberapa kali. Lagi pula banyak kegiatan yang menyita pengurus di stasiun penyiarannya masing-masing seperti adanya musibah gempa dan tsunami di Aceh dan Nias yang merupakan musibah terbesar dinegeridi negeri ini, sangat menyita perhatian insan jurnalis. Dewan Pengurus melalui rapat pleno menugaskan Aris Budiono (ANTV) sebagai panitia Kongres-3 bersama Atie Rochyati (Dept. Pemb. Anggota nonaktif). Jauh sebelumnya persiapan telah dimulai oleh Sekjen Syaefurrahman Al-Banjary dengan menyusun materi kongres (draf) dibantu Saudara Farichin dan Budi Setiawan (staf di IJTI). Dengan dibantu beberapa orang akhirnya Panitia Lengkap terbentuk, namun hanya beberapa saja yang aktif. Meski demikian Kongres tetap berhasil dilaksanakan di Hotel Twins Plaza Jalan S. Parman tanggal 21 – 22 Juli 2005.
 
=== Pelaksanaan Kongres Ke-3 ===
Kongres ke-3 kali ini cukup meriah dibanding kongres ke-2. Ini karena telah didahului sosialisasi yang cukup ke beberapa stasiun televisi baru seperti Lativi (sekarang berganti nama menjadi TVone), Global TV dan televisi lama Indosiar. Ke Televisitelevisi lainnya sosialisasi dilakukan melalui selebaran yang memuat kegiatan seputar kongres dan bursa calon kandidat. Sebelumnya, draf kongres juga telah dikirimkan ke stasiun televisi untuk dibahas, juga ke korda-korda di seluruh Indonesia. Tidak kurang dari 120 orang terlibat dalam kongres, meski pada akhir kongres (pemilihan ketua umum hanya 75 orang yang hadir dan berhak memberikan suaranya). Peserta dari daerah antara lain Banjarmasin, Manado, Palembang, Medan, Palu, Ambon, Lombok, Bandung, dan Semarang. Kongres kali ini juga dihadiri peserta dari televisi lokal antara lain TA-TV Solo, Srijunjungan TV Jambi, dan lain-lain.
Kongres diawali dengan Seminar tentang "Membangun Kebebasan Pers tanpa kekerasan dan Intervensi Kekuasaan" dengan nara sumbernarasumber MM Billah dari Komnas HAM, Suryopratomo dari Kompas, Iskandar Siahaan (IJTI), dan Menkominfo yang menugaskan Dirjen Hubungan Media.
Kongres berhsilberhasil memutuskan sejumlah ketetapan:
#AD/ART
#Program Kerja
Baris 163:
#Bendahara: Aris Budiono (ANTV)
 
Dewan pengurus juga melengkapi kepengurusannya dengan wakilWakil Sekjen dan Wakil Bendahara serta wakil-wakil ketua. Sesuai saran peserta kongres, kepengurusan kali ini juga akan dilengkapi dengan komisariat di masing-masing stasiun televisi untuk memudahkan koordinasi.
Keputusan lainnya yang baru adalah diubahnya Korda menjadi Pengurus Daerah dengan pertimbangan agar pengurus daerah lebih otonom dan tidak hanya melakukan fungsi koordinasi.