Tag: kemungkinan perlu dirapikankemungkinan menambah konten tanpa referensi atau referensi keliruSuntingan perangkat selulerSuntingan aplikasi selulerSuntingan aplikasi iOS
Pada November tahun 1659 salah satu kota terpenting di [[Sumatra|Sumatera]] ini dibumi hanguskan oleh seorang [[laksamana]] sekaligus jendral dari [[Belanda]], Jhon Vander Laen. Hal ini disebab kan oleh penduduk setempat yang sempat membunuh seluruh awak kapal Belanda, Jakkarta dan Watchman. Lalu setahun kemudian membunuh dua orang Belanda yang saat itu diutus kedarat oleh [[kapal perang]] Niccoport dan Leerdam. Untuk membalas perbuatan keji tersebut sebelas kapal armada di berangkatkan dari [[Daerah Khusus Ibukota Jakarta|Batavia]] di bawah komando Laksamana Jhon Vander Laen. [[Kota Palembang]] dibentengi oleh batang-batang pohon besar yang dirapatkan, dan bangunan-bangunan rumahnya terbuat dari papan yang mudah terbakar. Laksamana Jhon Vander Laen memerintahkan pasukannya melempar granat ke arah kota yang kemudian menyebabkan rumah-rumah yang berdempetan terbakar, warga Palembang menjadi ketakutan dan meninggalkan tempat mereka. Situasi ini dimanfaatkan oleh Belanda untuk menerobos pertahanan kota lewat tiga jalur yang berbeda.
Pada tahun 1811, [[Sultan Mahmud Badaruddin II]] menyerang pos tentara [[Belanda]] yang berada di Palembang, tetapi ia menolak bekerja sama dengan [[Inggris]], sehingga [[Stamford Raffles|Thomas Stamford Bingley Raffles]] mengirimkan pasukan menyerang Palembang dan Sultan Mahmud Badaruddin II terpaksa melarikan diri dari istana kerajaan, kemudian Raffles mengangkat [[Sultan Ahmad Najamuddin II]] adik Sultan Mahmud Badaruddin II sebagai raja. Pada tahun 1813 Sultan Mahmud Badaruddin II kembali mengambil alih kerajaan namun satu bulan berikutnya diturunkan kembali oleh Raffles dan mengangkat kembali Sultan Ahmad Najamuddin II, sehingga menyebabkan perpecahan keluarga dalam kesultanan Palembang.<ref name="Ricklefs140">{{cite book|last=Ricklefs|first=M.C.|authorlink=Merle Calvin Ricklefs|title=A history of modern Indonesia since c. 1300|page= 140}}</ref>
Pada tahun 1818 [[Belanda]] menuntut balas atas kekalahan mereka sebelumnya dan menyerang Palembang serta berhasil menangkap Sultan Ahmad Najamuddin II dan mengasingkannya ke Batavia. Namun Kesultanan Palembang kembali bangkit melakukan perlawanan yang kemudian kembali dipimpin oleh Sultan Mahmud Badaruddin II.Lalu padaPada tahunBulan Desember [[1819]] Sultan Mahmud Badaruddin mengangkat Putranya Pangeran Ratu (Putra Mahkota ) Sultan Ahmad Najamuddin Pangeran Ratu Bin Sultan Mahmud Badaruddin menjadi pengganti Dirinya dan bertambah Gelar dia Menjadi Sultan Susuhunan Mahmud Badaruddin ( Dalam Versi Belanda meyebutkan Sultan Mahmud Badaruddin II, dalam Tatanan Adat Kesultanan Palembang Darussalam , Apabila Sultan Mengangkat Putranya yang dia Tunjuk Sebagai Pangeran Ratu (Puta Mahkota ) , maka bertambah gelarnya Menjadi Sultan Susuhunan .Makna kata Susuhunan artinya Yang Diutamakan , Yang Dimulupakan dan tetap wajib dipatuhi dan selalu mengontrol Pemerintahan anaknya yang dia nobatkan menjadi Sultan dan dapat membuat keputusan langsung menyangkut institusi Kesultanan bila dalam keadaan darurat . Dalam pada Tahun yang sama Tahun 1819 Kesultanan Palembang Darussalam mendapat serangan dari pasukan Hindia dan Kesultanan Paembang memenangkan Perang tersebut. Pada Tahun 1821 Belanda kembali menyerang Kesultanan Palembang yang antara lain dikenal sebagai [[Perang Menteng]] (diambil dari kata Mungtinghe). Pada tahun 1821 dengan kekuatan pasukan lebih dari 4000 tentara, Belanda kembali menyerang Palembang dan berhasil menangkap Sultan Susuhuan Mahmud Badaruddin IIBersama anaknya Sultan Ahmad Najamuddin Pangeran Ratu yang kemudian diasingkan kedibuang [[Kota ke Ternate|Ternate]].<refSebelum name="Ricklefs140"diasingkan />dan dalam sangat terjepit Sultan Susuhunan Mahmud Badaruddin pada tanggal 1 Juli 1821 mengutus Putranya Pangeran Kesumo Abdul Hamid dan Menantunya Pangeran Kesumo Jayo Abdul Azim menemui Sultan Ahmad NajamuddinPrabu Anom dan Sultan Susuhunan Husin Dhiauddin menyerahkan Pmerintahan Kesultan Palembang , setelah itu Sultan bertirah dirumah Pangeran Adipati Tuo halaman 42 Sejarah Perjuangan Sultan Mahmud Badaruddin . Kemudian pada tahun 1821 tampil Sultan Ahmad Najamuddin IIIPrabu Anom anak Sultan Ahmad NajamuddinSusuhunan IIHusin Dhiauddin sebagai rajaSultan berikutnya, tetapi pada tahun 1823 Belanda menjadikan kesultanan Palembang berada dibawah pengawasannya, sehingga kembali menimbulkan ketidakpuasan di kalangan istana. Puncaknya pada tahun 1824 kembali pecah perang, tetapi dapat dengan mudah dipatahkan oleh Belanda, pada tahun 1825 Sultan Ahmad Najamuddin IIIPrabu Anom menyerah kemudian diasingkan ke Banda dan lalu dibuang lagi ke Menado[[Banda Neira]].<ref name="Ricklefs140" />.
Sultan Susuhunan Mahmud Badaruddin dalam Manuskrib Belanda disebut Sultan Mahmud Badaruddin II, tapi dalam StamboomKesultanan Palembang Darusallam tidak mengenal angka Romawi .
==Para Penguasa Palembang (1455-1823)<ref>{{Cite book|title=“Kesultanan Palembang” Perang Palembang Melawan VOC|last=Soetadji|first=Nanang S.|publisher=Pemerintah Kotamadya Palembang|year=1996|isbn=|location=Palembang|pages=27-30|url-status=live}}</ref>==