Boedi Oetomo: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 27:
# Aktivitas membantu pelajar merupakan sebagian program pekerjaan Budi Utomo
 
Meskipun para pelajar STOVIA merupakan pendiri awal dari Budi Utomo, mereka menyerahkan kepemimpinan kepada orang-orang yang lebih tua dan berpengalaman sebagai bentuk penghormatan dan beban studi di STOVIA yang masih harus diselesaikan, terutama Sutomo yang masih harus menjalani pendidikan selama tiga tahun.{{Sfn|Muljana|2008|p=25}} Akhirnya, kongres tersebut menunjuk Tirtokoesoemo sebagai ketua umum dan Soedirohoesodo sebagai wakil ketua. Kongres tersebut juga mencetuskan tujuan Budi Utomo, yaitu menjamin kehidupan sebagai bangsa yang terhormat serta arah organisasi sebagai organisasi yang berfokus pada pendidikan, pengajaran, dan kebudayaan.<ref name=":0" /> Para pelajar Stovia ditunjuk sebagai Pengurus cabang Betawi dan Kantor Pusat ditetapkan berada di Yogyakarta. {{Sfn|Sudiyo|Santano|Nugroho|Suwardi|p=22|1997}} Hingga diadakannya kongres yang pertama ini, Budi Utomo telah memiliki tujuh cabang di beberapa kota, yakni [[Batavia]], [[Bogor]], [[Kota Bandung|Bandung]], Magelang, Yogyakarta, [[Kota Surabaya|Surabaya]], dan [[Kabupaten Ponorogo|Ponorogo]].<ref>{{Cite web|date=9 Maret 2021|title=Mengenal Organisasi Budi Utomo|url=https://kumparan.com/berita-update/mengenal-organisasi-budi-utomo-1vJtdvgTdp8|website=kumparan|language=id-ID|access-date=24 November 2021}}</ref> Sampai tahun 1909, anggota Budi Utomo mencapai 10.000 anggota. {{Sfn|Muljana|2008|p=26}}
 
== Masa kepemimpinan Tirtokoesomo ==
tersebut di alas. merupakan pengurus Budi Utomo cabang Betawi . Selain itu, Kongres juga menentukan bahwa pengurus Hingga diadakannya kongres yang pertama ini, Budi Utomo telah memiliki tujuh cabang di beberapa kota, yakni [[Batavia]], [[Bogor]], [[Kota Bandung|Bandung]], Magelang, Yogyakarta, [[Kota Surabaya|Surabaya]], dan [[Kabupaten Ponorogo|Ponorogo]].<ref>{{Cite web|date=9 Maret 2021|title=Mengenal Organisasi Budi Utomo|url=https://kumparan.com/berita-update/mengenal-organisasi-budi-utomo-1vJtdvgTdp8|website=kumparan|language=id-ID|access-date=24 November 2021}}</ref> Semenjak dipimpin oleh Raden Adipati Tirtokoesoemo, banyak anggota baru Budi Utomo yang bergabung dari kalangan bangsawan dan pejabat kolonial, sehingga banyak anggota muda yang memilih untuk menyingkir. Pada masa itu pula muncul [[Sarekat Islam]], yang pada awalnya dimaksudkan sebagai suatu perhimpunan bagi para pedagang besar maupun kecil di Solo dengan nama [[Sarekat Islam|Sarekat Dagang Islam]], untuk saling memberi bantuan dan dukungan. Tidak berapa lama, nama itu diubah oleh, [[Tjokroaminoto]], menjadi Sarekat Islam, yang bertujuan untuk mempersatukan semua orang [[Indonesia]] yang hidupnya tertindas oleh penjajahan. Sudah pasti keberadaan perkumpulan ini ditakuti orang Belanda. Munculnya gerakan yang bersifat politik semacam itu menyebabkan Budi Utomo agak terdesak ke belakang. Kepemimpinan perjuangan orang Indonesia diambil alih oleh Sarekat Islam dan [[Indische Partij]] karena dalam arena politik Budi Utomo memang belum berpengalaman. Karena gerakan politik perkumpulan-perkumpulan tersebut, makna [[nasionalisme]] makin dimengerti oleh kalangan luas. Ada beberapa kasus yang memperkuat makna tersebut. Ketika Pemerintah Hindia Belanda hendak merayakan ulang tahun kemerdekaan negerinya, dengan menggunakan uang orang Indonesia sebagai bantuan kepada pemerintah yang dipungut melalui penjabat pangreh praja pribumi, misalnya, rakyat menjadi sangat marah.
Masa kepemimpinan Tirtokoesomo berlangsung dari tahun 1908-1911. Selama masa kepemimpinannya, organisasi Budi Utomo menciptakan beberapa gerakan seperti penerbitan majalah guru desa serta perubahan kurikulum pengajaran [[Bahasa Belanda]] yang semula diajarkan dari kelas tiga ke atas menjadi dimulai sejak kelas 1.{{Sfn|Muljana|2008|p=26}} Hasil ini dinilai lambat karena seharusnya dengan cabang-cabang Budi Utomo yang cukup banyak, gerakan Budi Utomo dinilai lambat dan sangat hati-hati. Organisi ini juga tetap terus berjuang di bidang sosial-buclaya tanpa menyentuh bidang politik, meskipun delat dengan Hubungan dengan pemerintah karena sebagian besar anggota merupakan pegawai pemerintah . Akibat gerakannya yang lambat ini beberapa anggota ke luar dari keanggotaan Budi Utomo, seperti Cipto Mangunkusumo dan Ki Hadjar Dewantara. {{Sfn|Sudiyo|Santano|Nugroho|Suwardi|p=22-23.|1997}}
 
Salah satu faktor yang menyebabkan lambatnya gerakan organisasi ini mungkin karena organisasi menerapkan prinsip "Biar lambat asal selamat daripada hidup sebentar mati tanpa bekas” yang menganut cara hidup pohon [[beringin]] yang tumbuhnya lambat, tetapi saat tumbuh besar dapat menjadi tempat berteduh yang rindang dan kokoh.<ref>{{Cite web|date=20 Mei 2021|title=STOVIA, Boedi Oetomo, dan Kebangkitan Pergerakan Nasional|url=https://ditsmp.kemdikbud.go.id/stovia-boedi-oetomo-dan-kebangkitan-pergerakan-nasional/|website=Direktorat SMP|language=id-ID|access-date=25 November 2021}}</ref>
 
Meskipun terkesan lambat, berita pendirian Budi Utomo mendapatkan reaksi yang cukup besar dari Pemerintahan belanda, yaitu saat Belanda mengeluarkan Keputusan Pemerintah 14 September 1908 nomo 12 (Gouvernements Besluit 14 September 1908 No. 12) yang mendirikan ''Commissie voor de Inlansche School en Volkslectuur'' (Komisi Bacaan Rakyat) yang nantinya akan menjadi [[Balai Pustaka]] yang diketuai oleh Dr. G.A.J. Hazeu.
 
tersebut di alas. merupakan pengurus Budi Utomo cabang Betawi . Selain itu, Kongres juga menentukan bahwa pengurus Hingga diadakannya kongres yang pertama ini, Budi Utomo telah memiliki tujuh cabang di beberapa kota, yakni [[Batavia]], [[Bogor]], [[Kota Bandung|Bandung]], Magelang, Yogyakarta, [[Kota Surabaya|Surabaya]], dan [[Kabupaten Ponorogo|Ponorogo]].<ref>{{Cite web|date=9 Maret 2021|title=Mengenal Organisasi Budi Utomo|url=https://kumparan.com/berita-update/mengenal-organisasi-budi-utomo-1vJtdvgTdp8|website=kumparan|language=id-ID|access-date=24 November 2021}}</ref> Semenjak dipimpin oleh Raden Adipati Tirtokoesoemo, banyak anggota baru Budi Utomo yang bergabung dari kalangan bangsawan dan pejabat kolonial, sehingga banyak anggota muda yang memilih untuk menyingkir. Pada masa itu pula muncul [[Sarekat Islam]], yang pada awalnya dimaksudkan sebagai suatu perhimpunan bagi para pedagang besar maupun kecil di Solo dengan nama [[Sarekat Islam|Sarekat Dagang Islam]], untuk saling memberi bantuan dan dukungan. Tidak berapa lama, nama itu diubah oleh, [[Tjokroaminoto]], menjadi Sarekat Islam, yang bertujuan untuk mempersatukan semua orang [[Indonesia]] yang hidupnya tertindas oleh penjajahan. Sudah pasti keberadaan perkumpulan ini ditakuti orang Belanda. Munculnya gerakan yang bersifat politik semacam itu menyebabkan Budi Utomo agak terdesak ke belakang. Kepemimpinan perjuangan orang Indonesia diambil alih oleh Sarekat Islam dan [[Indische Partij]] karena dalam arena politik Budi Utomo memang belum berpengalaman. Karena gerakan politik perkumpulan-perkumpulan tersebut, makna [[nasionalisme]] makin dimengerti oleh kalangan luas. Ada beberapa kasus yang memperkuat makna tersebut. Ketika Pemerintah Hindia Belanda hendak merayakan ulang tahun kemerdekaan negerinya, dengan menggunakan uang orang Indonesia sebagai bantuan kepada pemerintah yang dipungut melalui penjabat pangreh praja pribumi, misalnya, rakyat menjadi sangat marah.
 
Pada sepuluh tahun pertama, Budi Utomo mengalami beberapa kali pergantian pemimpin organisasi. Kebanyakan para pemimpin berasal dari kalangan "[[priayi]]" atau para [[bangsawan]] dari kalangan [[keraton]], seperti , mantan [[Bupati]] [[Karanganyar]], dan Pangeran Ario Noto Dirodjo dari [[Keraton Pakualaman]].
Baris 36 ⟶ 43:
Budi Utomo mengalami fase perkembangan penting saat kepemimpinan Pangeran [[Noto Dirodjo]]. Saat itu, [[Ernest Douwes Dekker|Douwes Dekker]] merupakan seorang Indo-Belanda yang sangat memperjuangkan bangsa Indonesia, dengan terus terang mewujudkan kata "[[politik]]" ke dalam tindakan yang nyata. Berkat pengaruhnya, pengertian mengenai "tanah air [[Indonesia]]" makin lama makin bisa diterima dan masuk ke dalam pemahaman orang Jawa. Maka muncul lah [[Indische Partij]] yang sudah lama dipersiapkan oleh [[Douwes Dekker]] melalui aksi persnya. Perkumpulan ini bersifat politik dan terbuka bagi semua orang Indonesia tanpa terkecuali. Baginya "tanah air api udara" (Indonesia) adalah di atas segala-galanya.
 
Kemarahan itu mendorong Soewardi Suryaningrat (yang kemudian bernama [[Ki Hadjar Dewantara]]) untuk menulis sebuah artikel "''Als ik Nederlander was''" (''Seandainya Saya Seorang Belanda''), yang dimaksudkan sebagai suatu sindiran yang sangat pedas terhadap pihak Belanda. Tulisan itu pula yang menjebloskan dirinya bersama dua teman dan pembelanya, yaitu [[Douwes Dekker]] dan [[Tjipto Mangoenkoesoemo]] ke penjara oleh Pemerintah [[Hindia Belanda]] (lihat: [[Boemi Poetera]]). Namun, sejak itu Budi Utomo tampil sebagai motor politik di dalam pergerakan orang-orang pribumi.
 
Agak berbeda dengan [[Goenawan Mangoenkoesoemo]], Goenawan Mangoenkoesoemo yang lebih mengutamakan kebudayaan dari pendidikan, Soewardi menyatakan bahwa Budi Utomo adalah manifestasi dari perjuangan nasionalisme. Menurut Soewardi, orang-orang Indonesia mengajarkan kepada bangsanya bahwa "nasionalisme Indonesia" tidaklah bersifat kultural, tetapi murni bersifat politik. Dengan demikian, nasionalisme terdapat pada orang [[Sumatra]] maupun [[Jawa]], [[Sulawesi]] maupun [[Maluku]].