Kabupaten Ogan Komering Ulu: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Herryz (bicara | kontrib)
Referensi
Fery Adrianto (bicara | kontrib)
Rencana Pemekaran Kota Baturaja menjadi Kota Otonom <ref>http://www.fraksipkb.com/2015/02/12/pkb-usulkan-oku-dimekarkan/</ref><ref>https://sumsel.tribunnews.com/2016/07/27/pemekaran-oku-masuk-rpdmj-2016</ref>
Tag: Dikembalikan kemungkinan perlu pemeriksaan terjemahan
Baris 109:
# PT Mitra Ogan
# PT. Bakti Nugraha Yuda Energy (PLTU Baturaja)
 
== Rencana Pemekaran Kota Baturaja menjadi Kota Otonom ==
Baturaja merupakan ibukota Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU) yang saat ini terdiri atas Kecamatan Baturaja Timur dan Kecamatan Baturaja Barat.
 
Dahulunya Baturaja berstatus Kota Administratif (Kotif) berdasarkan PP No. 24 tahun 1982 yang disahkan oleh Menteri Dalam Negeri (ad interim) Sudharmono, S.H. atas nama Presiden Soeharto. Saat itu juga ada beberapa kotif lainnya di Provinsi Sumatera Selatan yang diantaranya Kotif Lubuklinggau (Musi Rawas) yang diresmikan tahun 1981, Kotif Prabumulih (Muara Enim) yang diresmikan berbarengan dengan Kotif Baturaja (Ogan Komering Ulu) tahun 1982, dan Kotif Pagaralam (Lahat) yang diresmikan tahun 1991.
 
Pembentukan Kotif Baturaja didasari atas pertimbangan beberapa aspek diantaranya terlihat adanya ciri kehidupan masyarakat perkotaan di Kecamatan Kota Baturaja sehingga dianggap perlu dibentuknya Kota Administratif Baturaja dibawah naungan dan pembinaan oleh Pemerintah Daerah Tingkat II Kabupaten Ogan Komering Ulu sebagai daerah induk. Sebagai tindak lanjutnya, maka wilayah yang masuk di dalam Kotif Baturaja yang sebelumnya adalah Kecamatan Kota Baturaja, dimekarkan menjadi Kecamatan Baturaja Timur dan Kecamatan Baturaja Barat sekaligus juga menjadikan Kotif Baturaja sebagai ibukota Kabupaten Ogan Komering Ulu.
 
Dengan demikian secara garis komando pemerintahan, maka Pemerintah Kota Administratif Baturaja dipimpin oleh Walikota Administratif Baturaja yang dijabat oleh seorang Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan bertanggung jawab langsung kepada Bupati KDH Tk. II Kabupaten Ogan Komering Ulu.
 
Walikota Administratif (Wakotif) Baturaja yang pertama dijabat oleh H. Arifin Boestoeri, S.H. dimasa kepemimpinan Bupati KDH Tk. II Ogan Komering Ulu H. M. Saleh Hasan, S. H.
 
Seiring berjalannya waktu, Reformasi 1998 pun terjadi dan menuntut adanya sebuah otonomi daerah. Maka lahirlah UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang salah satu isinya adalah memberikan otonomi daerah yang seluas luasnya bagi Pemerintah Daerah (Pemda) dalam menyelenggarakan Pemerintahan serta membagi Pemda hanya terdiri atas Provinsi dan Kabupaten / Kota saja. Ini berarti bahwa mulai saat itu dalam unsur Pemerintahan Daerah tidak lagi mengenal istilah Kota Administratif (Kotif). Sebagai konsekuensinya, maka seluruh Kotif yang ada di Indonesia diberikan dua opsi pilihan.
 
Opsi pilihan pertama, Kotif harus dimekarkan (berpisah) dari kabupaten induknya dan berubah status menjadi kota (dahulu dikenal dengan istilah Kotamadya) yang otonom dengan memiliki sistem dan struktur pemerintahan sendiri (termasuk memiliki DPRD Kota) serta dipimpin oleh seorang Walikota yang tidak lagi dijabat oleh seorang PNS melainkan melalui mekanisme politik yang dilaksanakan melalui sistem pemilihan kepala daerah (Pilkada) langsung. Dengan kata lain, Walikota tidak lagi bertanggung jawab kepada Bupati kabupaten induknya. Proses peningkatan status Kotif menjadi Kota Otonom harus melalui studi kelayakan dan harus dinyatakan memenuhi indikator persyaratan yang diantaranya adalah jumlah penduduk, luas wilayah, kepadatan penduduk, mata pencaharian non pertanian area terbangun, fasilitas umum kota, heterogenitas penduduk, sifat hubungan masyarakat, potensi daerah, dan potensi keuangan.
 
Opsi pilihan kedua, jika tidak memenuhi indikator persyaratan untuk ditingkatkan menjadi Kota Otonom sehingga dinyatakan tidak layak, maka Kotif tersebut harus bergabung kembali menjadi bagian dari kabupaten induknya. Dengan kata lain, status Kota Administratif beserta struktur pemerintahan yang ada sebelumnya termasuk jabatan Walikota Administratif harus dihapuskan dan dibubarkan serta semua tanggung jawab daerah bekas Kotif kembali dipegang dan diambil alih oleh Bupati sebagai kepala daerah induknya.
 
Sangat disayangkan di tahun 2001 ketika tiga Kotif lainnya di Provinsi Sumatera Selatan dinyatakan layak dan berhasil ditingkatkan statusnya tanpa adanya hambatan untuk menjadi sebuah Kota Otonom seperti Kota Prabumulih (berdasarkan UU No. 6 Tahun 2001), Kota Lubuklinggau (berdasarkan UU No. 7 Tahun 2001), dan Kota Pagaralam (berdasarkan UU No. 8 Tahun 2001), Kotif Baturaja pun tidak mendapatkan persetujuan oleh pihak eksekutif maupun legislatif saat itu untuk ditingkatkan menjadi Kota Otonom dikarenakan adanya gejolak tuntutan pemekaran kabupaten baru di dalam wilayah Kabupaten Ogan Komering Ulu. Sebagai konsekuensinya, maka Kotif Baturaja harus dibubarkan dan bergabung kembali ke Kabupaten Ogan Komering Ulu sebagai kabupaten induknya (berdasarkan PP No. 33 Tahun 2003) dengan status tetap sebagai Ibukota Kabupaten Ogan Komering Ulu. Padahal saat itu gedung baru untuk kantor Walikota Baturaja sudah selesai dibangun di kawasan Kemiling yang sebelumnya kantor tersebut berada dalam satu gedung bersama DPRD OKU. Akibatnya gedung tersebut menjadi vakum dan sempat terbengkalai beberapa tahun sampai akhirnya dijadikan sebagai kantor Dinas Pendidikan Kabupaten OKU hingga saat ini.
 
Alasan yang berkembang kemungkinan besar saat itu tentang perihal mengapa Kotif Baturaja gagal ditingkatkan statusnya menjadi Kota Otonom adalah dikarenakan kurangnya dukungan dari masyarakat. Saat itu masyarakat OKU lebih mendukung aspirasi dan tuntutan pemekaran kabupaten baru yang sudah lama dinantikan karena sudah dianggap sangat mendesak untuk dilakukan pemekaran. Selain itu juga, mayoritas masyarakat OKU saat itu masih menginginkan Baturaja tetap menjadi bagian dari Kabupaten OKU sekaligus menjadi ibukotanya. Akhirnya perhatian para stakeholder termasuk DPRD dan Pemkab OKU sendiri harus tertuju dan berfokus kepada aspirasi dan tuntutan masyarakat yang menginginkan adanya pemekaran kabupaten baru tersebut. Setelah melalui serangkaian proses dan perjuangan yang panjang, akhirnya melalui UU No. 37 tahun 2003, lahirlah dua kabupaten baru hasil pemekaran dari Kabupaten OKU yakni, Kabupaten Ogan Komering Ulu Timur (OKU Timur) dengan ibukota Martapura dan Kabupaten Ogan Komering Ulu Selatan (OKU Selatan) dengan ibukota Muaradua yang efektif secara resmi menjalankan roda pemerintahannya di awal tahun 2004.
 
Saat ini mulai muncul kembali rencana pemekaran Kota Baturaja yang digaungkan melalui media sosial. Sebagai responnya, DPRD OKU di tahun 2015 membahas hal ini melalui rapat pandangan umum antar fraksi dan berhasil mendapat persetujuan dari anggota dewan. Usulan tersebut dilontarkan atas pertimbangan berdasarkan PP No. 78 Tahun 2007 bahwa Baturaja dinilai sudah memenuhi kriteria dan layak menjadi sebuah Kota Otonom berdasarkan jumlah dan kepadatan penduduk, jumlah pegawai dan jenis mata pencarian, serta sudah menunjukkan adanya kemajuan dan perkembangan melalui berbagai fasilitas dan pembangunan infrastruktur yang ada saat ini. Hal ini juga sudah disambut baik oleh Bupati OKU dan sudah disetujui bersama DPRD OKU melalui Raperda RPJMD 2016-2021 pada Sidang Paripurna laporan hasil kerja pansus tahun 2016. Meskipun dalam proses nantinya haruslah melalui tahapan kajian dan persiapan yang harus dilalui sembari menunggu berakhirnya moratorium Daerah Otonomi Baru (DOB).
 
Pemkab bersama DPRD OKU juga berencana akan memekarkan Kecamatan Baturaja Timur yang dinilai cukup luas menjadi dua atau tiga kecamatan baru dan menggabungkannya dengan Kecamatan Baturaja Barat atau bisa juga mengambil kecamatan sekitar dikarenakan syarat terbentuknya sebuah kota otonom harus memiliki minimal empat kecamatan.
 
Keinginan terbentukannya Kota Baturaja tersebut didasari atas pertimbangan semakin pesatnya kemajuan pada pembangunan infrastruktur dan fasilitas yang ada di Baturaja saat ini yang diantaranya adalah adanya beberapa fasilitas pusat perbelanjaan modern ternama seperti Raja Plaza dan Citimall yang dilengkapi dengan department store (Ramayana dan Matahari), supermarket (Hypermart), fastfood (KFC, CFC, Pizza Hut, Mokko Factory, dan Roti'O) serta bioskop di Citimall (Platinum Cineplex) bahkan Cinema XXI dikabarkan akan membangun bioskopnya di Plaza Raja (Ramayana) Baturaja. Fasilitas kesehatan seperti RSUD Ibnu Sutowo Baturaja dengan gedung 5 lantai yang menjadikannya sebagai Rumah Sakit layanan rujukan regional yang didukung juga oleh beberapa rumah sakit milik swasta dan TNI-AD serta layanan kesehatan lainnya. Fasilitas pendidikan terdapat berbagai perguruan tinggi di Baturaja baik universitas, sekolah tinggi, maupun akademi yang salah satunya adalah Universitas Baturaja yang saat ini juga memiliki Program Pascasarjana yang menjadikan Baturaja sebagai pusat pendidikan di wilayah OKU Raya hingga di sebagian Provinsi Lampung. Fasilitas akomodasi perhotelan, mengingat letak Baturaja yang strategis di jalur lintas tengah sumatera maka terdapat beberapa hotel berbintang. Salah satunya hotel berbintang empat yakni The Zuri Hotel yang masuk dalam kategori highrise (15 lantai) yang dilengkapi dengan konsep rooftop pool yang dipercaya mempunyai daya saing dengan kota - kota otonom yang lain di Provinsi Sumatera Selatan. Fasilitas Olahraga terdapat Stadion Madya Kemiling Baturaja yang menjadi markas Persibaja (Persatuan Sepak Bola Baturaja), Gedung Olahraga Baturaja, Kolam Renang Baturaja yang juga dikelola menjadi City Water Park, dan fasilitas lainnya milik pemerintah dan BUMN seperti Lapangan Tenis, Voli, hingga Golf. Terdapat juga Kantor UKK Imigrasi yang tentu sangat memudahkan dan membantu masyarakat OKU Raya untuk membuat paspor sehingga tidak perlu lagi jauh-jauh mengurusnya di Kantor Imigrasi Muara Enim ataupun Palembang dan nantinya Kantor UKK Imigrasi Baturaja direncanakan akan ditingkatkan statusnya menjadi Kantor Imigrasi Baturaja.
 
Disamping itu, Baturaja juga memiliki pabrik tambang dan industri PT Semen Baturaja (SMBR) sebagai aset dan potensi daerah sebagai penopang pembangunan di Provinsi Sumatera Selatan yang didukung oleh PLTU Baturaja sebagai pemasok tenaga listriknya yang dapat menjadikan Baturaja sebagai kota industri semen di Sumatera Selatan. Selain itu juga, adanya usaha perluasan wilayah perkotaan melalui pembangunan perumahan dan pemukiman penduduk oleh para developer yang didukung oleh pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan. Begitupun juga dengan kepadatan penduduk dan laju pertumbuhan ekonomi masyarakatnya yang dianggap sudah menuju kepada masyarakat perkotaan yang modern sehingga Baturaja dinilai sudah sangat layak dipimpin oleh seorang Walikota bukan seorang Bupati lagi.
 
Tokoh sekaligus putra daerah OKU Raya seperti Mantan Gubernur Syahrial Oesman dan Gubernur Herman Deru pernah melontarkan dukungannya terhadap perkembangan Kota Baturaja di masa yang akan mendatang untuk menjadi sebuah Kota Otonom.
 
Sesuai yang direncanakan, jika nantinya Kota Baturaja terbentuk, maka ibukota Kabupaten Ogan Komering Ulu akan pindah dan bergeser ke Kecamatan Lubuk Batang yang dinilai mempunyai sejarah tersendiri di masa lalu diantaranya saat masa penjajahan Belanda (pernah menjadi ibukota Onder Afdeling Ogan Ulu yang merupakan cikal bakal OKU yang dahulunya berkedudukan di Lubuk Batang lalu kemudian dipindahkan ke Baturaja) dan disaat masa Orde Baru, Lubuk Batang pernah menjadi wilayah kerja Pembantu Bupati I. Selain itu, Lubuk Batang dianggap strategis karena letaknya tidak terlalu jauh dari Baturaja sehingga tidak begitu menyulitkan masyarakat yang akan berurusan nantinya.
 
== Referensi ==