Demokrasi di Jerman: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
k bentuk baku
HsfBot (bicara | kontrib)
k Bot: di masa → pada masa (WP:BAHASA)
Baris 23:
Berdirinya [[Republik Weimar]] sekaligus menegaskan konstitusi demokratis pertama bagi [[Jerman]] yang mulai berlaku pada 1919. Dalam konstitusi demokratis [[Republik Weimar]] itu, masyarakat [[Jerman]] mulai dikenalkan dengan proses-proses politik yang berdasarkan nilai-nilai [[demokrasi]], seperti memberikan hak pilih universal dengan mengikut sertakan perempuan dalam badan pemilihan umum untuk pertama kalinya dan sistem pemilihan yang proporsional dalam perwakilan, sejak saat itu mendadak seluruh warga Jerman ikut serta dalam proses politik.<ref name="Carlton Clymer Rodee 2008"/><ref name="britannica.com"/>
 
Selain meningkatnya partisipasi politik masyarakat Jerman dipada masa Republik Weimar, juga mendorong perkembangan kesadaran organisasi masyarakat, sehingga masyarakat Jerman banyak pula melahirkan partai-partai politik dari berbagai spektrum [[ideologi]], dari [[sayap kanan]] hingga [[sayap kiri]], dari [[nasionalis]] hingga [[separatis]], semuanya ada saat itu. Sistem multi partai di Republik Weimar saat itu jelas memiliki konsekuensi ideologis, banyaknya partai dari ideologi yang bertentangan sering kali membuat pemerintah kehilangan legitimasinya sendiri, selain karena tak mampu mengendalikan stabilitas politik, kondisi Jerman setelah [[Perjanjian Versailles]] membuat ekonomi nasional semakin terpuruk.<ref name="Carlton Clymer Rodee 2008"/>
 
Puncak dari keputusasaan masyarakat [[Jerman]] (atau [[Republik Weimar]]) adalah sat terjadi [[Malaise]] pada 1929 atau yang disebut sebagai [[Depresi Besar]]. Depresi Besar telah mendorong krisis ekonomi parah di seluruh dunia, dan bagi Jerman kondisinya menjadi berkali-kali lipat lebih buruk. Krisis ekonomi dan kewajiban mengganti kerugian selama [[Perang Dunia I]] telah membuat pemerintah [[Republik Weimar]] kualahan, inflasi melambung tinggi bersamaan dengan angka kemiskinan dan pengangguran, sementara partai-partai politik terus tumbuh dan memiliki angkatan bersenjata mereka sendiri yang direkrut dari para [[veteran]] [[Perang Dunia I]] yang tidak punya kerjaan setelah [[Perjanjian Versailles]] memangkas jumlah personel [[Angkatan Bersenjata Jerman]].<ref name="Carlton Clymer Rodee 2008"/>
Baris 35:
Semakin hari, Partai Nazi semakin kuat, melalui sayap paramiliter mereka, [[Sturmabteilung]] (SA) yang dipimpin oleh [[Ernst Rohm]], Partai Nazi meneror lawan-lawan politik mereka, [[Adolf Hitler]] semakin bergerak mendekati kekuasaan tertinggi di Jerman yang akhirnya diraihnya setelah Presiden Hindenburg mangkat. Pada saat itulah [[Republik Weimar]] sebagai bentuk negara demokratis pertama di Jerman akhirnya hancur dan digantikan dengan kekuasaan [[totalitarian]] [[Nazisme]].<ref name="Carlton Clymer Rodee 2008"/><ref>Ian Adams, Ideologi Politik Muktahir, diterjemahkan dari judul asli, Political Ideology Today, (Yogyakarta: Qalam, 2004) hal. 314 - 315</ref>
 
Dalam buku ''[[Introduction to Political Sciences]]'', kemenangan Nazi bukan karena praktek teror mereka terhadap lembaga pemerintah [[Weimar]] yang demokratis, ironisnya justru karena memang demokrasi di Jerman saat itu menunjang keberhasilan Partai Nazi, karena sebagian besar rakyat Jerman, dari kelas atas, seperti [[elit politik]], [[tuan tanah]], [[aristokrat]], [[militer]], dan [[birokrat]], kelas menengah, seperti [[intelektual]] dan [[pegawai kantoran]], dan juga kelas bawah, seperti [[buruh]] dan [[petani]], semuanya yang putus asa, marah, frustasi, dan depresi dengan keadaan sosial, politik, dan ekonomi – terutama saat [[Depresi Besar]] 1929 – hal ini mendorong kebencian mereka terhadap demokrasi dan sekaligus membangkitkan memori tentang kejayaan Jerman dipada masa lalu, terutama pada masa [[Kekaisaran Romawi Suci]] dan [[Kekaisaran Jerman]], sehingga membangkitkan kembali [[Nasionalisme Jerman]] dan ide tentang [[Pan-Jermanisme]] dalam wujud baru, yaitu [[Nazisme]].<ref name="ReferenceA">Carlton Clymer Rodee, dkk, Pengantar Ilmu Politik, diterjemahkan dari judul asli Introduction to Political Science, (Jakarta: Rajawali Press, 2008) hal. 419</ref><ref>William Ebenstein, Isme-Isme yang Mengguncang Dunia: Komunisme, Fasisme, Kapitalisme, Sosialisme, diterjemahkan dari judul asli Today Isms: Communism, Fascism, Capitalism, Socialism, (Yogyakarta: Narasi, 2014) hal. 103 dan 16</ref>
 
Ketika depresi sosial, politik, dan ekonomi di seluruh dunia meningkat, terutama di [[Eropa]] dan [[Asia]], [[fasisme]] muncul sebagai sebuah alternatif yang membawa masyarakat negara pasca-industri keluar dari krisis akibat kegagalan [[kapitalisme]] [[Amerika Serikat]] yang menyebabkan [[Depresi Besar]] 1929, sekaligus menjawab tantangan untuk membentengi negara dari bahaya [[komunisme]] [[Uni Soviet]]. Kekecewaan terhadap [[kapitalisme]] dan ketakutan terhadap [[komunisme]] membuat [[fasisme]] semakin mudah merebut kekuasaan di negara-negara pasca-industri, seperti [[Jerman]], [[Italia]], dan [[Jepang]], ditambah dengan negara lainnya seperti [[Spanyol]] dan [[Portugal]] juga menjadi tempat di mana fasisme berkuasa.<ref name="ReferenceA"/>