Galela, Halmahera Utara: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
k typo
HsfBot (bicara | kontrib)
k Bot: di era → pada era (WP:BAHASA)
Baris 172:
Dengan perluasan kekuasaan oleh kekuasaan kolonial pada awal abad ke -19, perompakan dianggap sebagai tindakan kriminal dan harus dibasmi. Belanda harus berurusan tidak hanya dengan perompakan tetapi juga dengan sistem ekonomi dan politik yang melibatkan para perompak. Perompakan adalah sebuah cara untuk meningkatkan upeti, meningkatkan kekayaan dan membiayai perang yang terjadi dalam skala besar di timur Nusantara pada era Perang Nuku melawan VOC.
 
Pada dekade 1820-an dan 1830-an beberapa beberapa usaha yang kemudian gagal dilakukan untuk mengubah kelompok perompak semi-nomadik menjadi masyarakat nelayan dan petani yang menetap dengan jalan negosiasi dan pemberian lahan. Usaha terbesar ialah dipada era pengganti Nuku, raja Jailolo II, Muhammad Asgar yang diberikan tanah di pantai utara Seram . Disini ribuan pengikut raja Jailolo yang hidup berkelana selama Perang Nuku diharapkan menetap secara permanen. Tanah yang kurang subur menyebabkan kekurangan makanan dan juga diduga karena kontak yang terus-menerus dengan para perompak menyebabkan usaha ini berakhir dalam kegagalan.
 
Dua usaha yang serupa dalam skala yang lebih kecil dilakukan oleh pemerintah Belanda untuk memukimkan dan menenangkan perompak Tobelo di sekitar Flores, yang juga terdiri dari bekas pengikut Nuku. Yang pertama dilakukan oleh Daeng Magasing, bangsawan dari Bonerate yang memiliki hubungan dengan para bajak laut. Dia menggunakan kearifan lokal dan statusnya untuk berhubungan dengan para perompak dan memukimkan mereka di Tanah Jampea. Pulau kecil di Selatan Selayar ini kehabisan penduduk karena serangan yang berkelanjutan. Disini para perompak akan dimukimkan dan diharapkan menjadi petani dan hidup dengan damai dalam perlindungan pemerintah Belanda. Pada tahun 1830, 15 orang pemimpin bajak laut Tobelo menandatangani perjanjian damai yang diperkuat dengan sumpah dengan Daeng Magasing. Tiga tahun kemudian usaha ini gagal karena terbukti bahwa Daeng Magasing sendiri terlibat dalam aksi pembajakan dengan menggunakan suplai yang diberikan oleh Belanda.
Baris 199:
Dengan perluasan kekuasaan oleh kekuasaan kolonial pada awal abad ke -19, perompakan dianggap sebagai tindakan kriminal dan harus dibasmi. Belanda harus berurusan tidak hanya dengan perompakan tetapi juga dengan sistem ekonomi dan politik yang melibatkan para perompak. Perompakan adalah sebuah cara untuk meningkatkan upeti, meningkatkan kekayaan dan membiayai perang yang terjadi dalam skala besar di timur Nusantara pada era Perang Nuku melawan VOC.
 
Pada dekade 1820-an dan 1830-an beberapa beberapa usaha yang kemudian gagal dilakukan untuk mengubah kelompok perompak semi-nomadik menjadi masyarakat nelayan dan petani yang menetap dengan jalan negosiasi dan pemberian lahan. Usaha terbesar ialah dipada era pengganti Nuku, raja Jailolo II, Muhammad Asgar yang diberikan tanah di pantai utara Seram . Disini ribuan pengikut raja Jailolo yang hidup berkelana selama Perang Nuku diharapkan menetap secara permanen. Tanah yang kurang subur menyebabkan kekurangan makanan dan juga diduga karena kontak yang terus-menerus dengan para perompak menyebabkan usaha ini berakhir dalam kegagalan.
 
Dua usaha yang serupa dalam skala yang lebih kecil dilakukan oleh pemerintah Belanda untuk memukimkan dan menenangkan perompak Tobelo di sekitar Flores, yang juga terdiri dari bekas pengikut Nuku. Yang pertama dilakukan oleh Daeng Magasing, bangsawan dari Bonerate yang memiliki hubungan dengan para bajak laut. Dia menggunakan kearifan lokal dan statusnya untuk berhubungan dengan para perompak dan memukimkan mereka di Tanah Jampea. Pulau kecil di Selatan Selayar ini kehabisan penduduk karena serangan yang berkelanjutan. Disini para perompak akan dimukimkan dan diharapkan menjadi petani dan hidup dengan damai dalam perlindungan pemerintah Belanda. Pada tahun 1830, 15 orang pemimpin bajak laut Tobelo menandatangani perjanjian damai yang diperkuat dengan sumpah dengan Daeng Magasing. Tiga tahun kemudian usaha ini gagal karena terbukti bahwa Daeng Magasing sendiri terlibat dalam aksi pembajakan dengan menggunakan suplai yang diberikan oleh Belanda.