Perang Pacirebonan: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
HsfBot (bicara | kontrib)
k v2.04b - Fixed using Wikipedia:ProyekWiki Cek Wikipedia (Tanda baca setelah kode "<nowiki></ref></nowiki>")
HsfBot (bicara | kontrib)
k Bot: diseberang → di seberang (WP:BAHASA)
Baris 49:
Pada tahun 1618, [[Jan Pieterszoon Coen]] diangkat menjadi Gubernur Jenderal, dia dipilih menjadi Gubernur Jenderal selanjutnya karena dianggap lebih keras sikapnya dibandingkan pandahulunya [[Laurens Reael]], bangunan tidak permanen yang terbuat dari gedek dan batu tersebut kemudian diperkuat dan dilengkapi dengan pagar tembok dari tanah, di setiap sudutnya lantas diperkuat dengan pembangunan ''catte'' yang berfungsi sebagai tempat meriam yang pada masa itu posisinya sengaja diarahkan ke wilayah Pangeran Jayakarta, selain memperkuat bangunan sebelumnya [[Jan Pieterszoon Coen|Gubernur Jenderal Jan Pieterszoon Coen]] juga membangun sebuah pangkalan laut yang kecil dengan fasilitas pergudangan dan perbaikan, gereja dan rumah sakit di pulau sekitar Jayakarta.
 
Peningkatan struktur bangunan dari yang sebelumnya merupakan bangunan tidak permanen menjadi bangunan permanen oleh [[Jan Pieterszoon Coen|Gubernur Jenderal Jan Pieterszoon Coen]] pada rumah ''Mauritius'' sebenarnya sudah menyalahi kesepakatan awal antara [[Pieter Both]] dan [[Pangeran Wijayakrama]] (Pangeran Jayakarta), dikarenakan walaupun Belanda mengubah isi perjanjian jual beli tanahnya namun kesepakatan terhadap bangunannya yang harus tidak permanen tidak mengalami perubahan, khawatir bahwa permasalahan di [[Jayakarta]] ini terdengar hingga ke [[Banten]] maka [[Pangeran Wijayakrama]] selaku penguasa [[Jayakarta]] berusaha menanggulangi masalahnya, salah satunya dengan bekerjasama dengan Inggris yang kantor dagangnya berada tepat diseberangdi seberang bangunan Belanda, mendengar adanya persekutuan antara pihak Inggris dengan Pangeran Jayakarta maka Belanda segera menyerang markas Inggris yang berada di seberangnya yang langsung di serang balik oleh Inggris, hasilnya Belanda menderita kekalahan dengan korban tewas berjumlah 15 orang dan korban luka-luka sebannyak 10 orang, melihat kondisi tersebut [[Jan Pieterszoon Coen|Gubernur Jenderal Jan Pieterszoon Coen]] segera melarikan diri ke [[Maluku]] sementara kekuasaan terhadap aset Belanda di [[Jayakarta]] diserahkan kepada Pieter van den Broecke. Pangeran Jayakarta kemudian berhasil menahan Pieter van den Broecke, ketika berita penahanan Pieter van den Broecke sampai ke [[Banten]], wali sultan pada masa itu Pangeran Ranamanggala tidak menyetujui tindakan yang diambil oleh Pangeran Wijayakrama selaku penguasa [[Jayakarta]].<ref name=hembing/> Pangeran Ranamanggala selaku wali Sultan Banten segera menarik Pangeran Wijayakrama kembali ke [[Banten]] dan kekuasaan terhadap wilayah Kepangeranan Jayakarta diambil alih olehnya sementara waktu.<ref name=hembing/><ref name=suhaemi>Suhaemi, Muhammad Hamdan. 2014. Catatan Singkat Tentang Wijayakrama, Arya Ranamanggala Dan VOC Tahun 1618. [[Serang]]: Respek Banten</ref>
 
Pangeran Wijayakrama yang ditarik ke [[Banten]] oleh wali Sultan Banten kemudian ditempatkan di pesisir utara [[Banten]] tepatnya di [[Tanara, Tanara, Serang|kampung Tanara]], keputusan Pangeran Ranamanggala sebagai wali sultan Banten pada masa itu dianggap bias, di satu sisi setelah peristiwa ''Pailir'' beliau menerapkan peraturan ketat dan menaikan pajak terhadap para pedagang eropa, namun di sisi lain tindakan penegakan hukum yang dilakukan [[Pangeran Wijayakrama]] selaku penguasa [[Jayakarta]] dalam kasus rumah ''Mauritius'' dianggap salah oleh Pangeran Ranamanggala bahkan berimbas pada penarikannya ke [[Banten]], kuat dugaan bahwa Pangeran Ranamanggala dan beberapa pihak di [[kesultanan Banten]] tidak begitu menyukai Pangeran Wijayakrama sejak beliau menjadi mediator konflik-konflik di [[Banten]], sebagian pihak [[kesultanan Banten]] berpendapat bahwa Pangeran Wijayakrama terlalu berpihak kepada para golongan yang menyusahkan [[Banten]], sebut saja dalam kasus terbunuhnya Sultan Maulana Muhammad di [[Palembang]], tindakan Pangeran Mas yang dianggap membuat Sultan Maulana Muhammad terbunuh dalam penyerangan ke [[Palembang]] membuat banyak orang di Banten tidak menyukainya, beliau lantas pergi ke [[Jayakarta]] untuk meminta bantuan agar diperbolehkan menetap disana, walau kemudian dia dibunuh oleh anaknya sendiri,<ref name=michrob>Michrob, Halwany, A. Mudjahid Chudari. 1989. Catatan masalalu Banten. [[Serang]]: Pengurus Daerah Tingkat II Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Kapubaten Serang</ref> serta kasus-kasus lainnya dimana kehadiran Pangeran Wijayakrama sebagai mediator dianggap oleh sebagian pihak di [[kesultanan Banten]] tidak memihak kepada kesultanan sehingga menyebabkan perang dingin diantara Pangeran Wijayakrama dengan sebagian pihak [[kesultanan Banten]] berlangsung cukup lama.<ref name=suhaemi/> Rentetan kejadian inilah yang oleh sebagian peneliti Banten dianggap sebagai hal yang melatarbelakangi alasan ditariknya Pangeran Wijayakrama ke [[Banten]] secara komplek ketimbang hanya berpikir bahwa Pangeran Wijayakrama ditarik karena kasus rumah ''Mauritius''.