Sisingamangaraja XII: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan |
Tag: menambah kata-kata yang berlebihan atau hiperbolis Menghilangkan referensi Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
||
Baris 36:
== Asal usul ==
Sisingamangaraja bermula dari seorang yang bernama Si Raja Batak yang memiliki keturunan bernama Raja Oloan. Raja Oloan memiliki enam orang putra yakni Raja Naibaho, Raja Sihotang, Toga Bakara, Toga Sinambela, Toga Sihite, dan Toga Simanullang. Putra keempatnya, Toga Sinambela memiliki tiga orang putra. Putra bungsu Toga Sinambela, yakni Raja Bona ni onan gelar Raja Mangkutal adalah ayah kandung dari Sisingamangaraja I, leluhur awal Dinasti Sisingamangaraja
Tuan Sorimangaraja memiliki 3 anak dari masing-masing 3 orang istrinya. Salah satu istrinya, sanggul Haomasan melahirkan 7 orang anak, raja sibagotni Pohan, raja sipaettua, raja silahisabungan, raja Oloan, Raj hutalima, raja Sony, dan anak terakhir raja Naipospos.
Sumber lain menyebutkan bahwa dinasti Sisingamangaraja bermula dari seorang yang bernama Si Raja Batak yang memiliki keturunan bernama Raja Oloan. Raja Oloan memiliki enam orang putra yakni Raja Naibaho, Raja Sihotang, Toga Bakara, Toga Sinambela, Toga Sihite, dan Toga Simanullang. Putra keempatnya, Toga Sinambela memiliki tiga orang putra. Putra bungsu Toga Sinambela, yakni Raja Bona ni onan gelar Raja Mangkutal adalah ayah kandung dari Sisingamangaraja I, leluhur awal Dinasti Sisingamangaraja.<ref>Sejarah Daerah Sumatera Utara, 1978</ref>
Raja Oloan inilah yang akan melahirkan dinasti Sisingamangaraja.Raja Oloan memiliki enam orang putra yakni Raja Naibaho, Raja Sihotang, Toga Bakara, Toga Sinambela, Toga Sihite, dan Toga Simanullang.
Putra keempatnya, Toga Sinambela memiliki tiga orang putra. Putra bungsu Toga Sinambela, yakni Raja Bona ni onan gelar Raja Mangkutal adalah ayah kandung dari Sisingamangaraja I, leluhur awal Dinasti Sisingamangaraja.
Jauh sebelum masa lahirnya Raja Sisingamangaraja, umumnya di seantero dunia khususnya di daerah tanah Batak pada waktu itu sebahagian besar penduduknya sudah banyak yang mendurhaka kepada Tuhan Mulajadi Nabolon, antara lain kepincangan-kepincangan dalam dalam menjalankan hukum (paradaton), hukum yang tidak adil (sungsang paruhuman) sehingga manusia banyak menempuh jalan kesesatan. Hal ini di sebabkan karena banyaknya orang-orang luar masuk ke tanah Batak yang merusak peraturan-peraturan (manaburhon patik naso hasea), yang sebelumnya seluruh peraturan-peraturan (patik) sangat di taati oleh penduduk disana.
Sehinggga akibat dari pelanggaran patik-patik tersebut, maka Tuhan Mulajadi Nabolon mendatangkan bala (balasan) atas kedurhakaan umat tersebut, dimana banyaklah terasa bagi penduduk kesulitan dan gangguan-gangguan di tambah dengan makanan yang serba tidak ada (masa haleon)
Tapi rupanya ditengah-tengah banyaknya ummat yang durhaka itu, ada seorang yang masih bersih jiwanya, taat kepada Tuhan Mulajadi Nabolon, dia adalah seorang dari turunan (pomparan) ni Siraja Oloan yang bernama : RAJA BONA NIONAN. Di suatu ketika Raja Bona Nionan di datangi oleh seorang pesuruh Tuhan Mulajadi Nabolon (Gading Habonaran) seraya dia berkata: “Hai Bona Nionan! Nenekmu Siraja Parmahan turun ke tanah Batak Laut Tawar ini, dulunya adalah karena suruhan Mulajadi Nabolon. Sekarang Tuhan Mulajadi Nabolon mendatangkan/menyuruh seorang puteri cantik (boru namauli bulung) turun ke tanah Batak ini dan berada sekarang di puncak gunung sakti (Dolok Pusuk Buhit). Oleh karena itu berangkatlah engkau kesana untuk mendapatkan puteri cantik itu.
Raja Bona Nionan pun memohon terimakasih kepada pesuruh Tuhan tersebut, dan langsunglah dia berangkat ke arah Dolok Pusuk Buhit tempat puteri cantik itu berada. Hari keberangkatannya itu di catat dalam buku Pustaha Tumbaga Holing pada tanggal 20 (singkora duapuluh), dan sampailah dia di puncak dolok pusuk buhit pada tanggal 21 (samirasa maraturun). Ternyata apa yang di katakan malaikat itu benar-benar terjadi, setelah ia sampai di puncak Dolok Pusuk Buhit, dia melihat seorang puteri cantik yang sudah berada di sana, dan kemudian puteri itu berkata kepada Raja Bona Nionan: “Saya datang kemari adalah atas utusan Tuhan Mulajadi Nabolon untuk melaksanakan perintahnya agar engkau mempersunting saya sebagai isterimu, maka oleh sebab itu saya berharap engkau menerima dan tidak menyianyiakan saya.
Mendengar uraian dari puteri cantik itu, maka Bona Nionan pun menjawab: “Saya ini adalah seorang manusia yang hina dan juga buruk rupa, tapi Tuhan Mulajadi Nabolon mengutus seorang puteri cantik untuk saya persunting, apakah saya ini pantas untuk mempersunting engkau yang begitu cantik dan mulia? Lantas sang puteri menjawab :” Engkau di hunjuk oleh Tuhan Mulajadi Nabolon menjadi suamiku bukan karena rupa dan segala apa yang engakau miliki, tetapi karena kelurusan itikad dan ketaatanmu kepada Tuhan Mulajadi Nabolon maka untuk engkau tidak usah berpikir panjang lagi dan saya kita sekarang berangkat. Mendengar jawaban demikian maka Raja Bona Nionan pun tidak dapat berkata apa-apa lagi, selain menuruti ajakan dari puteri tersebut. Tetapi di saat sebelum berangkat, puteri cantik itu bertanya satu hal lagi kepada Raja Bona Nionan :”wahai calon suamiku, saya tahu di daerah tanah Batak ini sungguh kurang baik orang yang tak mempunyai suku (marga) maka seandainya di tengah perjalanan nanti ada yang menanyakan kita mengenai marga saya, maka marga apa yang akan kita sebutkan? Baiklah kata Raja Bona Nionan jika ada yang bertanya demikian maka kita jawab saja bahwa engkau adalah boru dari marga sagala (boru sagala limbong) dan kita tetapkan itulah untuk seterusnya. Lantas mereka pun berangkat menuju ke tempat orang tua Raja Bona Nionan yaitu kampung Bakkara.
Sesampainya mereka disana, orang tua Bona Nionan yaitu TOGA SINAMBELA melihat perempuan yang dibawa oleh Raja Bona Nionan. Orang tuanya tersebut terkejut bercampur heran karena anaknya telah membawa seorang puteri. Lantas ia menanyakan anaknya Raja Bona Nionan: Siapakah puteri kawan ananda yang datang ini? Raja Bona Nionan menjawab itu adalah isteri saya dan menantu dari ayahanda. Toga sinambela pun berkata: Baiklah kalau memang demikian, saya berharap kalian tinggal dan menetaplah di kampung kita ini.
Namun berbeda dengan apa yang di harapkan dan diniatkan oleh Toga Sinambela kepada anak itu, hanya sebulan dia hidup bersama dengan sang isteri di kampung bakkara (kampung orang tuanya), pada tanggal 21 (samsara mara turun) Raja Bona Nionan kembali pergi merantau meninggalkan sang isteri.
Di melintasi kampung demi kampung hingga pada suatu waktu di sampai di sebuaah perkampungan yang bernama NARUMONDA (sebuah desa di kecamatan porsea). Setelah beberapa tahun di Narumonda, dia menikah dengan seorang putri Raja Marpaung (yang menjadi isteri keduanya).
Raja marpaung menikahkannya dengan putrinya atas jasanya mendatangkan hujan. Sebelum raja Bona Nionan datang ke Narumonda, rakyat selalu mengeluh, menderita terhadap musim kemarau panjang, yang menyebabkan sawah kering kerontang dan menimbulkan masa paceklik (Haleon potir) yang berkepanjangan di kampung itu.
Kembali ke cerita....Sementara itu keadaan sang isteri yang ditinggal di bakkara tetap tenang, isterinya begitu sabar menunggu kembalinya raja Bona Nionan yang telah bertahun-tahun tak pulang. Sang isteri yang di tinggal itu pun pada suatu malam bermimpi: Dia berjalan ditengah-tengah lautan luas, sambil menjungjung sebuah cawan putih yang berisikan air limau (Uras), limah putih (anggir putih) air bersih (mual na hona saring), di mana semua benda yang ada di dalam cawan tersebut nampak bercahaya (marsinondang), sambil terlihat di pinggir cawan tersebut sebuah tulisan dalam bahasa batak “BORAS NI ROHA”. Laut yang dijalaninya itu terlihat dengan 5 (lima) warna yaitu : kuning (na hunik), merah (narara), putih (nabontar), hitam (nabirong), cemerlang (na tio), dia berjalan di atas laut seperti berjalan di atas tanah yang keras. Masih dalam keadaan bermimpi sang puteri mendengar lagi sebuah suara yang datang dari sebuah puncak gunung yang sangat tinggi: “ Datanglah engkau wahai sang puteri kesanyangan keatas puncak gunung ini dari tengah-tengah lautan itu agar engkau mengerti apa makna lautan yang engakau jalani ini”, maka sang puteri pun dalam mimpinya menaiki bukit tersebut sampai ke puncaknya. Setelah tiba diatas dia mendengar suara lagi :”akulah dulu yang menyuruh engkau naik ke puncak Gunung Sakti Pusuk Buhit, supaya engkau bisa bertemu dengan Raja Bona Nionan” mendengar suara itu puteri pun langsung berlutut dan menyembah kepada yang berbicara tersebut. Lantas suara itu berkata kembali : “adapun arti dari 5 warna laut yang engkau jalani itu adalah:
Tempat manusia dibumi ini adalah 5 huta atau 5 tempat (benua)
Marga yang ada terdiri dari lima marga besar (persukuan)
Dan lima pembagian waktu dalam satu hari sampai terbenam matahari tidak boleh ditambahi, yaitu sogot, pangului, hos, guling, dan bot
Nanti suatu ketika, engkau pasti berada di kampung itu, dan kau akan melihat sekalipun di suatu tempat tidak pernah tumbuh mata air, tapi disaat itu tanahnya akan pecah dan akan muncul mata air (mual na tio). Kemudian Debata Mulajadi Nabolon berkata lagi dalam mimpi puteri itu: “Besok persis di saat waktu tengah hari engkau harus datang ke satu tempat yaitu rimba (harangan sulu-sulu). Di situ ada satu buah batu yang bernama “Batu Sindar Mataniari ” di sebuah mata air yaitu Mual mani huruk di harangan sulu-sulu, engkau harus sampai ketempat tersebut, agar aku dapat menyampaikan tugas untukmu dan juga kesaktian.. Dan secara tiba-tiba putri tersentak dan terbagun dari mimpinya tersebut. Saat dia bermimpi tepatnya pada tanggal 20 (sikkora dua pulu) dan besoknya tanggal 21 (samisara moraturun) di bulan tujuh (sipaha pitu)
Keesokan harinya persis tengah hari putri ini berkata pada edanya NAI HAPATIAN, katanya “Hai Nai Hapatian aku sangat ingin kita pergi ke rimba (harangan sulu-sulu) untuk maranggir-anggir (bertimau) aku mohon enkau mau menemaniku kesana. Mereka pun berangkat menuju rimba. Sesampainya mereka disana Turunlah Tuhan Debata Mulajadi Nabolon ke rimba itu bersama 7 orang suru-suruannya. Kemudian Debata Mulajadi Nabolon berdiri diatas Batu Sindar Mataniari yang ada di sekitar rimba tersebut. Kemunculan Debata Mulajadi Nabolon seperti matahari yang terbit di ufuk timur (habinsaran), sedangkan tujuh orang suru-suruannya membakar kemenyan (dupa) sambil berlutut dan menyembah kepada Debata Mulajadi Nabolon. Lalu Debata Mulajadi Nabolon memanggil putri itu mendekat untuk diberikan berkat dan kesaktian. Sementara itu Nai Pahitan hanya memandang dari kejauhan. Kemudian Debata Mulajadi Nabolon berkata kepada puteri itu “Gabe-gabean maho sian naso pamotoan ni halak”, artinya engkau akan di karunia dengan mengandung seseorang anak tampa di ketahui oleh orang lain. Bersamaan dengan itu Debata Mulajadi Nabolon memberikan sebuah benda yang nampak bercahaya, dalam bahasa batak disebut dengan "Bintang Badia Tinggi" . Sesudah itu Debata Mulajadi Nabolon menyuruh mereka pulang ke rumahnya.
(menurut cerita tempat ini masih terdapat di sebuah lembah di Bakkara, dimana tempat ini dulunya menjadi tempat persemedian Raja Sisingamangaraja. Dan juga menurut kepercayaan para orang tua setiap tanggal 21 (Samisara Mora Turun) selalu kelihatan bayangan orang yang berpakaian putih sedang bersemedi sambil membakar dupa)
Setelah beberapa lama dari kejadian pertemuan antara sang puteri (isteri raja Bona Nionan) maka terjadilah musim kemarau yang panjang, semua sungai kering, tumbuh-tumbuhan layu dan mati. Maka seorang tokoh adat pun mengumpulkan semua orang dan mereka sepakat memanggil seorang tukang tenun untuk menanyakan kepada Debata Mulajadi Nabolon apa penyebab kejadian tersebut. Sementara itu keadaan itu keadaan sang putri sudah hamil Tua dan akhirnya di ketahui oleh semua orang . Melihat keadaan isteri Bona Nionan seluruh isi kampung menjadi heboh, dan ada diantara menuduh bahwa dia penyebab semua kejadia alam tersebut karena telah berbuat serong.
Lantas para tetua mulai sepakat untuk membicarakan keadaan isteri Bona Nionan, dan sebagai kesimpulan hasil musyawarah. Mereka sepakat menanyakan kepada seorang DATU. Namun Datu itu pun berkata tidak baik menuduh isteri Bona Nionan berbuat hal yang bertentangan dengan hukum, dia menegaskan bahwa bahwa isteri Bona Nionan mengandung adalah karena kehendak Debata Mulajadi Nabolon. Ia juga menyampaikan akan lahir seorang anak dari isteri Raja Bona Nionan yang nantinya akan menjadi orang besar di kampung Bakkara. Seorang penegak keadilan, kebenaran serta akan menjadi Raja, tuan dari seluruh tuan yang akan memberikan hukum dan peraturan bagi kehidupan manusia. Dan apabila kita mematuhi dan merobah pikiran kita maka masa paceklik di Tanah kita akan berlalu. Sebagai bukti kepatuhan maka sang Datu meminta kepada semua penghuni Bakkara dan semua tetua membuat “ Hambing Somba Pardomuan”, agar semua kejadian alam hilang, ternak berkembang dan hujan pun turun, bumi menjadi segar. Dan semua menurutinya, maka terjadilah seperti apa yang di katakan ole Datu tersebut.
.
Saat-saat dalam keadaan hamil tua dia menerima sebuah surat dari suaminya Raja Bona Nionan di perantauan . Dalam suratnya di tuliskan bahwa suaminya akan kembali ke Bakkara dalam waktu yang dekat. Mendengar kabar tersebut sang isteri sangat cemas, yang di cemaskan adalah pasti suaminya curiga besar padanya atas kehamilannya tersebut. Karena bagaimana pun pastilah Raja Bona Nionan tidak terima atas kehamilannya yang tiba-tiba, karena telah bertahun-tahun di perantauan
Dalam suasana kecemasan hatinya tersebut, ia kembali di datangi oleh suara panggilan Debata Mulajadi Nabolon melalui suru-suruannya GADING HABONARAN , untuk menyuruhnya kembali ke rimba (harangan sulu-sulu). Dan setelah perintah itu ia berangkat ke rimba. Setelah sampai di tempat itu maka suru-suruan berkata kepadanya : “hai putri (nauli bulung) sekarang aku sampaikanlah kepadamu pesan dan anugerah Tuhan Debata Mulajadi Nabolon : “MARTUMBUR MA BARINGIN, , MARTANTAN HARIARA, MARBUNGA MA SARPITPIT, MAR SINONDANG APPAPAGA”, bahwa engkau akan melahirkan seorang anak yang mulia keturunan dan sifatnya, kesanyangan dari Debata Mulajadi Nabolon. Nantinya anak itu akan lahir tepat pada tanggal 3 bulan 1 (Anggara ni poltak di bulan si paha sada), di mana saat kelahirannya nanti akan terjadi petir dan halilintar serta badai yang kencang, maka lahirlah dia seperti bintang yang bercahaya terangn dan nantinya akan menjadi raja diantara semua raja dan penduduk (SISINGAMANGARAJA). Kepadanya akan aku berikan roh yang suci, dan dia akan menjadi raja yang sakti. Wahai putri janganlah engkau takut dan cemas, sedangkan suamimu pun (Raja Bona Nionan) nantinya juga akan turut cemas di saat kelahiran anakmu nanti, karena di hari itu semua gunung akan berbunyi bertepuk-tepukan, lautan pun akan kelihatan seperti air banjir yang dilanda topan. Jadi apapun yang akan di ucapkan Raja Bona Nionan kepadamu nanti, engkau tidak usah takut atas tuduhan-tuduhannya itu.
Tidak berapa lama sesudah mereka berada di kampung, tiba pulalah suaminya Raja Bona Nionan yang datang dari perantauan (huta Narumonda). Raja Bona Nionan melihat keadaan isterinya sudah hamil tua.Dengan sekejap mimik mukanya pun berubah dan dengan marahnya karena melihat keadaan isterinya dia berkata : Kenapa engkau berbuat yang tidak layak, mentang-mentang saya di perantauan, kenapa engkau bisa hamil padahal aku bertahu-tahun di perantauan, dulunya engkau mengatakan padaku bahwa engkau seorang wanita jujur, tetapi kenyataanya seperti inilah yang terjadi. Mendengar semua ucapan dan tuduhan Raja Bona Nionan kepadanya, dia hanya terdiam membisu, tak sepatah kata pun yang di ucapkannya. Sehingga Raja Bonanionan pun berniat hendak membunuh isterinya, namun sebelum melaksanakan niatnya dia terlebih dahulu mencari tahu apa yang terjadi selama ini.
Lalu ia pun menanyakan kepada saudara perempuan Nai Paitan, tentang kejadian pada isterinya (DIBAHEN GABE HAUMA NASO HONA SIMBUR) . Maka saudara perempuannya menjawab ”Tokka ito dohononmu songoni dompak Inanta i, Guru ni pungga bangun golang-golang, ipion naso tupa, pitu lombang holang-holang. Tung soadong do napak manang ise lahi-lahi donganan ni inantai mangkatai. Sombakku ito tu ho, sotung tubu roham marroha naroa dompak inantai” begitulah kata-kata dari saudara perempuannya Nai Pahitan, membujuk abangnya (ibotonya) Raja Bona Nionan, agar tidak bertindak apaun kepada isterinya yang sudah dalam keadaan hamil tua itu. Lalu Nai Paitan pun menceritakan semua kisah yang pernah dilihatnya di rimba (harangan). Setelah mendengar cerita dari saudara perempuannya barulah Raja Bona Nionan merasa lega dan tenang.
Beberapa saat kemudian saat Raja Bona Nionan sedang berbicara dengan beberapa orang penduduk, tiba-tiba saja dua ekor ayam sakti (Manuk Patiaraja) muncul. Satu berwarna merah dan satu lagi berwarna putih, dan di belakang kedua ayam tersebut mengikuti banyak ayam. Kemudian ayam itu bersuara dan berkata: Tubuma dihutaon Sada Raja SISINGAMANGARAJA, Namarharoroan sian Debata, Songgot do Partubuna, Marhite-hite Sirlam, Ronggur, Lalo, Haba-haba, Udan, Asa sude hamu marsitungkol jabu muna, pangisi ni laut on. Artinya : Di kampung ini akan lahir seorang Raja Sisingamangaraja, yang datangnya dari Tuhan, semua penduduk akan terkejut, karena kelahirannya itu nantinya akan didiringi oleh kilat, guruh, gempa, angin kencang, hujan, maka semua penduduk agar menopang rumahnya masing-masing. Setelah itu terjadilah seperti apa yang telah di katakan oleh Debata Mulajadi Nabolon. lahirlah seorang anak, dialah yang menjadi Raja Sisingamangaraja I.
== Perang melawan Belanda ==
|