Zainal Sabaruddin Nasution: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
HsfBot (bicara | kontrib)
k Bot: namun (di tengah kalimat) → tetapi
Egel (bicara | kontrib)
Baris 16:
Ketika itu, Mayor Sabaruddin menuduhnya dengan bukti selembar foto yang menampilkan Soerjo bersanding dengan Ratu Wilhelmina, sebagai spion Belanda. Tetapi, Soerjo kemudian dibebaskan lantaran pernah membantu perjuangan Badan Keamanan Rakyat (BKR) pimpinan Moestopo mengambil mitraliur berat kaliber 12,7 mm dan mitraliur kaliber 7,7/303 LE. Namun demikian, selang dua hari, Mayor Sabaruddin kembali menangkap Soerjo dan tanpa proses hukum ia mengeksekusi musuhnya pada saat itu juga. Ia menggelandang Soerjo ke alun-alun Sidoarjo, lantas mengikatnya ke tiang. Tanpa proses pemeriksaan lebih lanjut, Mayor Sabaruddin menembaknya dari jarak dekat dengan pistol. Tembakan itu tak mengakhiri hidup Soerjo. “Mayor Sabaruddin mengambil samurai Jepang dan menebas leher pemuda itu hingga tewas,” tulis Moehammad Jasin dalam Memoar Jasin Sang Polisi Pejuang.
 
Soerjo memang pernah berfoto bersama Ratu Wilhelmina. Namun foto itu diambil semasa dia sebagai anggota Kelompok Kepanduan Hindia Belanda atau Nederland[[Vereeniging IndiescheNederlandsch PadvindersIndische VerenigingPadvinders]] (NIPV) yang turut dalam jambore ke Negeri Belanda. Menurut Suhario Patmodiwiryo yang akrab disebut Hario Kecik dalam Si Pemburu, volume 2, alasan pembunuhan itu ialah “rivalisme antara Mayor Sabaruddin dan Soerjo pribadi dalam masalah memperebutkan seorang puteri Bupati Sidoarjo.” Bukti foto hanyalah alat untuk menggeret Soerjo memuaskan rasa sakit hati Mayor Sabaruddin. Puteri Bupati tersebut ternyata lebih memilih Soerjo karena dia lulusan OSVIA dan punya pengalaman pergi ke Belanda.
 
Kembali dengan alasan mata-mata, Mayor Sabaruddin pernah menangkap sejumlah tokoh pejuang, di antaranya terhadap Basuki, kepala Biro Polisi Surabaya, yang ketika terjadi pertempuran di Surabaya mengungsikan keluarganya dengan menaiki sebuah mobil mewah ke Kediri. Dalam perjalanan kembali ke Surabaya, secara kebetulan mobilnya melewati markas Mayor Sabaruddin yang kemudian memerintahkan anak buahnya untuk merampas mobil tersebut, dan menangkap Basuki beserta Soeprapto, Asisten Wedana Prambon. Mereka dituduh sebagai mata-mata NICA dan dijebloskan ke penjara Sidoarjo.