Kebijakan lingkungan hidup Uni Eropa: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Baris 49:
Dalam bidang lingkungan hidup, Uni Eropa maupun Amerika Serikat memiliki posisi yang saling berseberangan.{{efn|Sebagai aktor internasional, Uni Eropa di satu sisi merupakan aktor yang memiliki visi melampaui sistem kedaulatan negara dalam hubungan internasional. Uni Eropa lebih menekankan prinsip multilateralisme, peran lembaga-lembaga internasional, prinsip-prinsip hukum internasional, hak asasi manusia, dan nilai-nilai. Namun, di sisi lain Amerika Serikat sebagai negara adikuasa menolak mengkompromikan kedaulatan dalam segala aspeknya, baik dalam bidang ekonomi, lingkungan, hukum internasional, dan sebagainya ({{harvnb|Muhammad|2017|pp=169}}).}} Kepemimpinan Amerika Serikat dalam bidang lingkungan hidup dunia terlihat sejak tahun 1970-an melalui isu gas bebas timbal, CFCs, dan lubang [[ozon]]. Namun, kepemimpinan tersebut diambil alih oleh Uni Eropa sejak tahun 1990-an melalui isu hormon pertumbuhan, [[keanekaragaman hayati]], dan [[pemanasan global]].''{{sfnp|Muhammad|2017|p=181–182|ps=}}'' Amerika Serikat lantas mengecewakan Uni Eropa ketika [[George Walker Bush]] menyatakan mundur dari Protokol Kyoto, sehingga tanggung jawab kepemimpinan pindah ke pundak Uni Eropa. Para pengamat sendiri menengarai bahwa kebijakan tersebut disebabkan karena tekanan kelompok bisnis domestik yang kuat kepada Amerika Serikat.
Perkembangan terakhir mengenai lingkungan hidup secara global adalah masa depan [[Persetujuan Paris]]. Persetujuan tersebut merupakan perjanjian dalam Kerangka Kerja Perubahan Iklim PBB agar semua pihak di dunia menjunjung berbagai aksi perbaikan iklim secara nyata.<ref>{{Cite web|last=Delegasi Uni Eropa untuk Indonesia dan Brunei Darussalam|first=|date=24 Mei 2018|title=Uni Eropa dan Indonesia Menyoroti Kerjasama di Bidang Perubahan Iklim dan Lingkungan Hidup|url=https://eeas.europa.eu/delegations/indonesia/45127/uni-eropa-dan-indonesia-menyoroti-kerjasama-di-bidang-perubahan-iklim-dan-lingkungan-hidup_id
Sampai dengan bulan Maret 2017, 194 negara telah menandatangani Persetujuan Paris, tetapi saat ini terjadi disharmoni antara Uni Eropa dan Amerika Serikat setelah [[Donald Trump]] menjadi presiden. Adapun penyebabnya adalah Amerika Serikat menyatakan menarik diri dari kesepakatan ini secara unilateral pada 1 Juni 2017.<ref>{{Cite web|last=Baragona|first=Steve|date=2 Juni 2017|title=Kebijakan Trump Buat Amerika Serikat Keluar Jalur, bahkan Sebelum Mundur dari Kesepakatan Paris|url=https://www.voaindonesia.com/a/kebijakan-trump-buat-as-keluar-jalur-bahkan-sebelum-mundur-dari-kesepakatan-paris/3883925.html|website=VOA Indonesia|access-date=5 November 2019}}</ref> Sebagai penghasil gas rumah kaca terbesar kedua di dunia, Amerika Serikat yang bergabung dengan [[Suriah]] dan [[Nikaragua]] sebagai negara yang tidak berpihak kepada Persetujuan Paris, akan menghentikan upaya internasional untuk mengatasi pemanasan global.''{{sfnp|Muhammad|2017|p=182–183|ps=}}'' Para pengamat berpendapat bahwa alasan yang dikemukakan Trump lebih berkenaan dengan ekonomi daripada sains dan iklim.<ref>{{Cite web|url=https://kumparan.com/jonathan-go/perjanjian-iklim-paris-bagi-amerika-serikat-di-era-trump-masalah-iklim-atau-ekonomi|title=Perjanjian Iklim Paris Bagi Amerika Serikat di Era Trump: Masalah Iklim atau Ekonomi?|last=AmerEurope|first=|date=14 Februari 2018|website=Kumparan|access-date=5 November 2019}}</ref> Trump mengklaim bahwa keikutsertaan Amerika Serikat dalam Perjanjian Paris akan merugikan negaranya sebesar 3 triliun dolar AS dan 6,5 juta lapangan kerja.<ref>{{Cite web|url=https://kumparan.com/kumparannews/john-kerry-as-tak-hadir-di-ktt-iklim-paris-adalah-aib|title=John Kerry: Amerika Serikat Tak Hadir di KTT Iklim Paris Adalah Aib|last=Kumparan News|first=|date=13 Desember 2017|website=Kumparan|access-date=5 November 2019}}</ref>
|