Perang Bubat: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
k Menambahkan berdasarkan update terbaru |
Referensi Dyah Lembu Tal |
||
Baris 22:
Peristiwa Perang Bubat diawali dari niat Prabu [[Hayam Wuruk]] yang ingin memperistri putri [[Dyah Pitaloka Citraresmi]] dari Negeri Sunda. Konon ketertarikan Hayam Wuruk terhadap putri tersebut karena beredarnya sebuah lukisan sang putri di [[Majapahit]]; yang dilukis secara diam-diam oleh seorang seniman pada masa itu, bernama [[Sungging Prabangkara]].{{fact}}
Menurut catatan sejarah Pajajaran oleh Saleh Danasasmita serta Naskah Perang Bubat oleh Yoseph Iskandar, niat pernikahan itu adalah untuk mempererat tali persaudaraan yang telah lama putus antara [[Majapahit]] dan [[Kerajaan Sunda|Sunda]]. [[Raden Wijaya]] yang menjadi pendiri kerajaan Majapahit dianggap keturunan Sunda dari [[Dyah Lembu Tal]] dan suaminya yaitu [[Rakeyan Jayadarma]], raja kerajaan Sunda. Hal ini juga tercatat dalam ''[[Pustaka Rajya Rajya i Bhumi Nusantara]]'' parwa II sarga 3.{{fact}} Dalam [[Babad Tanah Jawi]], Raden Wijaya disebut pula dengan nama ''Jaka Susuruh'' dari Pajajaran. Meskipun demikian, catatan sejarah Pajajaran tersebut dianggap lemah kebenarannya, terutama karena nama [[Dyah Lembu Tal]] adalah nama laki-laki. Menurut kitab [[Kakawin Nagarakretagama|Negarakretagama]] rekaman sejarah yang dibuat oleh Mpu Prapanaca, [[Dyah Lembu Tal]] ini merupakan Putra [[Mahisa Campaka|Narasingamurthi]] dan seorang perwira yuda gagah berani <ref>{{
Alasan umum yang dapat diterima adalah Hayam Wuruk memang berniat memperistri Dyah Pitaloka dengan didorong alasan politik, yaitu untuk mengikat persekutuan dengan Negeri Sunda.<ref name="end">{{cite book|last=Munoz|first=Paul Michel|title=Early Kingdoms of the Indonesian Archipelago and the Malay Peninsula|publisher=Editions Didier Millet|year=2006|location=Singapore|url=|doi=|pages=279|isbn= 9814155675}}</ref> Atas restu dari keluarga kerajaan Majapahit, Hayam Wuruk mengirimkan surat kehormatan kepada Maharaja Linggabuana untuk melamar Dyah Pitaloka. Upacara pernikahan rencananya akan dilangsungkan di Majapahit. Pihak dewan kerajaan Negeri Sunda sendiri sebenarnya keberatan, terutama Mangkubumi Hyang Bunisora Suradipati. Ini karena menurut adat yang berlaku di [[Nusantara]] pada saat itu,{{fact}} tidak lazim pihak pengantin perempuan datang kepada pihak pengantin lelaki. Selain itu ada dugaan{{fact}} bahwa hal tersebut adalah jebakan diplomatik Majapahit yang saat itu sedang melebarkan kekuasaannya, di antaranya dengan cara menguasai [[Kerajaan Dompu]] di Nusa Tenggara.
|