Emosi dalam pengambilan keputusan: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Hrara (bicara | kontrib)
Menambah referensi
Hrara (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 1:
Setiap harinya, manusia membuat banyak keputusan. Kadangkala, beberapa keputusan sangat mudah untuk diputuskan, tetapi banyak pula yang begitu kompleks.<ref name=":1">{{Cite journal|last=Kusasi|first=M.|date=2013|title=Pengaruh Manajemen Diri dan Kematangan Emosi Terhadap Pengambilan Keputusan|url=http://e-journals.unmul.ac.id/index.php/PSIKO/article/view/2227|journal=Jurnal Psikostudia Universitas Mulawarman|volume=2|issue=1|pages=16-27}}</ref> Pada proses pengambilan keputusan yang berkualitas sebetulnya tidak saja bersifat material, namun juga memiliki komponen kognitif dan emosi.<ref>{{Cite journal|last=Budiono & Wening|date=2021|title=Dampak Kecerdasan Emosi Terhadap Kualitas Pengambilan Keputusan Pemimpin dan Efektivitas Sekolah di Indonesia|url=https://journals.upi-yai.ac.id/index.php/ikraith-humaniora/article/view/923|journal=Jurnal IKRA-ITH Humaniora|volume=5|issue=1|pages=60}}</ref> Sejumlah penelitian telah menunjukkan bahwa emosi memiliki pengaruh besar pada berbagai proses kognitif. Misalnya, perhatian, persepsi, pengkodean memori (penyimpanan dan pengambilan informasi), dan pembelajaran asosiatif.<ref name=":0">{{Cite book|last=Garcia|first=M.|date=2020|url=https://www.ipsos.com/sites/default/files/2020-10/the-role-of-emotion-in-human-decision-making.pdf|title=The Role Of Emotion in Human Decision Making|location=Paris|publisher=ARF AudienceXScience Ipsos|pages=2|url-status=live}}</ref>
 
Selaras dengan hal tersebut, Damasio dalam Goleman (2007) juga menyatakan bahwa emosi dapat menghambat atau membantu proses pengambilan keputusan. Di mana salah satu faktor yang dapat menentukannya adalah kompetensi pengambilan keputusan untuk mengidentifikasi dan mengendalikan emosi yang individu miliki.<ref name=":2">{{Cite journal|last=Fenisia|first=E.|date=2019|title=Peran Regulasi Emosi Terhadap Kompetensi Pengambilan Keputusan Memilih Jurusan di Perguruan Tinggi Pada Siswa SMA|url=http://fppsi.um.ac.id/wp-content/uploads/2019/07/1-PERAN-REGULASI-EMOSI-TERHADAP-KOMPETENSI-PENGAMBILAN-KEPUTUSAN-MEMILIH-JURUSAN-DI-PERGURUAN-TINGGI-PADA-SISWA-SMA-1-6.pdf|journal=Prosiding Seminar Nasional Psikologi Pendidikan|volume=1|issue=1|pages=1-4}}</ref> Untuk itu, mempelajari emosi dalam pengambilan keputusan dapat dimulai dari mengetahui jenis emosi, relasi emosi dengan keputusan, regulasi emosi, hingga efek unik dari suatu emosi pada saat pengambilan keputusan.
 
== Klasifikasi Emosi ==
Baris 23:
 
== Konstruksi Emosi dan Keputusan ==
Emosi tercipta ketika otak menafsirkan apa yang terjadi di sekitar kita melalui ingatan, pikiran, dan keyakinan. Emosi memicu bagaimana kita merasa dan berperilaku. Dan karena itulah, semua keputusan yang diambil seseorang akan merujuk pada pengalaman emosionalnya. Sebagai contoh, jika seseorang merasa bahagia mungkin saja ia memutuskan untuk berjalan pulang melalui taman yang dipenuhi bunga, Tetapi, jika seseorang tersebut pernah dikejar oleh seekor anjing sewaktul kecil maka taman yang indah tersebut mungkin memicu perasaan takut. Dan alhasil membuat seseorang itu memutuskan untuk menaiki bus sebagai gantinya. Dalam konteks ini mungkin terdapat argumen logis yang dibuat dengan cara apa pun, tetapi pada peristiwa yang terjadi adalah keputusan itu didorong oleh keadaan emosional individu yang bersangkutan.<ref name=":3">{{Cite web|last=Bach|date=2018|title=How Do Our Emotions Affect Decision Making?|url=https://www.bachremedies.com/en-us/explore/blog/2018/how-do-our-emotions-affect-decision-making/|website=www.bachremedies.com|access-date=29 Desember 2021}}</ref>
 
== Dimensi Pengambilan Keputusan ==
Dua dimensi berbeda yang digunakan dalam pengambilan keputusan antara lain ''adalah Value Orientation (VO)'' dan ''Tolerance of Ambiguity (TfA). Value Orientation VO)'' merupakan dimensi ketika individu lebih memfokuskan pada unsur teknis, tugas yang harus dikerjakan, pada orang-orang terkait atau bahkan lingkungan sosialnya saat mengambil sebuah keputusan. Sementara ''Tolerance of Ambiguity (TfA)'' sendiri adalah dimensi yang mengindikasikan sejauh mana kebutuhan yang dimiliki seseorang dapat mengatur dan mengontrol kehidupannya.*6<ref name=":4">{{Cite journal|last=Satar & Yusri|date=2019|title=Pengambilan Keputusan Ditinjau dari Manajemen Diri dan Kematangan Emosi|url=https://ejournal.uinib.ac.id/jurnal/index.php/alqalb/article/view/826|journal=Jurnal Al-Qalb|volume=10|issue=1|pages=20-41}}</ref>
 
'''== Gaya Pengambilan Keputusan''' ==
Tseng dan Hung (2014) menyebutkan bahwa gaya pengambilan keputusan mempengaruhi pendekatan seeorang dalam membuat sebuah keputusan. Gaya tersebut setidaknya merefleksikan kombinasi penerimaan dan elaborasi stimulus yang diperoleh untuk selanjutnya dipilihnya dalam rangka merespon informasi-informasi yang ada. Lebih jauh lagi, Kocet dan Herlihy (2014) berpendapat bahwa gaya pengambilan keputusan pada setiap individu ialah berbeda satu sama lain. Setiap individu bebas memiliki gaya pengambilan keputusan secara intruksional ''(directive),'' analitis, konseptual, dan bahkan berdasarkan tindak tanduk ''(behavioural)''. Di mana masing-masing gaya pengambilan keputusan memiliki kelebihan dan kekurangannya tersendiri. Individu yang telah mengetahui gaya pengambilan keputusannya dapat memaksimalkan dan atau memperbaikinya melalui serangkaian kombinasi dengan gaya lainnya, sehingga sebuah keputusan yang hendak diambil dapat sesuai dengan apa yang diharapkan.*6<ref name=":4">{{Cite journal|last=Satar & Yusri|date=2019|title=Pengambilan Keputusan Ditinjau dari Manajemen Diri dan Kematangan Emosi|url=https://ejournal.uinib.ac.id/jurnal/index.php/alqalb/article/view/826|journal=Jurnal Al-Qalb|volume=10|issue=1|pages=20-41}}</ref>
 
Tseng dan Hung (2014) menyebutkan bahwa gaya pengambilan keputusan mempengaruhi pendekatan seeorang dalam membuat sebuah keputusan. Gaya tersebut setidaknya merefleksikan kombinasi penerimaan dan elaborasi stimulus yang diperoleh untuk selanjutnya dipilihnya dalam rangka merespon informasi-informasi yang ada. Lebih jauh lagi, Kocet dan Herlihy (2014) berpendapat bahwa gaya pengambilan keputusan pada setiap individu ialah berbeda satu sama lain. Setiap individu bebas memiliki gaya pengambilan keputusan secara intruksional ''(directive),'' analitis, konseptual, dan bahkan berdasarkan tindak tanduk ''(behavioural)''. Di mana masing-masing gaya pengambilan keputusan memiliki kelebihan dan kekurangannya tersendiri. Individu yang telah mengetahui gaya pengambilan keputusannya dapat memaksimalkan dan atau memperbaikinya melalui serangkaian kombinasi dengan gaya lainnya, sehingga sebuah keputusan yang hendak diambil dapat sesuai dengan apa yang diharapkan.*6
 
== Bagaimana Emosi Terbentuk dan Ditindaklanjuti ==
Setiap perasaan dimulai dengan stimulus eksternal, baik itu sesuatu yang dikatakan seseorang ataupun peristiwa fisik. Stimulus tersebut kemudian menghasilkan emosi yang tidak dirasakan di otak. Di mana emosi tersebut yang menyebabkan tubuh memproduksi hormon yang responsif. Hormon-hormon ini memasuki aliran darah dan menciptakan perasaan yang terkadang negatif dan terkadang positif. Ahli saraf Amerika-Portugis bernama Dr. Antonio R. Damasio kemudian menjelaskan bahwa otak secara terus menerus akan memperbarui informasinya tentang keadaan tubuh guna mengatur banyak proses yang membuatnya tetap hidup. Aktivitas menerjemahkan emosi ke dalam perasaan yang bisa ditindaklanjuti inilah yang lantas mempengaruhi keputusan dan digunakan manusia untuk bertahan hidup.*7<ref name=":5">{{Cite web|last=Whitener|first=S.|date=2018|title=How Your Emotions Influence Your Decisions|url=https://www.forbes.com/sites/forbescoachescouncil/2018/05/09/how-your-emotions-influence-your-decisions/?sh=7834bddf3fda|website=www.forbes.com|access-date=29 Desember 2021}}</ref>
 
Lebih mudahnya, proses pembentukan emosi dan tindak lanjutnya dalam pengambilan keputusan dapat dijelaskan seperti berikut:
Baris 40 ⟶ 39:
 
== Roda Emosi ==
Pada abad ke-20, Paul Ekman mengidentifikasi emosi ke dalam enam basis dasar (marah, jijik, takut, bahagia, sedih, dan terkejut), sementara Robert Plutchik membaginya menjadi empat pasang kutub yang berlawanan (suka-sedih, marah-takut, percaya-ketidakpercayaan, antisipasi-kejutan). Kedua penggolongan ini meyakini bahwa setiap emosi dasar akan terkait dengan sirkuit neurologis yang berbeda dan berdedikas pada kemampuan bertahan hidup sejak manusia tempo dahulu. Karena tertanam, emosi dasar dipandang sebagai bawaan yang universal, otomatis, cepat, dan memicu perilaku dengan nilai kelangsungan hidup yang tinggi. Sehingga, dalam hal ini, emosi dasar bertindak sebagai blok bangunan, di mana emosi yang lebih kompleks menjadi campuran dari beberapa emosi dasar. Misalnya, penghinaan bisa menjadi campuran antara kemarahan dan rasa jijik.*8<ref>{{Cite web|last=Burton|first=N.|date=2016|title=What Are Basic Emotions?|url=https://www.psychologytoday.com/us/blog/hide-and-seek/201601/what-are-basic-emotions|website=www.psychologytoday.com|access-date=29 Desember 2021}}</ref>
 
Guna memetakan emosi lebih dalam, Paul Ekman lantas memvisualisasikan emosi ke dalam bentuk “Roda Emosi” atau yang disebut dengan ''Paul Ekman’s Emotion Wheel.'' Roda emosi terdiri dari lingkaran dalam dan lingkaran luar. Lingkaran dalam memuat emosi dasar, sementara lingkaran luar memuat kompleksitas emosi atau perasaan. Cara interpretasinya dilakukan dengan misalnya melihat emosi dasar berupa “bahagia” yang terletak di lingkaran dalam mampu menghasilkan perasaan “gembira”, “kuat” atau bahkan “bangga” di luar lingkaran.*7<ref name=":5">{{Cite web|last=Whitener|first=S.|date=2018|title=How Your Emotions Influence Your Decisions|url=https://www.forbes.com/sites/forbescoachescouncil/2018/05/09/how-your-emotions-influence-your-decisions/?sh=7834bddf3fda|website=www.forbes.com|access-date=29 Desember 2021}}</ref>
 
Dengan kata lain, roda emosi mempertimbangkan bagaimana emosi tertentu (lingkaran dalam) akan diterjemahkan menjadi perasaan (lingkaran luar). Roda emosi memahami bahwa enam emosi hanya kategori luas dengan sedikit kekhususan, sedangkan perasaan lebih mirip dengan bagaimana individu sebenarnya dan secara spesifik menggambarkan apa yang terjadi di otak dan tubuh manusia. Sehingga, hanya ketika individu melihat hasil akhirnya, individu dapat secara efektif memanfaatkan pengetahuan tentang emosi dan perasaan dalam proses pengambilan keputusan. Ini berarti, jika individu mencoba memahami bahwa emosi tertentu, misalnya, jijik, akan menghasilkan perasaan "membenci" atau "menghakimi" atau "menjijikkan", maka individu dapat mengevaluasi masalah tersebut dengan lebih cermat dan mengambil tindakan yang lebih baik.*7<ref name=":5">{{Cite web|last=Whitener|first=S.|date=2018|title=How Your Emotions Influence Your Decisions|url=https://www.forbes.com/sites/forbescoachescouncil/2018/05/09/how-your-emotions-influence-your-decisions/?sh=7834bddf3fda|website=www.forbes.com|access-date=29 Desember 2021}}</ref>
 
Dengan menggunakan proses dalam roda emosi, individu dapat melihat bahwa ketika ia berpikir, maka ia sedang mengalami suatu perasaan dan benar-benar berurusan dengan suatu emosi. Di mana perasaab akan dianggap sebagai gejala emosi individu. Oleh karena itu, seperti menangani kebanyakan penyakit, individu perlu sampai ke akar penyebab (emosi) daripada gejala (perasaan) agar dapat mengambil keputusan yang bijak.*7<ref name=":5">{{Cite web|last=Whitener|first=S.|date=2018|title=How Your Emotions Influence Your Decisions|url=https://www.forbes.com/sites/forbescoachescouncil/2018/05/09/how-your-emotions-influence-your-decisions/?sh=7834bddf3fda|website=www.forbes.com|access-date=29 Desember 2021}}</ref>
 
== Peran Emosi ==
Secara mendetail, peran emosi dapat dideskripsikan sebagai berikut:
 
Tahap pertama, ‘sepanjang proses pengambilan keputusan, emosi muncul dan berperan mempengaruhi tahap-tahap pengambilan keputusan’. Pada tahapan setelah memutuskan namun belum mengetahui hasilnya, emosi yang muncul adalah “harap dan takut” ''(hope and fear).'' Pada tahap ini, individu akan merasa bahwa ingin sekali mencari tahu bagaimana  hasil keputusannya dan berharap yang terbaik. Pada tahap ini juga, tidak jarang individu justru ingin menghindar dari informasi karena memiliki perasaan takut akan hasil yang tidak memuaskan. Selanjutnya, pada tahap ketika keputusan telah diketahui hasilnya, emosi yang muncul untuk hasil yang tidak puas adalah penyesalan dan kekecewaan ''(regret and disappointment).'' Sementara, untuk hasil yang puas maka emosi yang muncul adalah girang hati, kebahagiaan, dan terkejut ''(elation, happiness, and surprise).'' Zeelenberg dan Pieters (2006) selanjutnya menjelaskan implikasinya melalui pendekatan ‘''feeling is for doing’.''  Mereka mengemukakan bahwa emosi berperan sebagai motivasi. Misalnya saja, implikasi rasa takut atau berharap pada sebuah tindakan. Dalam konteks ini, seseorang yang dihinggapi rasa takut, ia akan termotivasi untuk berlari dan menjauh dari objek sumber rasa takut. Sebaliknya, pada orang yang berharap maka ia akan termotivasi untuk mendekati objek yang menjadi harapannya.*9<ref name=":6">{{Cite journal|last=Umaya|first=F.|date=2014|title=Emosi Regret dan Pengambilan Keputusan dalam Bidang Ekonomi|url=https://jurnal.ugm.ac.id/buletinpsikologi/article/view/11461|journal=Buletin Psikologi|volume=22|issue=2|pages=117–125|doi=10.22146/bpsi.11461}}</ref>
 
== Relasi Emosi dan Pengambilan Keputusan ==
Damasio dalam Fenisia (2019) mengatakan bahwa emosi berperan penting dalam pengambilan keputusan, yakni membantu proses pengambilan keputusan ataupun menghambatnya. Dalam hal ini, pengambilan keputusan yang dilakukan secara emosional (arah emosi negatif) mampu mengurangi kualitas pengambilan keputusan tersebut. Sehingga, guna menentukan suatu emosi bersifat mendukung atau menghambat proses pengambilan keputusan maka diperlukan suatu kompetensi dalam hal pengambilan keputusan. Di mana kompetensi ini memiliki fungsi untuk mengidentifikasi dan mengendalikan emosi yang dimiliki individu terkait.*4<ref name=":2" />
 
Sementara itu, Pfister dan Bohm (2008) mengatakan bahwa fungsi yang dimainkan emosi dalam pengambilan keputusan tidaklah homogen. Mereka berpendapat bahwa terdapat setidaknya empat fungsi emosi dalam hal tersebut, yakni informasi, kecepatan, relevansi, dan komitmen. Pertama, dalam kondisi apapun sebuah keputusan membutuhkan informasi. Keputusan dibuat dengan tujuan untuk memberikan kondisi yang lebih baik. Untuk itulah, kehadiran informasi sangat bermanfaat dalam melakukan sebuah evaluasi. Kedua, pengambilan keputusan adalah sesuatu yang integral dengan aktivitas manusia, dan karenanya akan banyak hambatan atau rintangan.  Salah satu rintangan pentingnya ialah menyangkut waktu atau tekanan waktu. Dalam hal ini, fungsi emosi adalah memberikan stimulus kecepatan agar pengambil keputusan dapat menghasilkan keputusan secara cepat di bawah tekanan waktu. Ketiga, pengambil keputusan biasanya menyeleksi aspek-aspek tertentu yang menjadi perhatiannya. Proses seleksi tersebut dikendalikan oleh sesuatu yang disebut dengan relevansi. Dalam konteks ini, emosi berfungsi mengarahkan pengambil keputusan untuk memperhatikan aspek-aspek yang relevan saja. Keempat, suatu hal yang melekat pada pengambil keputusan adalah mengharapkan bahwa keputusan itu cukup dibuat sekali untuk  digunakan dalam jangka waktu yang relatif lama. Dalam hal ini, kebanyakan orang akan menunjukan komitmen, khususnya ketika individu tersebut berada dalam situasi pembuatan keputusan yang kompleks.*9<ref name=":6">{{Cite journal|last=Umaya|first=F.|date=2014|title=Emosi Regret dan Pengambilan Keputusan dalam Bidang Ekonomi|url=https://jurnal.ugm.ac.id/buletinpsikologi/article/view/11461|journal=Buletin Psikologi|volume=22|issue=2|pages=117–125|doi=10.22146/bpsi.11461}}</ref>
 
== Respon Terhadap Emosi ==
Respon mendalam terhadap suatu situasi bisa menjadi mekanisme bertahan hidup. Emosi ketakutan yang dirasakan oleh manusia purba yang berhadapan langsung dengan hewan berbahaya faktanya memotivasi mereka untuk berlari sesegera mungkin. Mereka tidak akan selamat jika mereka berhenti untuk berpikir. Inilah yang disebut dengan pengambilan keputusan naluriah. Yang mana pengambilan keputusan naluriah sangat terkait dengan respon terhadap emosi. Keputusan tipe ini diambil melalui proses yang cepat, seringkali tidak berdasar, tetapi berfungsi untuk melindungi individu dari bahaya atau mencegah pengulangan kesalahan masa lalu.*5<ref name=":3" />
 
Respon terhadap emosi dalam pengambilan keputusan naluriah menyasar pada situasi genting. Misalnya, individu yang berada dalam situasi hidup atau mati, ia tidak akan ingin membuang waktu untuk membahas pro dan kontra. Hal ini juga berlaku pada ujung spektrum yang lain ketika individu dihadapkan pada pilihan mengenai sesuatu hal yang sama sekali tidak penting. Misalnya, tidak seorang pun perlu menghabiskan berjam-jam hanya untuk mempertimbangkan keuntungan relatif meminum teh daripada kopi.*5<ref name=":3" />
 
Lebih lanjut, keputusan yang dipimpin oleh emosi juga dapat lebih berbelas kasih terutama apabila keputusan tersebut menyangkut atau mempengaruhi orang lain. Contohnya saja, ketika seseorang bersedia mempertaruhkan nyawanya sendiri untuk menyelamatkan orang lain. Dan atau ketika orang-orang memilih cara menyampaikan berita buruk kepada seorang teman. Sehingga, terkadang memperhatikan emosi dalam diri dapat menjadi latihan tingkat kesadaran diri yang tinggi.*5<ref name=":3" />
 
== Regulasi Emosi ==
Salah satu kebutuhan penting individu yang kerap menimbulkan ketegangan dalam mengambil suatu keputusan adalah kemampuan dalam mengelola emosi, atau disebut dengan regulasi emosi. Regulasi emosi dinyatakan sebagai suatu proses yang dilakukan individu dalam mempengaruhi emosi yang dimilikinya, kapan individu merasakannya, dan bagaimana individu mengalami, dan mengekspresikan emosi tersebut. Regulasi emosi menyangkut proses untuk mengenali, menghindari, menghambat, mempertahankan atau mengelola kemunculan, bentuk, intensitas maupun masa berlangsungnya perasaan internal, emosi psikologis, proses perhatian, status motivasional dan perilaku yang berhubungan dengan emosi dalam rangka memenuhi afek biologis atau mencapai suatu tujuan dalam memutuskan suatu masalah.*4<ref name=":2" />
 
Ketika individu sedang diliputi emosi yang negatif, biasanya ia tidak mampu berpikir dengan jernih, cenderung melakukan tindakan di luar kesadaran, dan sulit mengambil keputusan. Untuk itu, regulasi emosi berperan untuk menghindari emosi negatif sekaligus kesalahan manakala memutuskan sesuatu. Lebih lanjut, individu yang memiliki kemampuan regulasi emosi akan dapat mengendalikan dirinya apabila terpapar rasa kesal dan secara bersamaan mampu mengatasi perasaan cemas, sedih, atau marah. Sehingga, mampu mempercepat proses penyelesaian masalah dan pengambilan keputusan individu tersebut. Sebaliknya, bila individu mengalami ketidakmampuan dalam meregulasi emosinya maka akan menyebabkan individu tersebut tidak dapat membuat evaluasi yang masuk akal (irasional), kurang kreatif dalam meregulasi emosi, dan juga mengalami kegagalan dalam pengambilan keputusan terbaik.*4<ref name=":2" />
 
== Orientasi Pengambilan Keputusan ==
Orientasi pengambilan keputusan meliputi beberapa tahapan, diantaranya*<ref name=":1" />:
 
1. Identifikasi Persoalan
Baris 102 ⟶ 101:
 
== Pengaruh Kematangan Emosi ==
Efektivitas proses orientasi pengambilan keputusan setidaknya dipengaruhi oleh dua hal potensial, yaitu kemampuan pemecahan terhadap masalah, dan kemampuan afeksi (kepribadian) berupa manajemen diri dan kematangan emosi. Dalam hal ini, kematangan emosi erat kaitannya dengan sikap individu terhadap pengalaman hidupnya. Kematangan emosi secara khusus dipandang sebagai modal dalam pengambilan keputusan karena dengannya individu mampu memilah dan memilih apa yang terbaik dan yang harus dihindarinya.*<ref name=":1" />
 
Damasio dalam Goleman (2009) mengatakan bahwa emosi senantiasa merujuk pada suatu perasaan dan pikiran-pikiran khas, suatu keadaan bilogis, dan psikologis serta serangkain kecenderungan untuk bertindak. Sementara iru, pikiran manusia sendiri terdiri dari dua jenis. Pikiran pertama adalah pikiran rasional yang didefinisikan sebagai model pemahaman yang disadari, bijaksana, dan mampu bertindak hati-hati. Sedangkan, pikiran kedua adalah pikiran yang sifatnya impulsif, berpengaruh besar, dan terkadang tidak logis, sehingga disebut pikiran emosi. Emosi memainkan peran sentral dalam kehidupan individu. Di mana menurut Subramanian (2014), kematangan emosi yang implusif akan berjalan seiring dengan kontrol emosi, pemikiran objektif, tanggung jawab, dan ketahanan menghadapi kejadian yang menimbulkan perasaan frustasi. Mengingat kematangan emosi merupakan kemampuan untuk menangani suatu hal secara konstruktif dengan realitas. Oleh sebab itu, adanya kematangan emosi yang lebih mumpuni dapat memimpin hidup yang lebih efektif melalui keputusan yang diambil.*10<ref name=":7">{{Cite journal|last=Puspasari|first=D.|date=2016|title=Hubungan Antara Kematangan Emosi dengan Pengambilan Keputusan pada Remaja di SMAN 2 Sukoharjo|url=http://eprints.ums.ac.id/47506/17/Naspub_Desi.pdf|journal=Skrips|pages=3}}</ref>
 
Selanjutnya, kematangan emosi dapat dilihat dari cara seorang individu menghadapi tantangan, bagaimana tanggung jawabnya terhadap suatu kewajiban, dan bagaimana pandangan hidupnya tentang dunia. Feiberg (2005) menambahkan bahwa kematangan emosi juga ditandai dengan bagaimana konflik dipecahkan dan bagaimana kesulitan ditangani. Individu yang sudah dewasa, dalam hal ini dewasa secara emosi akan memandang kesulitan-kesulitan yang ada bukan sebagai malapetaka, namun sebagai tantangan-tantangan. Sehingga, saat individu tersebut dihadapakan pada situasi di mana ia harus memilih salah satu alternatif yang disodorkan padanya, ia akan mudah mengambil keputusan yang sesuai dengan berbekal pengetahuan dan pengalaman yang dia milki sebelumnya. Ini juga menekankan bahwa individu dengan kematangan emosi akan bersedia memikul resiko dengan mengacu pada perkiraan-perkiraan yang paling tepat yang dapat diperolehnya. Lebih lanjur, dengan adanya kematangan emosi, individu tidak akan terjebak dan salah langkah dalam pengambilan keputusan. Mengingat individu tersebut tak akan mementingkan emosi sesaat sehingga melupakan langkah-langkah penting yang seharusnya dilakukan dan prosedur yang seharusnya dilewatil.*<ref name=":1" />
 
Dalam praktiknya, pengaruh kematangan emosi terhadap pengambilan keputusan dapat dicontohkan dalam situasi ekonomi seperti pembelian barang. Pembelian memerlukan sebuah keputusan yang dilakukan secara rasional dan emosional. Antara rasional dan emosional merupakan hal yang terpisah yakni antara respon kognisi dan afeksi adalah tidak tergantung. Kemampuan pengambilan keputusan yang tinggi didasarkan pada pengetahuan yang dimiliki, potensi yang dimiliki, lingkungan sekitar dan pendapat orang lain. Sehingga, bila individu memiliki kematangan secara emosional maka individu tersebut dapat bereaksi secara positif.*10<ref name=":7">{{Cite journal|last=Puspasari|first=D.|date=2016|title=Hubungan Antara Kematangan Emosi dengan Pengambilan Keputusan pada Remaja di SMAN 2 Sukoharjo|url=http://eprints.ums.ac.id/47506/17/Naspub_Desi.pdf|journal=Skrips|pages=3}}</ref>
 
== Faktor Lainnya ==