Emosi dalam pengambilan keputusan: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Hrara (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Hrara (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 110:
 
== Faktor Lainnya ==
Selain kematangan emosi, ada faktor lain yang juga mempengaruhi orientasi pengambilan keputusan, antara lain yaitu kepribadian, intuisi, umur, pendidikan formal, pengalaman karir, dan sebagainya. Cervone dkk. (1991) misalnya, dalam penelitiannya menemukan bahwa suasana hati yang positif dapat meningkatkan kecepatan dan efisiensi pengambilan keputusan. Sedangkan, menurut Bandura dan Jourden (1991), efikasi diri mampu mempengaruhi pengambilan keputusan baik itu mempermudah atau menghambatnya. Selain itu, Mondi dkk. (1990) mengemukakan bahwa orientasi pengambilan keputusan juga dapat dipengaruhi oleh faktor dari dalam dan luar diri individu. Faktor luar yang dimaksud antara lain, jenis keputusan yang diambil (rutin dan tidak rutin), waktu yang tersedia, besarnya resiko yang harus ditanggung, tingkat penerimaan dan dukungan oleh rekan dan atasan, pendidikan formal, dan pengalaman karir seseorang.*<ref name=":1*11*12" /><ref>{{Cite journal|last=Cervone dkk|date=1991|title=Goal Setting and The Differential Influence of Self-Regulatory Process on Complex Decision-Making Performance|url=https://www.researchgate.net/publication/21236055_Goal_Setting_and_the_Differential_Influence_of_Self-Regulatory_Processes_on_Complex_Decision-Making_Performance|journal=Journal of Personality and Social Psychology|volume=61|issue=2|pages=257 266.|doi=10.1037//0022-3514.61.2.257}}</ref><ref>{{Cite journal|last=Bandura & Jourden|date=1991|title=Self-Regulatory Mechanisms Governing the Impact of Social Comparison on Complex Decision Making|url=https://cupdf.com/document/self-regulatory-mechanisms-governing-the-impact-eushe2bandura-decision-making.html|journal=Journal of Personality and Social Psychology|volume=60|issue=6|pages=941 951}}</ref>
 
== Mengurangi Efek Buruk Emosi ==
Baris 120:
1. Waktu Tunda
 
Secara teori, strategi paling sederhana untuk meminimalkan besarnya emosi dalam pengambilan keputusan adalah dengan membiarkan waktu berlalu sebelum akhirnya keputusan dibuat. Emosi dipandang memiliki umur yang pendek dan memiliki respon fisiologis yang cepat memudar. Di mana kekuatan adaptasi dan rasionalisasi secara mengejutkan membawa keadaan emosi kembali ke garis dasar peristiwa traumatis. Sebagai contoh, kemarahan yang diinduksi dapat menyebabkan perubahan langsung dalam keputusan peserta, tetapi tidak menunjukkan efek seperti itu ketika induksi dan keputusan dipisahkan oleh penundaan 10 menit.*14<ref>{{Cite journal|last=Loewenstein|first=G.|date=1996|title=Out of Control: Visceral Influences on Behavior|url=https://www.cmu.edu/dietrich/sds/docs/loewenstein/Outofcontrol.PDF|journal=Organizational Behavior and Human Decision Processes|volume=65|issue=1|pages=272-292}}</ref>
 
Walau begitu, strategi sesederhana menunggu ini sangat jarang digunakan. Alasannya ialah penundaan pada dasarnya bertentangan dengan fungsi banyak keadaan emosional yang memotivasi respons perilaku terhadap masalah adaptif. Misalnya, ketika seseorang menemukan pasangannya sedang berada dalam pelukan orang lain. Hanya sedikit orang yang akan setuju bahwa meluangkan waktu sejenak untuk memtuskan bagaimana harus bereaksi terhadap hal tersebut adalah tindakan yang bijaksana.*15<ref>{{Cite journal|last=Lerner dkk|date=2014|title=Emotion and Decision Making|url=https://www.annualreviews.org/doi/10.1146/annurev-psych-010213-115043|journal=Annual Review of Psychology|volume=66|issue=1|pages=799-823}}</ref> Dalam hal ini, efek langsung dari keadaan emosional dapat membuat seseorang “di luar kendali” dan tidak mampu menunggu keadaan netral kembali sebelum mengambil keputusan.*13<ref>{{Cite journal|last=Gneezy & Imas|date=2014|title=Materazzi Effect and The Strategic Use of Anger in Competitive Interactions|url=https://www.pnas.org/content/111/4/1334|journal=Proceedings of the National Academy of Sciences|volume=111|issue=4|pages=1334-1337|doi=10.1073/pnas.1313789111}}</ref>
 
2. Penekanan
 
Penelitian menunjukkan bahwa penekanan sering bersifat kontraproduktif sehingga mampu mengintensifkan keadaan yang sangat emosional yang diharapkan untuk diatur. Secara khusus, upaya penekanan secara kognitif mampu merusak memori untuk segala penyebab yang memicu emosi. Efek ini memiliki implikasi praktis yang penting untuk bagaimana individu dapat merespon dengan baik terhadap kecelakaan tak terduga yang memicu emosi yang kuat.*16<ref>{{Cite journal|last=Richards & Gross|date=1999|title=Composure at Any Cost? The Cognitive Consequences of Emotion Suppression|url=https://citeseerx.ist.psu.edu/viewdoc/download?doi=10.1.1.996.7905&rep=rep1&type=pdf|journal=Personality and Social Psychology Bulletin|volume=25|issue=88|pages=1033-1044|doi=}}</ref>
 
3. Penilaian Ulang
 
Penilaian ulang adalah strategi membingkai ulang makna rangsangan yang mengarah pada respon emosional. Penilaian ulang mencakup perilaku seperti: mengingatkan diri sendiri bahwa "itu hanya ujian" setelah menerima nilai ujian yang buruk, mengadopsi pola pikir perawat atau profesional medis untuk meminimalkan dampak emosional dari melihat cedera seseorang, atau melihat PHK sebagai kesempatan untuk mengejar mimpi yang terlupakan. Berbeda dengan penekanan, penilaian ulang tidak hanya mengurangi perasaan negatif yang dirasakan sendiri sebagai respon terhadap peristiwa negatif. Tetapi, juga mengurangi respon fisiologis dan saraf terhadap peristiwa tersebut.*17<ref>{{Cite journal|last=Jamieson dkk.|date=2012|title=Mind Over Matter: Reappraising Arousal Improves Cardiovascular and Cognitive Responses to Stress|url=https://www.researchgate.net/publication/51669640_Mind_Over_Matter_Reappraising_Arousal_Improves_Cardiovascular_and_Cognitive_Responses_to_Stress|journal=Journal of Experimental Psychology: General.|volume=141|issue=3|pages=417-422|doi=10.1037/a0025719}}</ref> Sebagai contoh, Halperin dkk (2012) telah menguji efek penilaian ulang terkait tanggapan Israel terhadap tawaran Palestina untuk pengakuan PBB. Peserta yang secara acak ditugaskan untuk kondisi pelatihan penilaian ulang (dibandingkan dengan kondisi kontrol) menunjukkan dukungan yang lebih besar untuk kebijakan damai dan kurang mendukung kebijakan agresif terhadap Palestina pada penilaian yang direncanakan baik 1 minggu dan 5 bulan kemudian.*18<ref>{{Cite journal|last=Halperin dkk.|date=2012|title=Can Emotion Regulation Change Political Attitudes in Intractable Conflicts? From The Laboratory to The Field|url=https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/23211565/|journal=Psychological Science|volume=24|issue=1|pages=106-111|doi=10.1177/0956797612452572}}</ref>
 
4. Solusi Dua Keadaan
 
Solusi dua keadaan adalah kondisi di mana seseorang dapat melawan efek keputusan yang tidak diinginkan dengan menginduksi emosi lain— yang memicu kecenderungan berlawanan. Dengan demikian, proses pengambilan keputusan masih akan melibatkan bias, tetapi hasil keputusan tidak. Contohnya adalah fenomena tingkat diskonto keuangan yang terlalu tinggi. Dalam hal ini, kesedihan diketahui meningkatkan tingkat diskonto yang berlebihan, sementara rasa syukur terbukti mengurangi tingkat tersebut bahkan di bawah tingkat yang akan dialami seseorang dalam keadaan netral. Hasil ini menunjukkan kemungkinan yang tidak biasa bahwa menginduksi emosi insidental (dalam hal ini, rasa terima kasih) dapat mengurangi bias yang ada.*19*20<ref>{{Cite journal|last=Lerner dkk.|date=2012|title=The Financial Costs of Sadness|url=https://www.researchgate.net/publication/233411853_The_Financial_Costs_of_Sadness|journal=Psychological Science|volume=24|issue=1|pages=72-79|doi=10.1177/0956797612450302}}</ref><ref>{{Cite journal|last=DeSteno dkk.|date=2014|title=Gratitude: A Tool for Reducing Economic Impatience|url=https://www.researchgate.net/publication/261838796_Gratitude_A_Tool_for_Reducing_Economic_Impatience|journal=Psychological Science|volume=25|issue=6|pages=1262-1267|doi=10.1177/0956797614529979}}</ref>
 
=== Mengisolasi Keputusan dari Emosi ===