Departures: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tegarrifqi (bicara | kontrib)
Tag: Suntingan visualeditor-wikitext
Tegarrifqi (bicara | kontrib)
Tag: Suntingan visualeditor-wikitext
Baris 52:
== Produksi ==
=== Latar belakang kebudayaan ===
Prosesi pemakaman[[Pemakaman Jepang]] umumnya dilakukan dalam tata cara ritual agama [[Buddha]].{{sfn|Sosnoski|1996|p=70}} Saat mempersiapkan pemakaman, tubuh jenazah dibasuh dan rongga-rongga tubuh ditutupi dengan kapas atau kain kasa. Ritual pemakaman (disebut dengan ''nōkan'', bermakna ''keberangkatan''), jarang dilakukan, dan hanya dilakukan di daerah pinggiran.{{sfn|Olsen 2009}} Upacara tersebut bukan sebuah standar, tetapi umumnya melibatkan ahli pemakaman profesional (disebut ''nōkanshi''){{efn|Juga disebut {{nihongo|pemandi mayat|湯灌師|yukanshi}}; ''{{transl|ja|yukan}}'' adalah upacara pembersihan tubuh yang diadakan sebelum ''{{transl|ja|nōkan}}'' dilakukan.}}, yang mempersiapkan tubuh jenazah, memakaikan pakaian putih, dan kadang kala memakaikan riasan wajah. Lalu jenazah diletakkan di atas [[es kering]] dalam peti mati, bersama dengan barang-barang pribadi yang diperlukan dalam perjalanan ke akhirat.<ref>{{harvnb|Kim|2002|pp=225–257}}<!-- (particularly 234–37) -->; {{harvnb|Okuyama|2013|p=4}}.</ref>
 
Terlepas dari pentingnya ritual kematian, subjek dianggap tidak suci dalam budaya tradisional Jepang karena segala sesuatu yang berhubungan dengan kematian diduga menjadi sumber ''kegare'' (kotoran). Setelah bersentuhan dengan jenazah, seseorang harus menyucikan diri melalui ritual penyucian.{{sfn|Plutschow|1990|p = 30}} Orang-orang yang bekerja dekat dengan jenazah, seperti petugas pemakaman, dianggap tidak suci, dan selama [[Feodal Jepang|zaman feodal]] mereka yang pekerjaannya berhubungan dengan kematian menjadi ''[[burakumin]]'' (orang yang tidak tersentuh), dan dipaksa untuk tinggal di dusun mereka sendiri dan didiskriminasikan oleh masyarakat luas. Meskipun terdapatterjadi pergeseran budaya sejak [[Restorasi Meiji]] pada tahun 1868, stigma kematian masih memiliki kekuatan yang cukup besar dalam masyarakat Jepang, dan diskriminasi terhadap mereka yang tidak tersentuh terus menerus berlaku dalam masyarakatberlanjut.{{efn|Untuk pembahasan lebih rinci mengenai posisi ''kegare'' dan kematian dalam masyarakat Jepang, lihat {{harvnb|Okuyama|2013|pp=8–12}}.}}{{sfn|Pharr|2006|pp=134–135}}
 
Hingga tahun 1972, sebagian besar kematian ditangani oleh keluarga, rumah duka, atau ''nōkanshi''. Pada tahun 2014, sekitar 80% kematian terjadi di rumah sakit, dan persiapan jenazah sering dilakukan oleh staf rumah sakit; dalam kasus tersebut, keluarga sering tidak melihat jenazah sampai pemakaman.{{sfn|Hosaka|2014|p = 58}} Sebuah survei pada tahun 1998 menemukan bahwa 29,5% dari penduduk Jepang percaya adanya kehidupan setelah kematian, dan 40% lainnya ingin percaya akan hal itu; keyakinan tertinggi berada di kalangan muda. Kepercayaan akan adanya jiwa (54%) dan hubungan antara dunia yang hidup dan yang mati (64,9%) juga sesuatu yang umum.{{sfn|Ide|2009|p = 2}}