Suku Banjar: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
Tidak ada ringkasan suntingan Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
||
Baris 182:
Suku bangsa Banjar adalah pembauran orang Melayu purba yang membawa bahasa Melayik dengan Dayak Barito-Meratus dari suku [[Dayak Maanyan]], [[Dayak Meratus]], dan sebagian rumpun [[Dayak Ngaju]] terutama yang tinggal di hilir (disebut Dayak Ngawa: Berangas, Mendawai dan Bakumpai). Dan terakhir juga dilakukan Dayak Abal (rumpun Lawangan), yang hampir seluruh anggota sukunya bergabung dan berasimilasi dengan suku Banjar dan konversi ke agama Islam serta meninggalkan bahasa ibunya. Namun saat mereka masih belum diidentifikasikan sebagai [[Dayak]]. Dan sebelum [[Dayak]] dipakai sebagai penyebutan pribumi asli [[Borneo]].
Sekitar tahun 1526, ketika raja Banjar menerima dan memeluk Islam maka diikuti seluruh kalangan penduduk Kerajaan Banjar untuk melakukan konversi massal ke agama Islam, sehingga kemunculan suku Banjar dengan ciri keislamannya ini bukan hanya sebagai konsep etnis tetapi juga konsep politis, sosiologis, dan agamais. Kelompok masyarakat yang telah menganut Islam ini disebut '''[[Oloh Masih]]''' dalam bahasa Dayak Ngaju atau '''[[Ulun Hakey]]''' dalam bahasa Dayak Maanyan. Menurut [[Tjilik Riwut]] dalam "Kalimantan membangun, alam, dan kebudayaan: 407" Bila tamu yang datang mengatakan oloh masih berarti tamu yang datang beragama Islam. Untuk tamu yang beragama Islam, akan diserahkan ayam hidup, telur dan sayur-sayuran untuk dimasak sendiri.......<ref name="Kalimantan membangun">{{id}}{{cite book|author=Tjilik Riwut, Nila Riwut, Agus Fahri Husein|year=1993|title=Kalimantan membangun: alam dan kebudayaan|location=Indonesia|publisher=Tiara Wacana Yogya|isbn=9789798120589|pages=104}}ISBN 9798120582</ref> Namun sebagian penduduk yang masih ingin mempertahankan agama suku [[Kaharingan]] lebih memilih untuk bermigrasi ke daerah perhuluan dan dataran tinggi yang sekarang menjadi [[Dayak Maanyan]] dan [[Dayak Meratus]]. Suku Dayak Banjar di Desa Hampang dan Bangkalaan Dayak Kotabaru menurut ceritanya merupakan salah satu kelompok suku Dayak keturunan Kerajaan Banjar yang nampak dari bahasa dan pakaian adat mereka yang persis seperti [[Urang Banjar]], oleh karena itu mereka memiliki ritual aruh khusus dengan menggunakan Balian Dewa yang tidak mengenal tuak dan babi dengan iringan gamelan lengkap yang terdiri dari babon, gendang, agung, gambang dan saron yang dipimpin minimal oleh tiga orang Balian.
Pada zaman dahulu, suku Banjar termasuk masyarakat bahari atau berjiwa kemaritiman. Perjanjian tanggal 18 Mei 1747 dan Perjanjian 20 Oktober 1756 antara Sultan Banjar Tamjidillah I dengan VOC-Belanda tentang monopoli perdagangan oleh VOC-Belanda di Kesultanan Banjar di antaranya mengatur bahwa orang Banjar tidak boleh lebih berlayar ke sebelah [[timur]] sampai ke [[Bali]], [[Bawean]], [[Sumbawa]], [[Lombok]], batas ke sebelah [[barat]] tidak boleh melewati [[Palembang]], [[Johor]], [[Malaka]] dan [[Belitung]].<ref name="Bandjermasin (Sultanate)">{{id}} {{cite book
|