Nahdlatul Ulama: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Syuhud Al Haqq (bicara | kontrib)
Koreksi salah ketik pada Lembaga
Syuhud Al Haqq (bicara | kontrib)
penambahan struktur organisasi
Baris 1:
{{Copyvio}}{{refimprove}}Infobox Organization
{{Infobox Organization
|name = Nahdlatul Ulama
|logo =Flag of Nahdlatul Ulama.jpg
Baris 19 ⟶ 18:
|membership = 91,2 juta (2019)
|leader_title = Rais 'Aam
|leader_name =[[KiaiMiftachul Akhyar|K]]. [[Haji (gelar)|H]]. [[Miftachul Akhyar]]
|leader_title2 = Ketua Umum
|leader_name2 =[[Yahya Cholil Staquf|K. H. Yahya Cholil Staquf]]
|website = [http://www.nu.or.id/ Situs web resmi]|founder=[[Hasjim Asy'ari|Hadratussyaikh KKH. HM. [[Hasjim Asy'ari]]}}
'''Nahdlatul Ulama''' (Bahasa Arab : {{lang|ar|نَهْضَةُ الْعُلَمَاءْ}}) atau disingkat '''NU''', adalah organisasi keislaman yang berdiri pada 31 Januari 1926 M / 16 Rajab 1344 di [[Kota Surabaya|Surabaya]] dan bergerak di bidang keagamaan, pendidikan, sosial, dan ekonomi. Kehadiran NU merupakan salah satu upaya melembagakan wawasan tradisi keagamaan dan [[Suni|Ahlusunah wal Jama'ah]]. Selain itu, NU sebagaimana organisasi-organisasi pribumi lain baik yang bersifat sosial, budaya, atau keagamaan yang lahir di masa penjajahan, pada dasarnya merupakan bentuk perlawanan terhadap penjajah. Berdirinya NU ini merupakan suatu kebangkitan kesadaran bernegara dan beragama yang ditampakkan dalam wujud gerakan organisasi untuk menjawab kepentingan nasional dan dunia Islam.
 
== Sejarah ==
[[Nahdlatul Ulama]] mewadahi [[Suni|Ahlussunnah wal Jama’ah]] tidak hanya karena para ulama ingin berinovasi, namun memang kondisi saat itu sudah sampai pada kondisi krusial dan wajib mendirikan sebuah wadah. Di mana saat itu, di Timur Tengah telah terjadi momentum besar yang dapat mengancam kelestarian [[Suni|Ahlussunnah wal Jama’ah]] terkait penghapusan sistem khalifah oleh [[Turki|Republik Turki Modern]] dan ditambah berkuasanya rezim [[Wahhabisme|Mazhab Wahabi]] di [[Arab Saudi]] yang sama sekali menutup pintu untuk berkembangnya mazhab lain di tanah Arab saat itu. Menjelang berdirinya NU, beberapa ulama masyhur berkumpul di [[Masjidil Haram]] dan sangat mendesak berdirinya orgasnisasi untuk menjaga kelestarian [[Suni|Ahlussunnah wal Jama’ah]].<ref>{{Cite web|title=NU Online|url=https://nu.or.id/|website=nu.or.id|language=id-id|access-date=2021-12-03}}</ref>
{{Dalam penerjemahan|en|Nahdlatul Ulama#History}}
 
Setelah melakukan ''istikharah,'' para ulama di Arab Saudi mengirimkan sebuah pesan kepada [[Muhammad Hasyim Asy'ari|KH. Hasyim Asy’ari]] untuk sowan kepada dua ulama besar di Indonesia saat itu, apabila dua ulama besar ini merestui, maka akan sesegera mungkin dilakukan tindak lanjut, dua orang itu adalah Habib Hasyim, Pekalongan dan [[Kholil al-Bangkalani|Syaikhona Kholil, Bangkalan]]. Maka [[Muhammad Hasyim Asy'ari|KH Hasyim Asy’ari]] dengan didampingi Kiai Yasin, Kiai Sanusi, Kiai Irfan, dan KH. R. Asnawi datang sowan ke kediamannya Habib Hasyim di Pekalongan.<ref>{{Cite web|title=NU Online|url=https://nu.or.id/|website=nu.or.id|language=id-id|access-date=2021-12-03}}</ref> Selanjutnya dilanjutkan dengan sowan ke [[Kholil al-Bangkalani|Syaikhona Kholil Bangkalan]], maka KH. Hasyim dan ulama lainnya mendapatkan wasiat dari Syaikhona Kholil untuk segera melaksanakan niatnya itu sekaligus beliau merestuinya.<ref>{{Cite web|title=Home|url=https://tebuireng.online/|website=Tebuireng Online|language=en-US|access-date=2021-12-03}}</ref>
 
Kemudian pada tahun 1924, [[Kholil al-Bangkalani|Syaikhona Kholil]] memanggil muridnya bernama [[As'ad Samsul Arifin|KH. As’ad Syamsul Arifin]], yang saat itu berumur 27 tahun untuk menghadap Syaikhona Kholil. Syaikhona berkata : “Santriku, As’ad, tolong antarkanlah tongkat ini ke Kiai Hasyim, di Tebuireng, Jombang dan sampaikan langsung kepada beliau, tetapi sebelum kamu berangkat, kamu harus hafal Surat Thaha ayat 17-23 dan sesampainya di sana bacalah ayat itu di hadapan KH. Hasyim Asy'ari”.
 
Lalu Kiai As'ad segera berangkat dengan mengayuh sepeda, beliau telah dibekali uang oleh Syaikhona Kholil untuk di perjalanan, namun Kiai As'ad justru berpuasa selama di dalam perjalanan. Kemudian setibanya di Tebuireng, Kiai As’ad segera menghadap Kiai Hasyim Asy'ari dan menyampaikan maksudnya : “Kiai Hasyim, saya telah diutus oleh Syaikhona Kholil untuk mengantarkan dan menyerahkan tongkat ini kepada Kiai”. Lalu tongkat itu diterima dengan penuh perasaan haru dan Kiai Hasyim bertanya kepada Kiai As’ad, “Apakah ada pesan dari Syaikhona?” Lalu Kiai As’ad lantas membaca Surat Thaha ayat 17-23 yang arti terjemahannya :
 
''“Apakah yang ada di tangan kananmu, wahai Musa ? Dia (Musa) berkata, “Ini adalah tongkatku, aku bertumpu padanya, dan aku merontokkan (daun-daun) dengannya untuk (makanan) kambingku, dan bagiku masih ada lagi manfaat yang lain.” Allah berfirman, “Lemparkanlah ia, wahai Musa!” Lalu (Musa) melemparkan tongkat itu, maka tiba-tiba ia menjadi seekor ular yang merayap dengan cepat. Dia (Allah) berfirman, “Peganglah ia dan jangan takut, Kami (Allah) akan mengembalikannya kepada keadaannya semula, Dan kepitkanlah tanganmu keketiakmu, niscaya ia keluar menjadi putih (bercahaya) tanpa cacat, sebagai mukjizat yang lain, untuk Kami perlihatkan kepadamu sebagian dari tanda-tanda kekuasaan Kami yang sangat besar”.''<ref>{{Cite web|last=Kemenag|title=Al Quran kemenag|url=https://quran.kemenag.go.id/}}</ref>
 
Kemudian berselang beberapa hari, Syaikhona Kholil kembali mengutus Kiai As'ad untuk mengantarkan sebuah tasbih kepada KH. Hasyim Asy'ari, dengan penuh rasa ''tawadhu''' dan sikap hormat, Kiai As'ad segera menghadap Syaikhona Kholil untuk menerima tasbih dari beliau. Pada saat Syaikhona Kholil menyerahkan tasbih itu, Kiai As'ad enggan untuk menerima dengan kedua tangannya, beliau memohon kepada Syaikhona untuk mengalungkan tasbih itu ke lehernya dengan maksud agar tidak terjatuh saat di perjalanan dan karena tasbih itu adalah tasbih yang dipakai Syaikhona Kholil setiap harinya, maka Kiai As'ad sama sekali tidak berani memegang dengan tangannya.
 
Seraya mengalungkan tasbih itu ke leher Kiai As'ad, Syaikhona Kholil berpesan kepada Kiai As'ad untuk mewiridkan Asmaul Husna "''Yaa Jabbar Yaa Qahhar''" hingga sampai Tebuireng, dan beliau juga mengutus untuk membaca bacaan itu di hadapan Kiai Hasyim sebanyak tiga kali.
 
Selama di perjalanan, Kiai As'ad juga sama sekali tidak memiliki keberanian untuk menyentuh tasbih itu, hingga sesampainya di Tebuireng, Kiai As'ad segera menghadap Kiai Hasyim dan memohon kepada Kiai Hasyim untuk mengambil tasbih itu dari lehernya dan Kiai As'ad membaca "''Yaa Jabbar Ya Qahhar''". Setelah tasbih itu diterima oleh Kiai Hasyim, beliau sangat terharu dan menangis sebab niatnya untuk mendirikan wadah Ahlussunnah wal Jama'ah semakin bulat.
 
KH. Hasyim Asy'ari telah menangkap dua isyarat kuat tersebut yang mengartikan bahwasannya Syakhona Kholil telah memantapkan hati beliau dan merestui didirikannya Jam'iyah [[Nahdlatul Ulama]].<ref>{{Cite web|title=NU Online|url=https://nu.or.id/|website=nu.or.id|language=id-id|access-date=2021-12-03}}</ref> Setahun kemudian, pada tanggal 31 Desember 1926 M / 16 Rajab 1344 H di Surabaya berkumpul para ulama se-Jawa-Madura. Mereka bermusyawarah dan sepakat mendirikan organisasi Islam [[Nahdlatul Ulama|'''Nahdlatul''' '''Ulama''']].{{Dalam penerjemahan|en|Nahdlatul Ulama#History}}
 
== Paham keagamaan ==
Baris 34 ⟶ 49:
 
Adapun gagasan "Kembali ke Khittah NU" pada tahun 1984 merupakan momentum penting untuk menafsirkan kembali ajaran Ahlussunnah wal Jamaah, serta merumuskan kembali metode berpikir, baik dalam bidang fiqih maupun sosial, serta merumuskan kembali hubungan NU dengan Negara. Gerakan tersebut berhasil kembali membangkitkan gairah pemikiran dan dinamika sosial dalam NU.<ref>{{Cite web|last=tim|title=Sejarah Berdirinya NU Sejak Masa Penjajahan|url=https://www.cnnindonesia.com/nasional/20210621180331-31-657395/sejarah-berdirinya-nu-sejak-masa-penjajahan|website=nasional|language=id-ID|access-date=2021-12-03}}</ref>
 
== Hirarki organisasi ==
 
# PBNU (Pengurus Besar Nahdlatul Ulama) untuk tingkat nasional
# PWNU (Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama) untuk tingkat provinsi
# PCNU (Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama) untuk tingkat kabupaten/kota
# MWCNU (Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama) untuk tingkat kecamatan
# Pengurus Ranting untuk tingkat desa/kelurahan
# Pengurus Anak Ranting untuk tingkat dusun
 
== Rais 'Aam dan Ketua Umum PBNU ==
{{:Daftar Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama}}