Sastra Jawa-Sunda: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Artikel baru
 
Kandar (bicara | kontrib)
Baris 14:
 
==Sastra Jawa-Sunda==
Dengan ditaklukkannyadiruntuhkannya [[Pajajaran]], kerajaan Hindu-Sunda terakhir, oleh MataramBanten pada tahun ...[[1579]], bermulalah sejarah baru untuk kesustraan Sunda. Mirip dengan situasi di Bali dan mungkin juga Madura setelah ditaklukkan oleh [[Majapahit]], di Sunda orang-orang berhenti menulis karya sastra mereka menggunakan bahasa Sunda dan aksara Sunda kuna. Mereka mulai menulis dalam bahasa Jawa menggunakan [[aksara Jawa]] dan juga huruf [[aksara pegon]]. Bahasa Sunda kelak mulai dipergunakan lagi untuk menulis pada pertengahan [[abad ke-19]] dengan pudarnya pengaruh Mataram dan menguatnya pengaruh pemerintahan [[Hindia-Belanda]]. Bahkan pemerintah kolonial justru yang menggalakkan pemakaian [[bahasa Sunda]] dalam medium tertulis. Pemerintah koloni kala itu ingin meneliti budaya Sunda secara lebih mendalam.
 
Sastra Jawa-Sunda bisa dibagi menjadi tiga berdasarkan daerah asal yaitu: Banten, Indramayu dan Cirebon, dan Priangan. Sebenarnya dari ketiga daerah ini yang bisa disebut Sunda sejati adalah Priangan sehingga karya-karya sastra yang ditulis di Banten dan Cirebon serta sekitarnya jika menggunakan bahasa Jawa, secara hakekat masih bisa dikatakan merupakan bagian dari sastra Jawa yang sejati (daerah Banten dan Cirebon merupakan daerah percampuran pada masa kekuasaan Mataram Islam dan Banten, karena tentara Mataram - Jawa - banyak yang menetap di dua wilayah ini). Dalam artikel ini tidak dibedakan dari daerah mana karya-karya sastra ini berasal, asalkan masih dari provinsi [[Jawa Barat]] (dan [[Banten]]).
 
===Ciri khas sastra Jawa-Sunda===