Invasi Indonesia ke Timor Leste: Perbedaan antara revisi
[revisi tidak terperiksa] | [revisi tidak terperiksa] |
Konten dihapus Konten ditambahkan
k Suntingan 66.96.225.84 (bicara) dibatalkan ke versi terakhir oleh Ärkhézja Tag: Pengembalian |
k →Keterlibatan Asing: Memperbaiki kesalahan penggunaan huruf kapital |
||
Baris 108:
Pemerintah Indonesia menampilkan pencaplokannya atas Timor Timur sebagai masalah persatuan antikolonial. Sebuah buku tahun 1977 dari Departemen Luar Negeri Indonesia, berjudul Dekolonisasi di Timor Timur, membayar upeti kepada "hak suci untuk menentukan nasib sendiri"<ref>Indonesia (1977), p. 16.</ref> dan diakui APODETI sebagai wakil sejati dari mayoritas Timor Timur. Ini menyatakan bahwa popularitas yang didapat FRETILIN adalah hasil dari "kebijakan ancaman, pemerasan dan teror"<ref>Indonesia (1977), p. 21.</ref> Kemudian, Menteri Luar Negeri Indonesia [[Ali Alatas]] menegaskan posisi ini pada tahun 2006 dalam memoarnya ''The Pebble in the Shoe: The Diplomatic Struggle for East Timor''.<ref>Alatas, pp. 18–19.</ref> Divisi pulau-pulau asli dari timur ke barat, Indonesia berpendapat setelah invasi, adalah "hasil dari penindasan kolonial" ditegakkan oleh kekuasaan kekaisaran Portugis dan Belanda. Jadi, menurut pemerintah Indonesia, pencaplokannya atas provinsi ke-27 itu hanya sebuah langkah lain dalam penyatuan Nusantara yang telah dimulai pada tahun 1940-an.<ref>Indonesia (1977), p. 19.</ref>
== Keterlibatan
Ada sedikit perlawanan dari masyarakat internasional atas perilaku invasi oleh Indonesia, yang dilakukan pada puncak [[Perang Dingin]] selama pemerintahan [[Orde Baru]] secara resmi bersikap netral terhadap perilaku Indonesia yang ditampilkan oleh negara-negara Barat sebagai kunci untuk kepentingan mereka di [[Asia Tenggara]].<ref>Ramos-Horta, p. 57</ref>
|