Murtidjono: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
InternetArchiveBot (bicara | kontrib)
Rescuing 1 sources and tagging 0 as dead.) #IABot (v2.0.8.6
 
Baris 6:
 
=== Model pengelolaan taman budaya ===
Dalam dinamika kesenian dan kebudayaan di [[Jawa Tengah]], bahkan untuk skala [[nasional]], secara langsung mau pun tidak, peran Murtidjono cukup penting, utamanya yang terkait otonomi lembaga kesenian, kebebasan berekspresi dan pembangunan ruang publik kebudayaan. Konsentrasi gagasan dan semua kegelisahannya tak mampu menjauh dari segala yang terkait dengan masalah kesenian dan kebudayaan. Perhatiannya terhadap permasalahan tersebut mulai menemu ranahnya saat ia menjabat sebagai Kepala [[Taman Budaya Jawa Tengah]] di [[Surakarta]]. Satu posisi yang memungkinkan mengurai visinya secara konkret dan berdaya lewat kebijakan formal, diikuti pembangunan opini berkesinambungan. Murtidjono, dalam satu masa yang panjang, pernah mempunyai pengaruh yang kuat, baik secara formal maupun informal dalam peta pengelolaan kesenian dan kebudayaan [[Indonesia]]. Capaian ketokohannya yang lengkap semacam itu, membuat gagasan yang ia implementasikan secara nyata menjadi semacam pola dari suatu gerakan kebudayaan. Gerakan kebudayaan yang berangkat dari satu kantong kecil, [[Taman Budaya Jawa Tengah]]. Pemikiran dan keberadaan Murtijdono juga mengimbas pada dinamika kehidupan kesusastraan dan perpuisian di Indonesa. Sejak tahun [[1980]]-an, pada masa-masa awal kepemimpinannya, saat Taman Budaya Jawa Tengah masih berkedudukan di Sasono Mulya, Kompleks Kraton Kasunanan Surakarta, aktivitas [[sastra]] telah dimulai proses kreativitas sejumlah sastrawan. Hingga periode selanjutnya, ketika Taman Budaya Jawa Tengah pindah di Kentingan, tahun [[1990]]-an, program-program apresiasi sastra tak pernah henti. Baik yang dilakukan secara berkala, maupun secara temporer.<ref>[http://www.thejakartapost.com/news/2006/04/03/murtidjono-maverick-antiestablishment-bureaucrat.html The Jakarta Post] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20160310133829/http://www.thejakartapost.com/news/2006/04/03/murtidjono-maverick-antiestablishment-bureaucrat.html |date=2016-03-10 }}, diakses 5 Maret 2015</ref>
 
Indikasi dari proses akomodasi yang panjang dan transparan terhadap kehidupan sastra dan puisi itu tampak nyata saat Taman Budaya Jawa Tengah menggelar Refleksi Setengah Abad Kemerdekaan Indonesia, tahun [[1995]]. Pada perhelatan yang melibatkan sejumlah budayawan dan seniman dari berbagai cabang kesenian di seluruh [[Indonesia]] itu tercatat juga dilibati oleh hampir 150 penyair yang datang dari berbagai pelosok tanah air. Sebelumnya, bersama [[Halim HD]], Murtidjono juga telah sukses menyelenggarakan perhelatan kebudayaan Nur Gora Rupa dan sarasehan kesenian bertajuk [[Sastra kontekstual|Sastra Kontekstual]] yang menghadirkan [[Arief Budiman]]. Salah satu ciri kepemimpinan Murtidjono adalah menjadikan taman budaya sebagai rumah bagi seniman, dengan memberikan kemerdekaan berkarya melalui proses kreatif. Dan hasilnya, Taman Budaya Jawa Tengah lebih sering menyelenggarakan perhelatan kesenian berskala nasional, dan menjadi rujukan para seniman dalam melakukan kajian-kajian.