Suku Aceh: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Pelurusan Kata Suku Terkait
Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Penyelesaian Kata Tidak Nyambung
Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Baris 25:
Selanjutnya terjadi perpindahan suku-suku asli [[Suku Mante|Mantir]]{{sfn|Ion|Errington|1993|pp=61}} dan Lhan ([[Melayu Proto|proto Melayu]]), serta suku-suku Champa, Melayu, dan Minang ([[Melayu Deutero|deutro Melayu]]) yang datang belakangan turut membentuk penduduk pribumi Aceh. Bangsa asing, terutama bangsa India selatan, serta sebagian kecil bangsa Arab, Persia, Turki, dan Portugis juga adalah komponen pembentuk suku Aceh. Posisi strategis Aceh di bagian utara [[pulau Sumatra]], selama beribu tahun telah menjadi tempat persinggahan dan percampuran berbagai suku bangsa, yaitu dalam jalur perdagangan laut dari [[Timur Tengah]] hingga ke [[Cina]].
 
=== ProtoAsal danMuasal DeuteroSuku MelayuAceh ===
Legenda rakyat Aceh menyebutkan bahwa penduduk Aceh terawal berasal dari suku-suku asli;tanah aceh yaitu [[suku Mante]] (''Mantir'')& dan [[Orang Lanun|sukuSuku Lhan]] (''Lanun'').{{sfn|Kuhnt-Saptodewo|Grabowsky|Grossheim|1997|pp=183}}{{sfn|Graf|Schroter|Wieringa|2010|pp=220}}{{sfn|Alamsyah|2008|pp=201}}, Suku Mante merupakan etnis lokal yang ada hubungannya dengan [[Suku Alas]], & [[suku Gayo]], Dan [[ |Suku Batak Karo,]],{{sfn|Ion|Errington|1993|pp=61}}{{sfn|Graf|Schroter|Wieringa|2010|pp=220}} sedangkan suku Lhan diduga masih berkerabat dengan [[Semang|suku Semang]] yang bermigrasi dari [[Semenanjung Malaya]] atau Hindia Belakang ([[Champa]], [[Burma]]).{{sfn|Alamsyah|2008|pp=201}} Suku Mante pada mulanya mendiami wilayah [[Aceh Besar]] dan kemudian menyebar ke tempat-tempat lainnya. Ada pula dugaan secara [[etnologi]] tentang hubungan suku Mante dengan bangsa [[Funisia]] di [[Babilonia]] atau [[Dravida]] di lembah sungai [[Indus]] dan [[Sungai Gangga|Gangga]], namun hal tersebut belum dapat ditetapkan oleh para ahli kepastiannya.<ref>M. Zainuddin. 1961. Tarich Atjeh dan Nusantara. Medan. Pustaka Iskandar Muda</ref>
 
Ketika [[Kerajaan Sriwijaya]] memasuki masa kemundurannya, diperkirakan sekelompok [[suku Melayu]] mulai berpindah ke tanah Aceh.<ref>{{Citation | title=Sejarah peradaban Aceh: suatu analisis interaksionis, integrasi, dan konflik |first=Abdul Rani |last=Usman | title=Sejarah peradaban Aceh: suatu analisis interaksionis, integrasi, dan konflik |url=http://books.google.co.id/books?id=szBwAAAAMAAJ&q=tamiang+sriwijaya&dq=tamiang+sriwijaya&hl=en&sa=X&ei=F4ScU6f7CdS58gXK9YGgAQ&ved=0CFoQ6AEwCQ |publisher=Yayasan Obor Indonesia |year= 2003 |isbn=9789794614280 }}, hlm. 40.</ref> Di lembah [[sungai Tamiang]] yang subur mereka kemudian menetap, dan selanjutnya dikenal dengan sebutan [[suku Tamiang]].<ref>{{Citation| first=Ismail |last=Suny | year=1980 | title=Bunga rampai tentang Aceh |url=http://books.google.co.id/books?ei=F4ScU6f7CdS58gXK9YGgAQ&id=XsoLAAAAIAAJ&dq=tamiang+sriwijaya&focus=searchwithinvolume&q=Melayu | publisher=Bhratara Karya Aksara }}, hlm. 146.</ref> Setelah mereka ditaklukkan oleh [[Samudera Pasai|Kerajaan Samudera Pasai]] (1330), mulailah integrasi mereka ke dalam masyarakat Aceh, walau secara adat dan [[Bahasa Tamiang|dialek]] tetap terdapat kedekatan dengan budaya Melayu.
Baris 32:
[[Suku Minang]] yang bermigrasi ke Aceh banyak yang menetap di sekitar [[Meulaboh]] dan lembah ''Krueng Seunagan''.{{sfn|Kuhnt-Saptodewo|Grabowsky|Grossheim|1997|pp = 183}} Umumnya daerah subur ini mereka kelola sebagai persawahan basah dan kebun lada, serta sebagian lagi juga berdagang.{{sfn|Kuhnt-Saptodewo|Grabowsky|Grossheim|1997|pp = 183}} Penduduk campuran Aceh-Minang ini banyak pula terdapat di wilayah bagian selatan, yaitu di daerah sekitar [[Susoh, Aceh Barat Daya|Susoh]], [[Tapaktuan]], dan [[Labuhan Haji]]. Mereka banyak yang sehari-harinya berbicara baik dalam bahasa Aceh maupun [[bahasa Aneuk Jamee]], yaitu dialek khusus mereka sendiri.
[[Berkas:Flag of the Aceh Sultanate.png|alt=|jmpl|252x252px|Bendera [[Kesultanan Aceh]]]]
Akibat politik ekspansi dan hubungan diplomatik [[Kesultanan Aceh Darussalam]] ke wilayah sekitarnya, maka suku Aceh juga bercampur dengan suku-suku [[Suku Alas|Alas]], [[Gayo]], [[Karo]], [[Nias]], dan [[Kluet]]. Pengikat kesatuan budaya suku Aceh yang berasal dari berbagai keturunan itu terutama ialah dalam [[bahasa Aceh]], agama [[Islam]], dan [[Budaya Aceh|adat-istiadat khas]] setempat, sebagaimana yang dirumuskan oleh [[Sultan Iskandar Muda]] dalam undang-undang ''Adat Makuta Alam''.<ref>{{Cite web|url=https://www.romadecade.org/suku-aceh/|title=Suku Aceh|date=2019-04-16|website=RomaDecade|language=id-ID|access-date=2019-11-23|archive-date=2019-01-26|archive-url=https://web.archive.org/web/20190126013755/http://romadecade.org/suku-aceh/|dead-url=yes}}</ref>
<!-- Masukkan info tentang migrasi Champa (Syah Pauling, Sulalatu Salatin), dan percampuran suku Aceh dengan Melayu, dan info suku-suku minoritas lainnya (Alas, Gayo, Kluet, Batak). (by Naval Scene)
-->